Ngaji Gus Baha
Gus Baha : Bagaimana Mungkin Maulid dan Tahlil Dikatakan Bid'ah?
Gus Baha, yang juga murid kesayangan KH Maimun Zubair atau dikenal sebagai Mbah Moen itu mempunyai kalimat khas dan mudah dipahami orang awam.
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
Penulis : Yoni Iskandar | Editor : Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Mengikut pengajian Gus Baha selalu ketagihan. bahkan bisa dikatakan kita ini sangat kecil keilmuannya.
Gus Baha, yang juga murid kesayangan KH Maimun Zubair atau dikenal sebagai Mbah Moen itu mempunyai kalimat khas dan mudah dipahami orang awam .
Gus Baha ini sering kali menggoncang cara berpikir mainstrem masyarakat dalam memahami agama. Setiap kali membahas persoalan agama, utamanya hukum-hukum dalam peribadatan dan muamalat, tidak hanya menyodorkan barang jadi tapi juga proses dan logika terjadinya sebuah hukum.
Hal ini lantaran Gus Baha mempunyai keilmuan yang komplit, mulai dari ilmu Alquran, Hadis, nahwu, shorf, balaghoh, mantiq dan khazanah bacaan kitab kuning yang amat luas.
Ibarat pertanian, Gus Baha mengajarkan jama’ah atau muhibbinnya (pecinta) untuk memahami bagaimana cara menanam padi hingga memasakknya menjadi nasi yang siap santap.
Setaun belakangan banyak ustadz-ustadz yang menggunakan sosmed sering kali dengan seenaknya mengeluarka kata-kata bid'ah. kegiatan tahlil bid'ah, sholawatan bid'ah, ziarah kubur haram dan sebagainya.
• Sambut Imlek, Ingat Jasa Gus Dur, Gus Dur Ngaji Ditinggal Naik Selinder ke Mojoagung
• Gus Baha : Jangan Suka Mengkafirkan Orang Muslim, Masuk Neraka
• BERITA TERPOPULER JATIM: Gus Dur Ngaji Ditinggal Naik Selinder hingga Ibu di Magetan Dianiaya Anak
Namun dengan kalimat dan kajian kitab kuning dari Gus Baha, maka terjawab sudah segala persoalan bid'ah tersebut.
Bagaimana Mungkin Maulid Dikatakan Bid'ah?
Menurut pemaparan Gus Baha, sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW bermula saat tentara Romawi menguasai Palestina. Salahudin al-Ayyubi berusaha menggelorakan kembali semangat umat Islam yg melempem akibat Palestina dikuasai oleh Romawi.
"Salahudin al-Ayyubi menemukan bahwa umat Islam terpercik semangatnya tiap kali berbicara tentang suri tauladan Nabi Muhammad SAW. Sehingga kemudian satu jalan yang dicetuskan oleh Salahudin al-Ayyubi adalah dgn membacakan biografi Nabi Muhammad SAW, yang akhirnya menjadi titik awal terbentuknya tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW," papar Gus Baha yang kelahiran 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah .
Bahkan pada masa dahulu, kata Gus Baha, para Habaib dan alim ulama begitu menghayati dalam membaca Maulid Nabi Muhammad SAW. Bahkan tak jarang sampai menitikkan air mata, menangis karena menghayati.
Menurut KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, atau lebih dikenal dengan panggilan Gus Baha, Maulid yang dirayakan oleh umat Islam pada dasarnya berisi riwayat dan kisah seputar Nabi Muhammad, yang diperingati supaya umat Islam tergerak hatinya dan menambah keyakinan bahwa yang Nabi Muhammad SAW yang kita imani adalah benar-benar seorang nabi dan Rasul utusan Allah SWT.
"Maka Arsy pun berguncang penuh suka cita dan riang gembira, Kursi Allah bertambah wibawa dan tenang, Langit dipenuhi berjuta cahaya, Dan suara malaikat bergemuruh membaca tahlil, tamjid (pengagungan Allah), dan istighfar,"
jelasnya dengan menyitir sebuah ayat.
Berkenaan dengan ini Gus Baha memberi penjelasan.
“Ketika Rasulullah lahir, langit bergema membaca tasbih, lalu kita punya semangat bahwa Rasulullah itu nabi betul. Buktinya, orientasinya orang baca tasbih. Kalau beliau bukan Nabi, pasti orientasinya bikin kerajaan.. Coba, Nabi bilang beliau suka shalat, Nabi juga berwasiat kalian jangan lupa shalat. Coba orang Islam shalat itu menguntungkan Nabi atau enggak? Enggak sama sekali! Itu bukti Rasulullah itu utusan Allah. Buktinya semua orang diajak bersujud kepada Allah SWT," jelasnya.
“Bagaimana mungkin membaca tarikh seperti itu dikatakan bid’ah? Seandainya paham (maulid), bisa menangis dia. Mau membid’ahkan bagaimana?”
Dalam madzhab Syafi’i bid’ah terbagi menjadi dua,yaitu Hasanah (baik) dan Sayyiah (buruk).
“Sayyid Muhammad Bin Alwi Al-Maliki dalam kitabnya Abwabul Faroj dan kitab-kitab beliau yang lain mengatakan bahwa salah kalau mendefinisikan bid’ah sebagai hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW itu salah besar,” ucap Gus Baha.
Gus Baha menjelaskan, bahwa Sayyid Alwi Al-Maliki menceritakan tentang sebuah hadis, “Dalam hadis shahih diceritakan bahwa ada seorang sahabat yang menjadi imam Masjid Quba yang setiap mengimami shalat bacaan surahnya (setelah fatihah) hanya surah Al-Ikhlas (Qul Huwallahu Ahad), lantas para sahabat mengadukan hal ini kepada Nabi SAW.”
“Lantas ketika sahabat tersebut ditanya oleh Nabi SAW, “kenapa kamu kalau mengimami shalat selalu hanya pakai surah Al-Ikhlas ?”. Sahabat tersebut menjawab “Li Annaha Sifaturrohman” karena di dalam surat Al-Ikhlas itu hanya ada sifatnya Allah SWT dan tidak ada kepentingan siapapun disitu, maka dari itu saya senang membaca Al-Ikhlas. Lalu Nabi SAW berkata “Akhbirhu Fa Inallaha Yuhibbuh” Kasih tahu dia bahwa Allah SWT mencintainya.”
“Dalam contoh ini bisa kita simpulkan bahwa hal tersebut dibenarkan Nabi SAW tanpa ada pelajaran dari beliau, runtuhlah teori bid’ah adalah semua yang tidak pernah dilakukan dan diajarkan Nabi SAW, karena faktanya beberapa kali Nabi SAW membenarkan sesuatu yang belum pernah diajarkan oleh beliau,” tutur Gus Baha
Gus Baha lalu menekankan dengan kalimat “Bid’ah yang pasti sesat itu adalah yang berhadap-hadapan dengan syariat, tetapi jika Bid’ah itu menguatkan syariat maka tidak musuhnya syariat tetapi malah menjadi bagian dari syariat.
Gus Baha kemudian mencontohkan sebuah hadis.
“Diceritakan dalam hadis shahih ada sahabat yang setelah I’tidal yang biasanya membaca رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمٰوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ Tapi sahabat ini membaca الْحَمْدُ لله حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ setelah shalat selesai Nabi SAW berbalik dan mencari “Ayyukum Yaqulu Hadihil Kalimah ? Siapa tadi yang melafadkan itu ?” lalu para sahabat dia semua dan tidak ada yang berani menjawab karena mereka tahu kalimat tersebut tidak diajarkan oleh Nabi SAW.”
“Namun kemudian Nabi SAW berkata “tidak ada masalah cuma saya kaget saja karena ada 30 malaikat yang berebutan siapa yang duluan mencatat kalimat tersebut, karena begitu indahnya kalimat tersebut.” (Teks hadis tersebut tertulis dalam Shahih Bukhari Hadis nomor 799 : رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ)
“Dari hadis ini kita bisa menyimpulkan bahwa ada kalimat kreatif yang tidak diajarkan Nabi SAW tapi dibenarkan oleh Nabi SAW, makanya saya yakin kalau Nabi SAW melihat kita saya mengajar seperti ini lalu anda semua membawa kitab dan mencatat pasti Nabi SAW senang, hal ini tidak bisa dibid’ah-kan karena Nabi SAW tidak bisa menulis. (misalnya),” kata Gus Baha.
Gus Baha menutup pembahasan tentang bid’ah ini dengan mencontohkan bagaimana ulama Ushul Fiqh menyelesaikan sebuah permasalahan.
“Tidak bisa kamu memakai definisi bidah itu adalah yang tidak pernah dilakukan nabi SAW, tidak bisa seperti itu. Apalagi kalau kamu mempelajari Ushul Fiqh malah akan kelihatan (bahwa orang) yang sedikit-sedikit menduh Bid’ah itu salah, karena dalam Ushul Fiqh itu kalau memaknai hadis itu diganti, seperti contoh hadis ini ا,ِتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ” jelas Gus Baha mencontohkan.