Berkarib Kebisingan Jalanan Wonokromo, Kisah Kakek 3 Cucu Selama 46 Tahun Tekuni Reparasi Jam Tangan
Deru mesin kendaraan bertalu-talu yang melintas berkelebatan di depan lapak reparasi jam tangan milik Arif (64) di bahu Jalan Wonokromo, Wonokromo
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
Reporter: Luhur Pambudi | Editor: Januar AS
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Deru mesin kendaraan bertalu-talu yang melintas berkelebatan di depan lapak reparasi jam tangan milik Arif (64) di bahu Jalan Wonokromo, Wonokromo, Surabaya, tak membuyarkan konsentrasinya, Jumat (12/2/2021) pagi itu.
Kakek tiga orang cucu yang gemar mengenakan peci kain warna hitam itu, masih saja asyik menghunuskan obeng mengungkit sekrup-sekrup mungil komponen jam tangan di genggamannya.
Sesekali, ia memicingkan mata tatkala menghadapi komponen sekrup yang bandel, enggan beranjak dari lubang dratnya.
• Sejumlah Kawasan Terdampak Matinya Aliran Air PDAM, Begini Cara Dapat Suplai Air Gratis
Terkadang, butuhkan waktu untuk sekadar membuka pengunci penampang mesin jam tangan.
Maklum. Bukan tempat reparasi namanya, kalau jam tangan milik para pelanggan tidak datang dalam keadaan rusak parah, atau usang dilumat usia.
Arif seperti sudah berkawan karib dengan kebisingan suara kendaraan yang lalu lalang melintas depan lapak reparasi jam tangannya.
Berkompromi dengan kebisingan dan kegaduhan kota, sepertinya hanya itu yang menguatkan Arif menekuni pekerjaan tersebut hingga 46 tahun lamanya.
"Iya (hidupi keluarga) mengandalkan reparasi jam ini," katanya saat ditemui TribunJatim.com di lapak portabel yang terbuat dari gerobak kayu dengan desain penutup atasnya berengsel.
Senyum yang bersusulan dengan tawa, sesekali melecut mengiringi cerita Arif, mengenai awal mula dirinya menekuni pekerjaan reparasi jam tangan.
Pria kelahiran Bangkalan, Pulau Madura itu mengaku telah memulai pekerjaan itu sejak tahun 1975. Saat itu, ia masih remaja, berusia kisaran 18 tahun.
Keinginan memperoleh kehidupan yang lebih baik guna membantu perekonomian keluarganya di Madura, seperti menggerakkan Arif kecil, waktu itu, untuk merantau ke Kota Pahlawan, dan milih tinggal di kawasan Wonokromo, Surabaya.
Tak banyak pilihan pekerjaan yang bisa dilakoni Arif. Pekerjaan di jaman dahulu, tak seperti jaman sekarang, yang membutuhkan legalitas ijazah.
Meskipun pekerjaan itu terbilang berat, dan peluangnya kecil. Asalkan ada kemauan yang dibungkus tekad, keberuntungan senantiasa mengikuti.
Itulah yang menyebabkan Arif mulai menekuni bisnis penyedia jasa reparasi dan jual-beli jam tangan.
Kemampuan mengutak-atik perangkat jam tangan itu diperolehnya, secara otodidak.
Kegemarannya membongkar dan merakit komponen-komponen mesin sejak masih tinggal di Bangkalan, tak menyulitkan Arif belajar sedikit demi sedikit mengenal konsep sistem mesin jam tangan yang mungil.
Karena ketekunannya selama puluhan tahun menggeluti jasa reparasi jam tangan, membuat Arif mampu memperbaiki segala jenis dan bentuk jam tangan.
Mulai dari jam tangan digital yang populer seperti sekarang, ataupun jam tangan manual model jadul yang pernah populer di zaman dahulu.
"Kalau manual, jarang bisa. Karena sekarang otomatis. Anak-anak (tukang jam) sekarang jarang bisa. Spesialis jam manual," tuturnya.
Proses reparasi jam tangan model lawas tipe manual, memang diakui Arif, membutuhkan perlakuan, dan sentuhan perkakas alat khusus untuk mereparasinya.
Kalau ada pelanggan membawa jam tangan jadul untuk diperbaiki. Biasanya ia menyarankan pada mereka untuk bersabar menunggu, paling lama sehari, agar Arif bisa memperbaikinya di rumahnya, beralamat di Jalan Pulo Wonokromo, yang tak jauh dari lapaknya.
"Yang manual digarap di rumah.
Kalau (reparasi) batrei aja disini (lapak) bisa. Baterei habis, IC-nya (integrated circuit) mati, dibelikan, diganti, bisa," jelasnya.
Entah karena memang sudah melekat di hati, atau karena hanya Arif tukang reparasi yang mahir memperbaiki jam tangan manual.
Sampai saat ini ia terbilang masih sering menjadi tempat rujukan untuk mereparasi jam tangan jadul, oleh pelanggan-pelanggannya yang sudah mengenal Arif sejak tahun 80-an dan 90-an.
"Iya pelanggan lama, yang dulu-dulu.
Iya masih ingat, masih ada," ungkapnya.
Tinggal di Wonokromo, Surabaya sejak remaja hingga berkeluarga, dan menjadi kakek-kakek, membuat Arif sebagai saksi sejarah pembangunan kota di wilayah selatan.
Bahkan, ia mengaku masih ingat suasana kawasan Wonokromo yang saat itu masih menjadi sentra pemerintahan dan ekonomi Kota Surabaya.
Arif masih ingat betul, bahwa jalanan Wonokromo masih berupa satu lajur. Kemudian, sebagai penerangan jalannya, saat itu masih terdapat lampu gantung.
Kemudian di sisi kanan dan kiri jalan sempit itu, yang kini makin lebar karena sudah menjadi frontage, seingat Arif terdapat bangunan rumah toko (ruko) dan perkantoran.
Bahkan ia masih ingat sepanjang ruko terdapat pagar besi yang membatasi antara trotoar pejalan kaki dengan ruas jalan utama yang berbahan aspal.
"Di sana masih 1 jalur. Pasar DTC belum dibangun masih berupa lapangan. Kalau bangunan ruko, tetap. Komplek toko lawas. Dulu itu, warkop, adalah kantor pos," terangnya seraya mengarahkan tangannya ke warkop tersebut.
Mengingat kehidupannya masa muda saat dirinya merintis usaha reparasi jam tangan hingga sekarang, diakui Arif membuatnya geleng-geleng kepala.
Di tambah lagi, dirinya juga menjadi satu diantara orang tua di kawasan tempatnya membuka lapak, yang merekam perubahan wajah Kota Surabaya dari jaman ke jaman.
Di usia senjanya ini, ia mengaku masih ingin terus menekuni usahanya tersebut. Baginya, hanya itu cara Arif mensyukuri anugerah kesehatan yang begitu nikmat hingga detik ini, diusia tua.
Selain itu, cara lain bagi Arif sebagai upaya mensyukuri kesehatan sebagai kenikmatan dari Sang Pencipta, adalah dengan tidak merokok.
Arif mengaku sempat memiliki kebiasaan merokoknya sejak remaja. Namun seiring dirinya dewasa, ia menyadari bahwa kebiasaan merokok dapat memicu berbagai macam penyakit dalam tubuh. Semenjak muncul kesadaran itu, Arif tak lagi merokok, hingga detik ini.
"Ya berhenti sampai sekarang. Alhamdulillah sadar kesehatan, tidak gampang kena penyakit," pungkasnya.