Berita Entertainment
Janji Teruskan Perjuangan Pakde, Mira Kirana ‘The Next Didi Kempot’ Ajak Anak Muda Cinta Budaya Jawa
Mira Kirana berhasil keluar sebagai yang terbaik di ajang pencarian bakat The Next Didi Kempot. Pesinden asal Nganjuk itu meraih juara satu.
Penulis: Ficca Ayu Saraswaty | Editor: Ficca Ayu Saraswaty
Reporter: Ficca Ayu Saraswaty | Editor: Ficca Ayu Saraswaty
TRIBUNJATIM.COM - Sejak kecil diperkenalkan dengan kesenian tradisional yang ada di Nganjuk, sinden dan karawitan bukan sesuatu yang asing bagi Mira Kirana.
Pemilik nama asli Azizah Miraj Nanda tersebut sudah menjadi pesinden sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Kecintaannya pada budaya Jawa telah membentuk bakat seni pada mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu.
Mira yang mengaku sudah lama mengidolakan sosok almarhum Didi Kempot kini berhasil membuktikan eksistensinya di bidang seni suara lewat ajang pencarian bakat The Next Didi Kempot.
Terbaru dalam ajang pencarian bakat The Next Didi Kempot, Mira Kirana berhasil keluar sebagai yang terbaik.
Penyanyi asal Nganjuk itu mampu menjadi yang terbaik setelah melewati persaingan yang cukup sengit sejak babak pertama.
Untuk kemenangannya itu sendiri, Mira berterima kasih pada semua pihak yang sudah berjasa dan mendukungnya selama ini mulai dari pemerintah Kabupaten Nganjuk, guru-guru yang sudah melatihnya sejak kecil, hingga pihak kampus di mana ia studi.
Baca juga: Doyan Gambar Sejak SD, Hari Prasetyo Ciptakan Ilustrasi Jokowi: ‘Shortcut’ Karya Cepat Dikenal Orang
Baca juga: Berkiblat ke Musik Kontemporer & Karya Original, Violinist Kezia Amelia Rilis Single Yang Kukenang
Tumbuh dan Besar di Lingkungan Kesenian

Jika merunut dari awal, alumni SMAN 1 Kertosono itu mulai menyanyi pop sejak kelas 1 SD, lalu ia diarahkan oleh gurunya untuk menyanyi lagu Jawa karena jenis suaranya yang lebih condong ke sana. Inilah titik awal Mira mulai jadi sinden cilik saat kelas 2 SD.
Ia mengaku tertarik menjadi pesinden karena dari kecil tumbuh dan besar di lingkungan kesenian.
“Sejak kecil saya tumbuh dan besar lingkungan seperti ini (kesenian tradisional) di mana keberadaan sinden banyak ditemukan di Nganjuk. Saya senang dari kecil sudah terbiasa di lingkungan kesenian,” aku Mira.
Saat disinggung soal kesulitan menjadi pesinden, Mira menjelaskan perbedaan sinden dengan pop dangdut ada pada nada dan penyesuaian gamelan.
“Di sinden itu bedanya dengan pop dan dangdut, kalau nyanyi pop dangdut nada bisa dicari, misalnya di keyboard bisa dicari main C, A, atau C minor itu bisa dicari. Sementara kalau di sinden, adanya laras slendro dan pelog, gamelan tidak bisa diubah larasnya kalau sudah segitu ya segitu. Makanya, nyinden itu kenapa suaranya tinggi-tinggi karena mengikuti gamelannya, kalau gamelannya segitu ya harus sampai nada segitu,” papar Mira ke TribunJatim.com (11/2/2021).
Untuk menjadi pesinden profesional, tiap hari harus rajin latihan pernapasan dan vokal. Menurut Mira, seseorang bisa menjadi sinden yang baik kembali pada niat belajarnya sendiri. Kalau dia ulet, maka hal itu dapat diraih dengan cepat.
Terkait suka dan duka yang dialami selama menjadi pesinden, Mira mengaku banyak senangnya dibandingkan dukanya.
Pertama, ia tertarik menjadi pesinden karena hobi menyanyinya dihargai orang. Dari menyanyi, pundi-pundi uang bisa sedikit demi sedikit terkumpul.
Dukanya mungkin ada orang-orang tertentu yang meremehkan profesi Mira, karena apa yang terlihat yakni kerjanya kerap pulang malam hingga mengenakan riasan tebal.
Selain itu, Mira juga pernah mengalami rasa kantuk saat harus ke sekolah setelah nyinden dari jam 8 malam hingga shubuh. Hal ini terkadang membuat jam belajarnya di sekolah terganggu, antara lelah sesudah bekerja kemudian lanjut menerima pelajaran di sekolah.
Baca juga: Berawal dari Motivasi Masuk Bumper Opening, Rizky Maulana Raih Posisi Top 16 MasterChef Indonesia S5
Baca juga: Sosok Nikita Fima, Freediver dan Mermaid Jakarta Aquarium Bersuara Merdu yang Cinta Dunia Bawah Laut
Juara 1 The Next Didi Kempot
Perjalanan Mira memenangkan ajang pencarian bakat menyanyi campursari dan Pop Jawa, The Next Didi Kempot di GTV pada malam puncak grand final, Rabu (20/1/2021) terbilang tidak instan, ia harus melalui beberapa tahapan mulai dari audisi online hingga babak penyisihan dan terakhir grand final.
“Awalnya tau poster ajang itu di media sosial Instagram, biasanya di televisi adanya lomba nyanyi pop dangdut, campursari belum pernah dilombakan di TV nasional, jadi saya merasa ini adalah sebuah kesempatan," kata Mira.
Ada dua opsi untuk mendaftar ajang tersebut. Singkat cerita, Mira mendaftar lalu mengunggah video menyanyinya dan dikirimkan pada panitia seleksi.
Video untuk seleksi pertama Mira dibantu oleh Campursari Kantong Bolong. Rupanya video menyanyi Mira menarik hati panitia seleksi kemudian ia diundang untuk mengikuti seleksi kedua yaitu tes menyanyi via aplikasi Zoom.
“Seleksi kedua itu tes nyanyi via Zoom, diminta nyanyi berbagai genre lagu, dari beat slow hingga pop dangdut. Setelah itu lolos ke babak penyisihan,” ujar Mira.
Mira tak menyangka ia berhasil lolos ke babak penyisihan dan mengikuti karantina di Jakarta. Pun selama karantina, ia harus pandai membagi waktu antara latihan untuk tampil dan kuliahnya.
Ketika itu, ia sempat minta izin untuk mengikuti Ujian Akhir Semenster (UAS) di sela-sela kesibukannya untuk berlatih vokal, stage act, hingga latihan pernapasan.
Mira bersyukur dipertemukan dengan keluarga baru di The Next Didi Kempot. Mahasiswi Unesa itu merasa beruntung karena bertemu dengan sosok-sosok inspiratif selama karantina, mulai dari para juri, guru vokal, hingga teman-teman sesama kontestan.
“Semua juri ada keunikan dan bidangnya sendiri-sendiri. Mas Danang, Bunda Inul Daratista, Denny Caknan, Nur Bayan, dan Via Vallen. Enggak bisa milih salah satu karena mereka memang punya ciri khas masing-masing,” pungkasnya.
Selain dapat keluarga baru, Mira juga memperoleh banyak ilmu, teknik vokal hingga pernapasan dan diafragma. Rasa kekeluargaan yang tinggi membuat ajang tersebut membekas di hati Mira.
Satu sama lain saling support, meski di atas panggung berkompetisi, tapi saat di penginapan sudah seperti kakak dan adik sendiri. Dari sana, Mira juga belajar untuk disiplin dan pintar mengatur waktu.
Baca juga: Berjaya di Panggung Balet, Michael Halim Peraih Solo Seal Punya Mimpi Besarkan Balet Kontemporer
Baca juga: Didi Kempot Ramaikan Jazz Traffic Festival di Atlantis Land, Kolaborasi Musik Campursari dan Jazz
Sosok Almarhum Didi Kempot di Mata Mira

Anak kedua dari pasangan Kadino dan Welasmin itu menceritakan sosok almarhum Didi Kempot. Rupanya Mira sudah mengagumi sang maestro sejak lama, terbukti dari suka mengoleksi video-video penampilan almarhum. Pakde, sapaan akrab Mira untuk Didi Kempot.
“Pakde, semasa hidup (saya) dari kecil sudah ikutin lagu-lagunya dan mengoleksi video-video penampilan beliau,” tutur Mira.
Mira ternyata sudah pernah bertemu dengan Didi Kempot saat sang artis mengisi konser di acara ulang tahun kampusnya.
“Pernah bertemu Pakde di Unesa saat konser di peringatan Hari Ulang Tahun Unesa. Tapi sayangnya, saya datang terlambat karena habis tanggapan, belakang sendiri mau lihat dari dekat enggak bisa karena sudah banyak penontonnya,” ungkap Mira.
“Pakde itu sosok yang dekat sama fans, enggak pernah jaga jarak, enggak sombong, mau membaur, dan suka memberi nasihat. Yang saya ingat dari sosok Pakde itu tiap tampil di televisi, kalau ada anak muda yang nyanyi Jawa itu antusias sekali. Pakde berpesan agar tidak malu untuk nyanyi Jawa. Pokoknya Pakde seneng banget kalau lagunya dibawakan sama anak muda, orangnya enggak sombong dan rendah hati,” urai Mira.
Menurut Mira, lagu-lagu Didi Kempot itu hampir sebagian besar bercerita tentang kesedihan, tidak jauh dari patah hati.
“Lagu Pakde itu kebanyakan ambyar, bercerita tentang kesedihan, enggak jauh dari patah hati, broken heart,” ujar Mira sambil sedikit terkekeh.
Misalnya lagu Kalung Emas yang berkisah tentang seseorang yang ditinggal oleh kekasihnya atau lagu Aja Sujana yang bermakna kita tidak boleh berprasangka buruk.
Baca juga: Vita KDI Hadirkan Cita Rasa Musik Dangdut Campursari
Baca juga: JOOX Prediksi Dangdut Koplo, Indonesian Melayu, Soundtrack Film dan Serial TV Jadi Tren Musik 2021
Dijuluki sebagai Didi Kempot versi Perempuan
Dinobatkan sebagai juara 1 The Next Didi Kempot, Inul Daratista menyebut Mira Kirana sebagai Didi Kempot versi perempuan. Meski dijuluki demikian, Mira meluruskan kalau ia hanya sekadar meneruskan perjuangan Didi Kempot.
“Saya enggak menggantikan Pakde. Mira dan teman-teman peserta yang lain, hanya meneruskan perjuangan dan cita-cita Pakde. Pakde meminta tolong agar lagu-lagu campursari dilestarikan, anak muda dikenalkan dengan lagu-lagu Jawa. Pihak penyelenggara acara menggelar ajang ini juga bukan atas dasar menggantikan Pakde.
Saya juga tidak merasa bisa menggantikan Pakde, karena Pakde memang tidak bisa tergantikan. Mira dan teman-teman punya ciri vokal sendiri, ajang ini bisa dibilang jalan untuk meraih karier yang selanjutnya. Berkaca dari Pakde yang dulunya pengamen jalanan kini bisa sukses, (mbok menowo/barangkali) rezekinya bisa kayak Pakde,” urai Mira.
Baca juga: Gus Karim Kenang Sosok Didi Kempot Religius, Ungkap Keinginan Almarhum Nyanyikan Lagu Jawa Islami
Baca juga: Naffa Amalia Gandrungi Profesi Sinden Sejak Duduk di Bangku SMP
Anak Muda Juga Cinta Budaya Jawa

Bagi Mira Kirana, anak muda yang cinta budaya Jawa merupakan sosok yang luar biasa. Biasanya ada orang yang hanya ingin tahu tapi tidak mau belajar tentang budaya itu.
Alasannya beragam, mungkin karena kuno, sementara ada budaya lain yang mungkin lebih keren. Tapi Mira mengatakan kalau ia dan teman-temannya yang berprofesi sebagai seniman juga banyak yang seumuran.
Mereka adalah anak muda yang cinta budaya Jawa, bukan sekadar tahu namun juga melestarikan, ikut berpartisipasi di dalamnya.
“Anak-anak yang cinta budaya Jawa patut diapresiasi, siapa pun dan dimana pun,” terangnya.
Cara memiliki minat untuk cinta budaya Jawa menurut Mira kuncinya adalah sadar dengan budaya-budaya yang dimiliki Indonesia, termasuk budaya Jawa.
“Kita punya kebudayaan sendiri, kenapa kita harus melupakan budaya kita sendiri untuk terlihat lebih keren dengan budaya asing. Lebih baik apa yang ada di sekitar kita syukuri, apa yang ada di sekitar kita dilestarikan, karena enggak ada ruginya dan enggak ada jeleknya. Kebudayaan kita itu bagus, orang mancanegara saja ada yang mempelajari budaya kita masa kita sendiri enggak,” tutupnya.
(TribunJatim.com/Ficca Ayu Saraswaty)