Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Gus Baha : Kemapanan Sering Membuat Orang Komplain

Gus Baha sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Alqran dari ayahnya, KH. Nursalim Al-Hafidz. Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsi

Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
Instagram kajian.gusbaha
KH Ahmad Bahauddin nursalim atau Gus Baha saat menyampaikan ceramah agama. 

“Itu namanya bodoh apa pintar,” papar Gus Baha selaku Pengasuh dan sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah ini.

"Membiarkan masyarakat kelaparan, tapi menggunakan anggaran untuk naik ke Bulan. Mereka bertujuan untuk mengetahui Bulan. Ini termasuk hal bodoh atau tidak? Saya juga bingung," kata Gus Baha sambil berkelakar.

Barokah Rajin atau Kerja Keras

“Malas itu masuk daftar hitamnya nabi. Makanya sampai di-isti’adzahi. Mohon perlindungan agar dijaga dari sifat malas. Allahumma inni ‘audzubika minal ‘ajzi wal kasal. Aku berlindung kepada Allah dari sifat lemah dan malas,” kata Gus Baha.

Pimpinan Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Narukan, Kragan, Rembang ini, memberikan resep rahasia sukses dalam bisnis apa pun.

“Coro wong kuno esuk-esuk lungo nang pasar, selak rejekine dipangan pitik (Kata orang kuno dulu, pagi-pagi cepat pergi ke pasar, nanti rejekinya kedahuluan dimakan ayam),” kata Kiai yang videonya viral ini.

Ulama yang menggemari baju putih di setiap ceramahnya ini memaksudkan pengibaratannya itu seperti ini: Kalau kita malas menguasai pasar, maka pasar sudah kedahuluan dikuasai yang lain.

“Sekarang sudah kelihatan ratusan bahkan ribuan triliun dikuasai oleh pengusaha Tionghoa. Orang Islam jadi kaum buruh, kaum pengemis,” katanya.

Persis seperti yang dilakukan kepada pengusaha Tionghoa.

“Setelah ekonominya kalah. Ramai-ramai bilang revolusi antiChina. Tak perlu revolusi, kalau kita rajin, tidak malas, kita pasti bisa,” katanya.

Apa yang perlu dilakukan, imbuh Gus Baha? “Buang jauh sifat malas. Bikin sentra-sentra poduksi di kampung-kampung. Dulu kita bikin minyak kelapa sendiri. Bikin sentra kopra sendiri. Lah, sekarang kita kok malas marut kelapa. Akibatnya, ya kita tergantung dengan industri minyak yang dikuasai pengusaha Tionghoa. Begitu juga tepungnnya. Dulu, ketika kita mau bikin tepung, ndeplok (menumbuk) sendiri dari beras. Lha sekarang malas, ya tepungnya dikuasai pengusaha Tionghoa. Mau bikin pisang goreng atau jajanan apa pun, tepungnya beli,” papar Gus Baha mengingatkan penyakit malas ini.

"Dulu di zaman nabi meskipun banyak yang miskin tapi punya mental heroik dan patriotik," jelas Gus Baha.

Tidak hanya itu, mereka juga memiliki karakter dermawan, tidak kikir. Sehingga setiap ada perang, mereka pasti ikut menyumbangkan sesuatu yang berharga, misalnya bahan makanan pokok, senjata, dan sebagainya, meski mereka lagi-lagi dari kalangan miskin. Mental umat inilah yang disebut Gus Baha sebagai mental heorik dan patriotik.

Dan mental semacam ini menurutnya penting dimiliki oleh generasi bangsa saat ini. Gus Baha menjelaskan, ada hal positif di balik mental tersebut.

Seseorang yang karakternya selalu ingin memberi, bukan meminta, akan jauh dari sifat tamak. Dan sifat tamak tercermin dalam Al-Qur’an sebagai sifat tercela.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved