Gus Baha : Kemapanan Sering Membuat Orang Komplain
Gus Baha sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Alqran dari ayahnya, KH. Nursalim Al-Hafidz. Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsi
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
"Makanya di Al-Qur’an orang yang kikir itu tidak dikritik, yang dikritik orang yang tamak," tuturnya.
Begitu juga saat sebelum Indonesia merdeka. Sejumlah ulama, kiai, santri, dan kalangan lainnya ikut terlibat langsung dalam peperangan dengan penjajah. Hal penting yang bisa diambil dalam peristiwa tersebut di antaranya adalah loyalitas tinggi yang melekat dalam diri bangsa Indonesia. Mereka mempunyai kecintaan terhadap tanah airnya melebihi apapun.
Kondisi negara pada saat itu belum merdeka. Artinya, dalam melawan penjajah, warga negara memiliki ghirah (semangat) perjuangan dan jiwa patriotik yang luar biasa. Dengan menggunakan senjata seadanya, mereka tidak takut menghadapi penjajah yang tentu sudah bersenjata lengkap.
"Sebelum Indonesia merdeka, ulama punya cara sendiri untuk mengatasi itu. Ulama punya loyalis, punya ghirah, strategi, sehingga Belanda punya kesulitan menghadapi para ulama. Belum ada negara, belum ditopang negara bisa melakukan perlawanan," tegasnya.
Gus Baha juga menyerukan agar bangsa Indonesia meniru mental umat Nabi Muhammad terdahulu yang mempunyai karakter dermawan atau sikap ingin selalu memberi. Bukan sebaliknya. Hal ini penting untuk menghadapi masa-masa krisis negara. Mental sebuah bangsa sangat mempengaruhi cara sekaligus konsekuensi menghadapi dinamika zaman.
"Andaikan kita semua ingin memberi sumbangan kepada negara, maka kita tidak akan memvonis pemerintahan kita tidak becus, meskipun pemerintah berkewajiban membantu rakyat miskin," ungkapnya.
Hal itu sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW yang dalam salah satu hadistnya diterangkan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah.
"Berkahnya patriotik, ingin selalu memberi, semua orang kaya dan miskin akan urun menyumbang negara. Akhirnya (dalam sejarah) terbukti bahwa negara kita merdeka sebelum terbentuk TNI dan Polri," pungkasnya.
Kemapanan Sering Komplain
Menurut Gus Baha, mungkin iman orang yang mencari kerja atau mahasiswa di beberapa negara tersebut biasa saja, tapi mereka bisa membangun komunitas masjid.
Sementara, jika mereka tinggal di kampung halamannya mungkin hanya menjadi orang-orang yang sering komplain.
“Jadi kalau di daerah yang Islamnya sudah sehat agak-agak komplain, krannya buntu saja sudah geger. Tapi ketika dia di daerah yang tidak ada masjid, berikhtiar untuk bikin masjid,” ujar Gus Baha.
Gus Baha menambahkan, sekarang juga banyak problem di beberapa negara. Menurut Gus Baha, hal itu karena semua rakyatnya ingin mendapatkan sesuatu dari negaranya, bukan berusaha memberikan sesuatu kepada negaranya.
“Kalau semua orang yang pintar, yang bodoh, setengah pintar, hubungannya dengan negara ingin mendapat, maka negara bisa keteteran. Tapi kalau hubungannya ingin memberi, insya Allah semuanya akan selamat,” kata Gus Baha.
“Intinya agama ini menitikberatkan supaya hubungan kita dengan orang lain atau dengan negara itu kalau bisa hubungamnya itu ingin memberi, bukan ingin mendapatkan,” imbuh Rais Syuriah PBNU ini.