Gus Baha, Orang itu Sombong Jika Hanya Mengingat Kesalahan Saja, Kunci Masuk Surga Itu Mudah. . .
KH Ahmad Bahauddin Nur Salim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, sejak kecil mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH Nur Salim
Penulis: Yoni Iskandar | Editor: Yoni Iskandar
Dalam kaitannya manusia potensial melakukan kesalahan, meski awalnya berniat melakukan kebaikan, Gus Baha sangat menyarankan agar umat Islam sering membaca doa yang diambil dari akhir surat Al Baqarah 286. Robbana la tu’akhidzna…….dan seterusnya. Artinya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ayat ini, oleh para ulama penyebar Islam di Jawa dirangkai dengan indah di dalam kutipan-kutipan ayat yang dibaca dalam tahlil.
"Soal minta ampun atau istighfar kepada Allah, Saya tidak terlalu sependapat bila hal itu dilakukan dengan penuh ketakutan. Apalagi sampai meraung-raung menangis. Karena dengan begitu, seakan-akan di dalam diri orang itu tidak ada kebaikan sama sekali. Padahal kalau mau jeli melihat, meski seorang muslim telah melakukan kesalahan atau keburukan, namun banyak pula kebaikan yang telah dilakukannya," paparnya.
“Pagi bangun tidur lalu shalat subuh, kemudian pergi kerja mencari nafkah untuk keluarga, itu semua kebaikan yang tidak boleh dilupakan. Orang ditakdir bisa sujud (shalat), adalah prestasi yang luar biasa. Karena itu harus senang, gembira. Bahagia dan bersykur. Jangan hanya kesalahan yang diingat-ingat. Rahmat Allah yang menjadikan dirimu bisa sujud dan berbuat kebaikan lainnya, jangan sampai dilupakan gara-gara merasa berdosa karena telah melakukan kesalahan,” urai Gus Baha.
Gus Baha menjelaskan, orang yang hanya ingat kesalahannya, tapi tidak ingat kebaikan yang telah dilakukannya adalah kesombongan. Karena secara tidak langsung telah melupakan atau menafikan rahmat Allah yang diberikan kepada dirinya.
"Alangkah baiknya seorang selalu punya prasangka baik kepada Allah. Selalu yakin bahwa rahmat Allah sangat besar. Kasih sayang Allah tidak ada tandingannya. Sehingga, kesalahan sebesar apapun yang dilakukan manusia, tetaplah kasih sayang dan ampunan Allah lebih besar. Dan Allah, Maha Kuasa atas segalanya. Sehingga, Allah bisa mengampuni siapa pun yang dikehendaki," jelas Gus Baha.
Gus Baha juga sering memberikan ilustrasi bahwa untuk dekat dengan Allah ada 1001 jalur. Dikisahkan, seorang wali yang sangat rajin beribadah mendapatkan kabar kalau ternyata ada seorang wali lain yang levelnya sama dengan dirinya.
"Padahal, si wali tersebut ibadahnya tak serajin dia. Suka tidur. Kenapa demikian? Ternyata orang itu selalu punya prasangka baik kepada Allah. Orang itu selalu yakin akan Rahman dan Rahimnya Allah. Juga selalu yakin dengan maghfiroh-Nya," tegas murid kesayangan KH Maimoen Zubair ini.
Dengan perspektif seperti itu, Gus Baha berharap umat Islam bisa rileks dalam hidupnya. Selalu optimistis. Gus Baha juga menegaskan bahwa sujud yang dilakukan seorang muslim adalah prestasi yang luar biasa bagi seseorang. Karena itu, orang yang telah melakukan shalat dan bersujud harus merasa bahagia.
Terkait dengan hal itu, Gus Baha juga mengajarkan agar saat melakukan shalat (sujud), orang tidak perlu was-was, apakah shalat (sujud)-nya diterima apa tidak.
“Yakin saja diterima. Lakukan dengan ceria. Sujud adalah prestasi tertinggi kita di dunia. Dengan sujud itu, kita nanti percaya diri menghadap Allah di akhirat,” imbuhnya.
Meski sujud adalah prestasi luar biasa, namun Gus Baha sangat menekankan agar seseorang harus tetap menyakini kalau sujud itu bisa terjadi karena semata-mata takdir Allah.
"Jangan menganggap itu prestasi pribadi. Tidak boleh sombong. Sebaliknya harus bahagia, senang dan bersyukur karena telah ditakdirkan bersujud," jelas Gus Baha.
Berdasarkan pengalaman pribadi Gus Baha,
"Soal shalat diterima atau tidak, dulu sering menganggu pikiran saya. Saya sering khawatir kalau shalat saya tidak diterima. Sebab, meski sudah berusaha maksimal, terkadang di tengah mengerjakan shalat, konsentrasi atau kekhusyu’an kadang-kadang terganggu. Bagi orang seperti saya, untuk benar-benar shalat dengan khusyu’ itu memerlukan perjuangan yang sangat berat. Dan rasanya, banyak gagalnya daripada suksesnya. Apalagi kalau mengingat cerita soal khusyu’nya shalat para sahabat, ketika mata tombak yang menancap di tubuhnya dicabut, mereka tidak merasakan sakit. Ini jelas khusyu’ kelas “dewa”. Untuk orang kebanyakan, rasanya sangat sulit," jelasnya.
Terkait dengan shalat atau sujud ini, Gus Baha juga berpesan agar setelah shalat, dalam hati harus dimunculkan tekad untuk menunggu waktu shalat berikutnya. Sehingga hidup ini siklusnya istiqomah dalam kebaikan. Dari kebaikan yang satu menuju kebaikan yang lainnya. Dari sujud yang satu menuju sujud yang berikutnya.