Ramadan 2021
Kisah Tunanetra di Trenggalek, Semangat Khatamkan Alquran Saban Ramadan
sebuah yayasan tempat bernaung para penyandang disabilitas di Kelurahan Ngantru, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Mustofa terlihat fasih melafalkan
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: Yoni Iskandar
Reporter : Aflahul Abidin | Editor : Yoni Iskandar
TRIBUNJATIM.COM, TRENGGALEK - Mempunyai keterbatasan penglihatan tak menyurutkan niatnya untuk beribadah. Ketika Ramadan tiba, Muhtar Mustofa (31) selalu bersemangat untuk mengkhatamkan alquran. Begitu setiap tahunnya.
Di salah satu sudut ruang utama Yayasan Naemaa, sebuah yayasan tempat bernaung para penyandang disabilitas di Kelurahan Ngantru, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Mustofa terlihat fasih melafalkan ayat demi ayat Al Quran.
Ia mengaji dengan Al-quran braille. Di awal Ramadan tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, ia mulai dengan membaca alquran braille juz pertama.
“Alquran braille ini satu alquran satu juz. Jadi agar lengkap, perlu 30 alquran,” kata Muhtar Mustofa.
Karena itulah, bagi Mustofa, alquran braille tak leluasa untuk dibawa ke mana-mana. Ia biasanya membaca Kitab Suci itu di rumah di
Perumahan Inklusif di Kecamatan Tugu atau di yayasan.
Baca juga: Prof. Dr. H. Abd. Halim Soebahar, MA : Pendidikan Samawi dalam Ibadah Puasa
Baca juga: Gus Baha : Sopir Bus Antar Kota Wajib Berpuasa
Baca juga: Polisi Buru DPO Kasus Pembuat Website Palsu, Tampung Dana Bantuan Covid-19 Warga Amerika Serikat
Sama seperti kebanyakan orang, momen Ramadan bagi dia adalah momen untuk mendekatkan diri ke pencipta. Maka dari itu, Mustafa selalu mencoba menyempatkan waktu untuk merapal alquran setiap ada waktu senggang.
Setiap Ramadan dalam beberapa tahun terakhir, ia mengaku selalu mengkhatamkan alquran. Lengkap 30 juz, dengan 30 alquran braille yang ada.
“Kadang-kadang khatam dua kali. Kadang sekali. Kadang sekali lebih. Tahun ini mudah-mudahan bisa (khatam lagi),” ujar Mustofa kepada TribunJatim.com.
Mustofa kehilangan penglihatan saat duduk di bangku kelas II sekolah dasar. Penyebabnya diduga karena penyakit yang berhubungan dengan katarak.
Ia pun melanjutkan belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kabupaten Trenggalek ketika duduk di bangku kelas IV. Dari sana, ia belajar membaca tulisan latin di buku braille.
“Tapi saat itu belum bisa baca alquran braille. Karena tidak ada yang mengajari. Akhirnya saya belajar sendiri lewat buku dan kaset yang ada di perpustakaan di sekolahan,” ucap Mustafa.
Hanya butuh waktu sekitar 3 bulan bagi Mustafa untuk belajar bisa membaca Kitab Suci braille itu. Awalnya masih terbata-bata. Tapi kini seiring berjalannya waktu, ia sudah cukup fasih.
“Rata-rata saya membaca sekitar setengah jam 1 juz,” kata Mustafa.
Sebagian banyak waktu yang dihabiskan Mustofa untuk mengaji adalah subuh hari. Seringnya, ia mengaji bersama sang istri yang juga seorang tunanetra.
“Tapi istri saya kalau jarak dekat masih bisa kelihatan. Jadi dia tidak pakai alquran biasa. Bukan alquran braille,” sambung dia kepada TribunJatim.com.
Ketika banyak waktu longgar, Mustofa yang juga seorang tukang pijat ini bisa menyelesaikan pembacaan alquran sebanyak 3-4 juz.