Berita lamongan
Kisah Pilu Guru Honorer di Lamongan, 16 Tahun Bertahan Hidup dengan Gaji Rp 200 Ribu, 'Amal Jariah'
Menjadi guru kini banyak menjadi incaran sebagian besar masyarakat. Gaji plus sertifikasi menjadi sembrani mereka untuk berebut menembus sebagai guru
Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Ndaru Wijayanto
Diluar bulan Ramadan, Suhari hampir setiap hari keliling berjualan es.
"Namanya juga jualan, kadang habis kadang tidak, apalagi saat ini musim penghujan," ungkapnya.
Musim penghujan bahkan terkadang modal yang dikeluarkan untuk masak es tidak sebanding dengan pendapatan karena es masih tersisa.
Suhari harus menjalani hidup ini dengan ikhlas. Termasuk harus tetap mengajar di SD tempatnya mengabdi. Bahkan Suhari tidak ingin lepas mengajar, meski gaji minim.
"Jadi guru itu ada amalan jariyah, " katanya.
Makanya ia mencari sambilan kerja lainnya. Tidak hanya jualan es keliling, Suhari juga memelihara kambing.
"Bukan kambing saya sendiri, tapi ini merawat milik orang lain,"katanya.
Ia mendapat upah memelihara kambing dengan cara bagi hasil. Kalau beranak 2 ekor, berarti untuk pemilik satu ekor dan Suhari seekor.
Kenyataan hidup yang dialaminya tidak berarti ia menjauh kepada Allah, namun ia lebih dekat.
Terkadang berpuasa diluar Ramadan untuk mengurangi beban keluarga. Ia mengutamakan anak istri kenyang lebih dahulu sebelum dirinya.
Rutinitas Suhari lainnya adalah, mencari rumput usai jualan es keliling. Terkadang sambil pulang jualan ia langsung mencari rumput.
"Tiap hari cari rumput, kan kambingnya juga setiap hari makannya, "katanya.
Suhari tidak ingin menyia-nyiakan waktu. Selepas Magrib ia harus mengajar les privat kepada murid-muridnya.
Kondisi Suhari ini sudah banyak diketahui orang, termasuk para wali murid. Dan ada juga diantara wali murid yang memberi bantuan beras untuk sang guru honorer tersebut.
Dimana Suhari tinggal ? Suhari memang sudah memiliki tempat tinggal meski sangat sederhana.