Berita Lumajang
Sopir Truk Angkutan Pasir di Lumajang Berencana Mogok Kerja Sampai Harga Pasir Naik
Para sopir truk angkutan pasir di Lumajang berencana melakukan mogok kerja sampai harga pasir bisa naik. Ini alasannya!
Penulis: Tony Hermawan | Editor: Dwi Prastika
Reporter: Tony Hermawan | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM, LUMAJANG - Seluruh sopir truk angkutan pasir di Lumajang berencana melakukan aksi mogok kerja mulai besok hingga beberapa hari ke depan.
Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes agar harga jual pasir di semua stockpile bisa naik.
Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Lumajang, Moch Sofyanto mengatakan, aksi tersebut tidak serta merta diputuskan.
Sebelum seluruh sopir sepakat melakukan aksi mogok, pihaknya telah melakukan diskusi dengan semua pihak.
"Dari hasil pertemuan, harapannya setelah aksi mogok kerja dilakukan, harga jual pasir di tingkat stockpile dapat seragam. Misal di kawasan Desa Jarit dan sekitarnya besarannya Rp 750 ribu, Desa Lempeni dan sekitarnya Rp 800 ribu dan terakhir Desa Sumberusko dan sekitarnya Rp 900 ribu," katanya, Kamis (24/6/2021).
Untuk diketahui, aksi protes harga jual pasir merupakan imbas dari aksi pemerintah yang belakangan ini intens merazia Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) terhadap para sopir.
Memang, setelah penertiban itu rutin dilakukan, cukup banyak sopir yang membawa SKAB. Namun, kenyataannya para sopir terpaksa mengantongi SKAB dengan membeli ke penambang yang memiliki izin.
Baca juga: Diprotes Soal Harga SKAB Mahal, Bupati Lumajang Cari Solusi Pengelolaan Pasir
Sayangnya, di lapangan banyak pihak yang memanfaatkan kondisi ini, menjual SKAB dengan harga terlampau tinggi.
"Oke kalau memang persyaratan Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) wajib. Tapi sekali lagi harus ada kenaikan harga jual ketika pasir sampai di stockpile, karena di lapangan harga jual SKAB gak murah sampai ada yang Rp 150 ribu," ungkapnya.
Menurutnya, aksi mogok kerja ini merupakan keputusan yang terbaik. Bahkan, ia menyebut selama mogok kerja dilakukan, pihaknya meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan.
Sebab, selama mogok kerja, seluruh aktivitas pertambangan dilarang. Baik untuk pengambilan pasir di kawasan pertambangan maupun mengeluarkan pasir dari lokasi stockpile.
"Selama mogok kerja kami meminta peran pemerintah melakukan penjagaan di stockpile dan kawasan pertambangan, karena tidak boleh ada aktivitas pertambangan sampai harga pasir naik,” pungkasnya.