Berita Surabaya
Sekolah Jadi Tempat Isolasi Terpusat, Warga Sekitar SD di Surabaya Khawatir Menimbulkan Klaster
Pemanfaatan SDN Gunungsari 1 dijadikan tempat isolasi warga terpapar Covid-19 disesalkan warga: ada miskomunikasi yang harus diluruskan.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Hefty Suud
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine Koloway
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Sejumlah warga di beberapa kelurahan di Surabaya resah.
Mereka meminta Pemkot Surabaya untuk mengkaji ulang program isolasi terpusat bagi warga terpapar virus Corona ( Covid-19 ) yang lokasinya memanfaatkan SD di beberapa kelurahan.
Di antaranya adalah warga di RT 3, RW 6, Kencanasari Timur, Kelurahan Gunungsari, Kecamatan Dukuh Pakis.
Mereka keberatan SDN Gunungsari 1 dijadikan tempat isolasi.
"Banyak warga yang menyesalkan. Program ini tanpa sosialisasi dari pejabat pemerintah dan terkesan mendadak," kata Ketua RW 6, Setyo Nugroho.
Baca juga: Terpapar Covid-19 Saat Hamil, Dokter Gesti Wira Nugrahyekti Berpulang Setelah Bayinya Lahir
Banyak warga yang khawatir, tempat isolasi ini justru akan menimbulkan klaster penyebaran di kawasan ini.
"Mengingat, kawasan ini padat penduduk dan di sekitar sekolah juga banyak manula," kata pria yang akrab disapa Gus Nug ini.
Dari sisi lokasi, letak SD ini memang cukup strategis sebagai tempat isolasi.
Selain akses dari jalan protokol yang relatif dekat, SD ini juga berada tepat di samping Puskesmas Pembantu Gunungsari.
Sehingga, sekalipun tempat isolasi mandiri ini diperuntukkan bagi pasien Covid tanpa gejala, namun efektif untuk membantu dalam kondisi darurat. Terutama, yang membutuhkan bantuan medis cepat.
Ia lantas mengusulkan sejumlah solusi jalan tengah yang bisa dilakukan Pemkot Surabaya.
Baca juga: Ada Ruang Perawatan Isolasi Mandiri di Tiap Kelurahan, Wali Kota Eri Cahyadi: Mulai Hari Ini, Siap
Solusi pertama, mencari tempat lain yang bisa diterima masyarakat.
Di antaranya, halaman Balai RW 6 atau halaman Kantor Kelurahan.
"Ini agak berat, sebab harus menyiapkan beberapa fasilitas tambahan seperti tenda yang memang membutuhkan sumber daya lebih banyak," katanya.
Alternatif kedua, pihak pemerintah harus bisa memberikan pemahaman.
"Warga keberatan bukan berarti menolak. Namun, ada miskomunikasi yang harus diluruskan pemerintah," katanya.
Sekali pun sempat ditentang warga, SD ini tetap dipersiapkan sebagai tempat isolasi. Sejumlah petugas terlihat membersihkan 4 ruang kelas dan toilet di tempat ini.
Selain di kawasan Gunungsari, penolakan juga terjadi di Kecamatan Gubeng. Dari 6 kelurahan, ada 2 kelurahan yang menolak.
Yakni, Kelurahan Gubeng dan Kelurahan Barata Jaya. Masing-masing menolak tempat isolasi di SDN Gubeng 1 dan SDN Barata Jaya.
"Warga menolak karena lokasi SD Gubeng 1 ini berada di tengah permukiman padat penduduk. Akses ambulan menuju SD ini juga sulit karena jalan yang relatif sempit," kata Ketua LPMK Gubeng Sujadi.
Begitu halnya dengan warga di Barata Jaya. Ketua RT 01 RW 05 Barata Jaya Imam Setiono menegaskan, warga menolak gedung SD Barata Jaya dijadikan tempat isolasi. "Warga khawatir akan tertular,” tegasnya.
Imam menjelaskan lokasi SDN Barata jaya berada dekat dengan pemukiman warga.
Selain itu Imam juga mengatakan selama pandemi, warga sudah melakukan pembatasan mobilitas secara mandiri dan penguatan imun.
Imam kembali menjelaskan warga sudah menyampaikan aspirasi ke pihak kelurahan dan kecamatan. “Jawaban mereka aspirasi sudah ditampung dan akan disampaikan ke atasan mereka,” katanya.
Terkait masalah ini, Plt Camat Gubeng, Dedi Irianto mengungkapkan solusi.
Bagi warga di Kelurahan Gubeng, masyarakat bersama Pemerintah akhirnya sepakat menggunakan bangunan lain, yakni aset tak terpakai milik Pemkot di Jalan Nias.
"Kami akui, jalan depan SDN Gubeng memang sempit dan ada alternatif solusi tempat lain. Bahkan, Warga mau turun tangan membantu membersihkan gedung Pemkot yang tak terpakai ini," kata Dedi.
Sedangkan untuk Barata Jaya, pihaknya masih melakukan upaya persuasif kepada masyarakat.
"Misalnya, kalau nggak mau dengar suara ambulan, kami pastikan ambulan yang lewat kawasan ini akan mematikan sirine. Apabila tak ingin melihat ada mobil ambulan karena kawatir imun turun, kami akan gunakan mobil operasional," katanya.
Selain itu, ia juga menyiapkan alternatif tempat lain. Selain kemudahan akses, gedung tersebut juga harus laik untuk perawatan pasien.
Pihaknya juga menegaskan bahwa masyarakat tak perlu khawatir tertular. "Terkait kekhawatiran penularan, WHO sudah menjelaskan penularan secara Airborne, apabila jarak dengan penderita hanya 1-2 meter," katanya.
"Sehingga, apabila warga sekitar tak masuk ke dalam sekolah maka tak mungkin bisa tertular. Tak perlu khawatir berlebihan," katanya.
Selain itu, dengan adanya tempat isolasi terpusat maka warga yang positif COVID-19 bisa dirawat dengan lebih baik.
Mendapatkan makanan 3 kali sehari, obat-obatan, hingga mengantisipasi kemungkinan darurat.
"Tenaga medis akan merawat tiap hari. Kemudian akan diswab secara berkala sehingga apabila dinyatakan negatif boleh pulang," katanya.
Dengan mendukung keberadaan tempat isolasi terpusat, warga diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menangani pandemi. Dalam keadaan darurat, warga lebih cepat tertangani.
"Sekarang RS penuh. Tempat isolasi, baik di Asrama Haji hingga RS lapangan juga penuh. Dengan adanya tempat isolasi terpusat di masing-masing kawasan maka akan sangat membantu pasien," katanya.
Hingga saat ini, sudah ada 138 Kelurahan di Surabaya yang telah memiliki tempat isolasi terpusat. Sebanyak 125 Kelurahan menggunakan gedung SD (1 milik swasta), 2 Kelurahan menggunakan gedung SMP, dan sisanya menggunakan bangunan aset milik Pemkot lainnya.
Berita tentang Surabaya
Berita tentang isolasi mandiri