Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Tulungagung

Peternak Ayam Petelur Tulungagung Menuju Sakaratul Maut, Keluhkan Minimnya Bantuan Jagung

Para peternak ayam petelur Tulungagung turut bergabung dalam aksi unjuk rasa di Kantor Bulog Cabang Tulungagung, Senin (18/10/2021).

Penulis: David Yohanes | Editor: Ndaru Wijayanto
Surya/David Yohanes
Ayam petelur piaraan warga. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Para peternak ayam petelur Tulungagung turut bergabung dalam aksi unjuk rasa di Kantor Bulog Cabang Tulungagung, Senin (18/10/2021).

Sebab sampai saat ini mereka baru menerima 50 ton jagung subsidi, dari 750 ton yang dijanjikan pemerintah.

“Kondisi peternak saat ini menuju sakaratul maut. Jika tidak ada bantuan jagung subsidi, seminggu lagi banyak yang gulung tikar,” ungkap Ketua Paguyuban Harga Telur Tulungagung (HTT), Abu Sofyan Munir.

Lanjut Munir, seharusnya jagung dari pemerintah sudah diterima September 2021 kemarin. Namun jagung ini baru diterima seminggu belakangan.

Dengan populasi ayam petelur hingga 5.000.000 ekor, jagung 50 ton itu jauh dari cukup.

Baca juga: Dituntut Salurkan Jagung yang Dijanjikan Presiden, Ini Penjelasan Kepala Bulog Tulungagung

“Seharusnya 750 ton itu disalurkan secara kontinu. Sehingga peternak tidak perlu beli jagung mahal,” sambung Munir.

Saat ini harga jagung di pasaran Rp 5.600 hingga Rp 5.700 dan cukup memberatkan peternak.

Bukan hanya jagung, harga bekatul juga naik dari Rp 2.500 – Rp 3.000 per kilogram, kini menjadi Rp 5.000 per kilogram.  

Baca juga: Belum Kelar Dibangun, Joglo Desa Gesikan Tulungagung Timpa Pekerja yang Berteduh, Ini Kondisi Korban

Kenaikan ini dipicu karena saat panen raya padi, pemerintah mengimpor beras.

“Akhirnya tidak ada pagi yang digiling karena sudah ada beras impor. Dampaknya harga bekatul naik,” ungkap Munir.

Baca juga: Pohon Sengon Buto Ambruk di Tulungagung Nyaris Celakakan Satu Keluarga yang Bonceng Balita

Kenaikan juga terjadi pada harga pakan sentrat produksi pabrik, dari Rp 320.000 per sak isi 50 kilogram menjadi Rp 420.000 per sak.

Dengan harga pakan yang melambung dan harga telur Rp 13.500 per kilogram, peternak merugi Rp 300.000 hingga Rp 350.000 per 1000 ekor ayam.

Peternak pun mencoba mengurangi kerugian dengan melakukan pengurangan populasi.

Munir yang awalnya mempunyai 30.000 ekor ayam kini tinggal menyisakan 7.000 ekor.

Upaya mengurangi populasi pun terkendala harga ayam yang anjlok dari Rp 25.000 per kilogram tinggal Rp10.000 per kilogram.

Dari 1000 ekor ayam biasanya seberat 1,8 ton hanya mendapatkan uang Rp 18 juta.

“Seharusnya ada proses peremajaan ayam. Tapi karena harga jualnya juga jatuh, menjual ayam juga tidak membantu,” keluhnya.  

Dengan situasi ini, Munir dan kawan-kawan sangat berharap subsidi jagung dari pemerintah.

Apalagi ekonomi belum sepenuhnya pulih sehingga permintaan  masyarakat masih terbatas.

Harga BEP telur saat ini ada di angka Rp 19.000 hingga Rp 20.000 per kilogram. (David Yohanes)

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved