Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Tulungagung

Petani Bawang Merah di Tulungagung Merugi, Tanamannya Terendam Banjir Sebelum Waktu Panen

Petani bawang merah di Tulungagung merugi, tanamannya terendam banjir sebelum waktu panen tiba. Padahal kurang lima hari lagi.

Penulis: David Yohanes | Editor: Dwi Prastika
Tribun Jatim Network/David Yohanes
Petani bawang merah di Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, memanen tanamannya karena terendam banjir, Jumat (12/11/2021). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, David Yohanes

TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Para petani bawang merah di Desa Junjung, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, berupaya memanen tanaman mereka secepat-cepatnya.

Banjir pada Jumat (12/11/2021) dini hari memaksa mereka segera memanen semua tanaman, sebelum membusuk.

“Pokoknya harus tuntas hari ini. Kalau sampai besok ada yang belum dipanen, sudah mulai membusuk,” terang Kuswek, salah satu petani yang ditemui saat memanen tanamannya, Jumat (12/11/2021).

Tanaman barang merah yang terendam banjir sudah berusia 55 hari.

Sebenarnya kurang lima hari lagi sudah saatnya panen.

Dalam kondisi normal, pedagang akan langsung membeli tanaman yang siap panen.

Menurut Kus, sebenarnya kemarin sudah ada pedagang yang melihat tanamannya.

Biasanya pedagang akan memberi uang muka sebagai tanda jadi untuk dibeli.

Namun setelah tahu terendam banjir, tidak ada pedagang yang berani membeli.

“Kalau begini pilihannya dikeringkan sendiri. Nanti kalau sudah kering baru dijual ke pedagang,” ungkapnya.

Untuk memanen bawang merah yang terendam banjir, petani juga harus mengeluarkan upaya ekstra.

Baca juga: Tanggul Sungai Besar Tunggangri Tulungagung Jebol, Lahan Pertanian Terendam dan Gagal Panen

Mereka rajin membolak-balik hasil panennya saat menjemur, untuk memastikan kering sempurna.

Masalahnya saat ini telah masuk musim penghujan, sehingga matahari jarang bersinar.

“Dulu dari tanah 110 Ru bisa dapat Rp 35 juta karena bawang merahnya super. Sekarang dapat Rp 20 juta saja mungkin susah,” keluh Kus.

Sementara seorang pedagang dari Nganjuk, Ahmad Efendi mengaku harus melakukan negosiasi ulang dengan petani.

Dengan kondisi basah terendam banjir, kandungan airnya terlalu tinggi.

Butuh perlakuan ekstra saat proses pengeringan, sehingga merugikan pedagang seperti dirinya.

“Banyak pedagang yang tidak berani datang meski sudah memberi uang muka. Tapi saya pilih melakukan nego ulang,” ujar Efendi.

Jika harga normal, Efendi akan mematok harga sekitar Rp 17 juta untuk lahan 100 Ru.

Namun dengan kondisi saat ini, dirinya hanya berani mematok harga tertinggi Rp 8.000.000.

Apalagi saat ini sudah masuk musim penghujan, sehingga akan ada kendala pengeringan.

“Kalau tidak ada panas, maka risikonya rusak. Bawang merah akan membusuk dan kita rugi,” tutur Efendi.

Sebelumnya, Efendi telah memberi uang muka di tujuh petak sawah milik petani.

Dari jumlah itu masih tersisa 3 petak seluar 350 Ru, yang saat ini terendam air.

Efendi memilih melakukan negosiasi harga ulang, dengan harapan tidak mengecewakan petani.

“Harapannya mereka tahu kami punya tanggung jawab. Jadi ke depan kalau panen lagi, kami bisa beli,” pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved