Mitos dan Fakta Soal Vaginismus, Bahaya, Jangan Diabaikan! Bisa Ganggu Keberlangsungan Rumah Tangga
Mengenal mitos dan fakta soal vaginismus, bahaya, jangan diabaikan! Bisa ganggu keberlangsungan rumah tangga. Segera obati melalui prosedur medis.
Penulis: Melia Luthfi Husnika | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Melia Luthfi Husnika
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Vaginismus adalah fenomena kekakuan otot-otot di dinding vagina yang tak dapat dikendalikan oleh perempuan.
Kondisi vaginismus ini sangat mengganggu dan berdampak bagi keutuhan rumah tangga ke depannya.
Dulu, banyak yang merasa tabu untuk membicarakan perihal vaginismus, meski ke dokter spesialis kandungan. Banyak yang masih malu untuk berobat, padahal vaginismus ini bisa diobati melalui prosedur medis.
"Berbeda dengan sekarang, di mana mindset masyarakat lebih terbuka. Dulu orang itu malu kalau ke dokter dengan permasalahan vaginismus. Dan bukan menyebutnya vaginismus. Sekarang orang bisa lebih terbuka dan sadar akan pentingnya pemeriksaan kesehatan," ungkap Dokter Spesialis Kandungan RSIA Kendangsari MERR Surabaya, Dr dr Eighty Mardayani K, dr SpOG (K), Rabu (17/11/2021).
Dokter Eighty mengatakan, vaginismus ini kerap dikaitkan dengan kondisi mental atau psikologis seseorang. Banyak yang mempercayai vaginismus juga bagian dari rasa takut perempuan.
Padahal jika ditelaah lebih lanjut, vaginismus bukan sekadar ketakutan atau faktor psikologis. Pasien dengan vaginismus bisa merasa rileks namun otot-ototnya tetap berkontraksi.
"Memang faktor psikologis perempuan bisa mempengaruhi, tapi bukan faktor utamanya. Banyak yang enggan datang ke dokter dengan anggapan 'oh saya cuma takut.' Atau 'saya cuma belum siap.' Padahal bukan seperti itu," papar dr Eighty.
Kepercayaan mengenai vaginismus yang dianggap sekadar ketakutan atau faktor psikologis ini menurut dr Eighty harus dihilangkan. Sebab menurutnya, kondisi vaginismus bisa muncul secara alami meski tanpa adanya rasa takut atau pendorong psikologis.
Dokter Eighty menjelaskan, kondisi vaginismus ini dibagi menjadi dua, yakni vaginismus primer dan sekunder. Keduanya memiliki perbedaan penyebab dan cara mengatasinya.
Untuk vaginismus primer, kekakuan otot-otot di dinding vagina terjadi dengan sendirinya. Si perempuan tidak bisa mengendalikannya dan tidak mampu membuatnya rileks meski sudah beruasaha. Meskipun si perempuan juga menginginkan penetrasi. Secara alami, otot di dinding vaginanya menolak dan penetrasi tidak bisa dilakukan sama sekali.
Baca juga: Cara Memilih Kondom Berkualitas Bagus dan Aman, Cegah Kehamilan Sekaligus Penyakit Menular Seksual
"Kondisi ini terjadi secara alami tanpa ada sebab yang jelas. Tiba-tiba otot di sekitar vaginanya berkontraksi setiap ada benda asing yang masuk. Bukan karena takut, karena sebenarnya dia juga ingin untuk penetrasi," ujar dr Eighty menguraikan.
Sedangkan vaginismus sekunder, lanjut dr Eighty, bisa muncul karena faktor penyebab pasca melakukan hubungan seksual. Penderita vaginismua sekunder mulanya bisa melakukan penetrasi, namun karena satu dan lain hal menjadi tidak bisa.
Penyebabnya menurut dr Eighty bisa datang dari ketakutan yang muncul pascatrauma atau kejadian tidak menyenangkan yang terjadi di fase sebelumnya.
"Nah karena penyebabnya berbeda, penanganan vaginismus primer dan sekunder ini pun berbeda. Harus diketahui dulu penyebabnya apa, baru dilakukan terapi bersama dokter spesialis. Terkadang spesialis juga membutuhkan bantuan psikiater kalau kasusnya misal vaginismus sekunder," katanya.