Berita Surabaya
3.200 Pasukan Gabungan Bakal Kawal Jalannya Demonstrasi Buruh, Ada Rekayasa Lalu Lintas
Sejumlah 3.200 orang personil gabungan dari TNI-Polri dan Satpol PP disiapkan untuk mengawal jalannya rentetan aksi demonstrasi buruh yang dimulai Kam
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Sejumlah 3.200 orang personil gabungan dari TNI-Polri dan Satpol PP disiapkan untuk mengawal jalannya rentetan aksi demonstrasi buruh yang dimulai Kamis (25/11/2021).
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan, ribuan orang personel gabungan tersebut disiagakan untuk mengawal jalannya aksi demonstrasi buruh.
Demonstrasi yang berlangsung itu menyikapi kebijakan UMK tersebut, kabarnya akan diikuti oleh ribuan orang buruh dari berbagai daerah di Jatim. Di antaranya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Pasuruan, Jember dan Surabaya.
"Para buruh yang bergabung dari berbagai organisasi tersebut dijadwalkan berkumpul di frontage road Jalan Ahmad Yani," ujar Gatot pada awak media Rabu (24/11/2021) malam.
Baca juga: Revolusi PSSI Harga Mati, Gerakan Suporter Dimulai di Tanah Pahlawan
Personil gabungan akan disiagakan di pintu masuk Surabaya, kawasan industri, exit tol dan beberapa lokasi lain yang bakal menjadi titik-titik kumpul masa aksi.
Selain itu, ungkap Gatot, petugas kepolisian dari Satlantas Polrestabes Surabaya juga akan melakukan rekayasa lalu lintas agar tidak mengganggu aktivitas warga Surabaya.
Namun, sebagai anjuran alternatif ruas jalan menghindari potensi kepadatan jalan, warga Surabaya juga diimbau untuk sementara menghindari Jalan Gubernur Suryo, atau Gedung Negara Grahadi.
Baca juga: Meme Poster Lucu Saat Aksi Buruh di Tuban, Sindir Bupati yang Masih Jomblo hingga Harga Chip
Pasalnya, petugas akan melakukan penutupan jalan pada lokasi demo tersebut, sebagai upaya lokalisir mobilitas massa peserta demonstrasi.
"Hal itu dalam rangka pengawalan dan pengamanan, agar aksi unjuk rasa tersebut dapat berjalan dengan aman, tertib dan lancar," pungkas Gatot.
Baca juga: Mengaku Dapat Bisikan Gaib, Pria di Ponorogo Dua Kali Gali Makam Sang Istri yang Telah Meninggal
Sebelumnya, sejumlah federasi buruh yang tergabung dalam Gabungan Aliansi Serikat Pekerja (Gasper) Jawa Timur, melakukan persiapan aksi unjuk rasa besar selama empat hari.
Demonstrasi tersebut direncanakan bakal dimulai Kamis (25/11/2021), kemudian berlanjut pada Jumat (26/11/2021).
Baca juga: DPRD dan Pemkab Buka Suara Terkait Aksi Buruh yang Tolak Kenaikan UMK Tuban 2022 Rp 6.990
Lalu, dilanjutkan kembali pada Senin (29/11/2021) hingga Selasa (30/11/2021).
Demonstrasi tersebut merupakan bentuk representasi sikap kekecewaan pekerja Jatim, terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten Kota (UMK) di Jatim, tahun 2022.
Juru Bicara Gasper Jatim Jazuli, mengatakan, unjuk rasa itu akan menyasar dua titik di Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Gedung Negara Grahadi.
"Kami akan menuntut kebijakan pemerintah menetapkan upah seadil adilnya, tidak menetapkan upah secara sepihak, tanpa memperhitungkan atau mempertimbangkan apa yang menjadi usulan kami," ujarnya dalam konferensi pers di Sidoarjo, Rabu (24/11/2021).
Ia menambahkan, pihaknya sebelumnya sudah melakukan diskusi dengan gubernur yang difasilitasi oleh Kapolda dan Pangdam.
Hal tersebut membuktikan buruh bukan hanya gemar aksi atau senang demonstrasi.
Tapi, jikalau memang setiap agenda pertemuan atau audiensi tidak ada titik temu, ungkap Jazuli, maka aksi jadi pilihan terakhir.
"Kenaikan 13 persen didasarkan pada aturan. Pertama memang undang undang menjelaskan kenaikan upah buruh didasarkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi," jelasnya.
"Dari tahun 2021 kenaikan 7,01 persen dan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 sekitar 5 persen, artinya mencapai 13 persen. Sementara pemerintah menaikan 1 persen, ini tidak adil karena yang digunakan pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi tahun-tahun sebelumnya. Jadi tidak bisa digunakan untuk kebutuhan hidup pada tahun depan," lanjutnya.
Menurutnya, gubernur jelas tunduk pada peraturan pemerintah pusat. Padahal secara realitas, kalau dirupiahkan menjadi Rp 700 perak. Baginya, tidak setara dengan jam kerja buruh selama 45 jam selama satu minggu.
"Sebagai pemimpin yang baik wajib memperhatikan aspirasi masyarakat bukan hanya kepada perintah atasan," pungkas Jazuli.