Berita Banyuwangi
Kreatif, Siswi SMP di Banyuwangi Buat Wastafel Sensor dari Bahan Daur Ulang
Program Merdeka Belajar yang telah dicanangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong siswa dan guru u
Penulis: Haorrahman | Editor: Ndaru Wijayanto
Namun bukan itu tujuan dari pembuatan wastafel sensor ini, melainkan pembelajaran budaya kreativitas dan inovatif pada anak didik.
"Kalau yang buat mahasiswa jurusan teknik mungkin itu biasa. Tapi ini yang membuat adalah anak-anak SMP, tentu ini memiliki nilai lebih," kata guru SMP Maarif Genteng, Harisuddin.
Harisuddin mengatakan bahwa karya inovasi siswi ini tidak lepas dari metode pembelajaran merdeka belajar, yang membuat anak-anak mendapat kebebasan untuk belajar.
Sebagai bentuk apresiasi, wastafel sensor buatan anak-anak SMP ini diletakaan di gerbang sekolah, sehingga bisa dimanfaatkan dan mendorong siswa lainnya untuk meningkatkan kreativitas mereka.
Pemkab Banyuwangi sendiri terus mengembangkan Program Merdeka Belajar. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memotivasi sekolah yang mengadaptasi program tersebut dengan menggelar Festival Merdeka Belajar (FMB), pada akhir Desember 2021 lalu.
Dalam festival tersebut dilakukan serangkaian pendampingan dan monitoring terhadap program merdeka belajar yang bertujuan menciptakan suasana belajar yang bahagia, merdeka dalam berpikir dan berekspresi bagi siswa maupun para guru.
"Program Merdeka Belajar ini merupakan program yang strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Bagaimana pendidikan kita semakin inklusif dan tidak sekadar terkungkung pada formalitas birokratis," ungkap Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani.
Dengan konsep Merdeka Belajar, lanjut Ipuk, para siswa dan guru dapat menyesuaikan diri dengan situasi pandemi. Kegiatan belajar mengajar tetap dapat berlangsung melalui berbagai alternatif yang memadai, dengan memanfaatkan media teknologi.
“Menggunakan teknologi, kegiatan pembelajaran akan semakin mudah. Belajar tidak harus di sekolah, namun bisa dilakukan di mana saja. Mungkin di taman, di café, atau tempat lainnya yang membuat siswa merasa nyaman dan senang menerima pelajaran,” kata Ipuk.
Ipuk juga meminta para guru agar mampu menyesuaikan diri dengan penggunaan teknologi sebagai perangkat mengajarnya.
“Guru pun juga demikian. Bisa mengajar dari mana saja. Misalnya saat sedang berada di luar daerah, guru tetap bisa memberikan pelajaran kepada siswanya. Jadi tidak ada alasan lagi siswa tidak mendapat pelajaran karena gurunya sedang ada kepentingan,” imbuh Ipuk.