Berita Probolinggo
Puncak Yadnya Kasada, Masyarakat Tengger Gelar Ritual Larung Sesaji di Kawah Gunung Bromo
Pada puncak perayaan Yadnya Kasada, masyarakat Tengger melakukan ritual larung sesaji di kawah Gunung Bromo.
Penulis: Danendra Kusuma | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Danendra Kusuma
TRIBUNJATIM.COM, PROBOLINGGO - Pada puncak perayaan Yadnya Kasada, masyarakat Tengger melakukan ritual larung sesaji di kawah Gunung Bromo.
Mereka mulai menaiki anak tangga Gunung Bromo sembari memikul ongkek berisi aneka hasil bumi maupun hewan ternak, seperti ayam dan anak kambing untuk dilarung pada Kamis (16/6/2022) sekitar pukul 04.00 WIB. Pendaran cahaya obor menerangi setiap langkah mereka.
Sesampainya di puncak, mereka secara bergantian melarung sesaji.
Kabut tebal dan suhu dingin puncak Gunung Bromo mengiringi jalannya ritual itu.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto mengatakan, pelaksanaan larung sesaji di kawah Gunung Bromo dilaksanakan sebagai wujud ungkapan rasa syukur dan penghormatan untuk para leluhur, karena telah memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Tengger.
Sebelum melaksanakan larung sesaju, masyarakat Tengger menggelar doa di Pura Luhur Poten yang berada di kaki Gunung Bromo.
Dipimpin Ketua Paruman Dukun Pandita, masyarakat Tengger merapalkan doa dengan khusyuk.
Dukun Pandita juga membacakan sejarah Kasada.
"Mengingat dari sejarah Raden Brata Kusuma, salah satu pesannya, meminta dikirimkan sebagian hasil bumi setiap purnama bulan Kasada. Sehingga, umat Hindu di Tengger membawa hasil bumi untuk dilabuhkan (larung) ke kawah Bromo. Ini sebuah kewajiban," katanya.
Sejarah singkat Kasada, berawal dari pertemuan petapa atau pemuda Gunung Bromo bernama Jaka Seger bertemu dengan Roro Anteng. Mereka pun menikah. Dalam perjalanannya, bertahun-tahun, mereka tak dikaruniai anak.
Karena hal itu, Jaka Seger mengucap doa dan janji di kawah Bromo.
Dalam ucapannya, dia akan memberikan salah satu anaknya sebagai sesaji bila ia diberikan 25 anak.
Selanjutnya, keinginan memiliki 25 anak terkabul. Itu pertanda Jaka Seger harus menepati janjinya.
Seorang anaknya, Raden Brata Kusuma menawarkan diri untuk berkorban demi keselamatan desa. Dia lantas melabuhkan diri ke kawah Bromo.