Tragedi Arema vs Persebaya
Bek Arema Akhirnya Kuak Momen Ngeri Kericuhan Kanjuruhan, 5 Jam di Kamar Ganti: Koridor Penuh Darah
Bek Arema FC, Sergio Silva mengungkapkan momen ngeri kala ia dan pemain lainnya berada di dalam ruang ganti Stadion Kanjuruhan saat kericuhan terjadi.
Penulis: Elma Gloria Stevani | Editor: Arie Noer Rachmawati
TRIBUNJATIM.COM - Indonesia tengah berduka imbas Tragedi Kanjuruhan Malang.
Bentrok dan kerusuhan pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya dalam laga kompetisi Liga 1 telah memakan ratusan korban jiwa, tak terkecuali anak-anak.
Diketahui, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur terjadi akibat kekalahan Arema FC melawan Persebaya dengan skor 2-3.
Suporter Arema FC pun memasuki lapangan seusai tim mereka kalah.
Polisi kemudian merespons dengan menembakkan gas air mata.
Kondisi itu membuat seluruh penonton di tribun panik, sesak napas, pingsan dan terinjak-injak.
Baca juga: Murka Jokowi Atas Tragedi di Kanjuruhan: Polisi Usut Tuntas, PSSI Putuskan Hentikan Liga 1 Sepekan
Tragedi Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022) bahkan diklaim sebagai tragedi sepakbola terparah di Indonesia.
Sebelumnya dilaporkan 129 orang tewas akibat tragedi ini.
Kini, BPPD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) melaporkan adanya kenaikan data korban jiwa.
Korban tewas imbas tragedi Kanjuruhan dilaporkan bertambah menjadi 174 orang.
Hal demikian disampaikan langsung oleh Emil Dardak sebagai Wakil Gubernur Jawa Timur pada Minggu (2/10/2022) pukul 10.30 WIB.
"Data BPPD Jatim pada pukul 10.30 tadi memang demikian, 174 korban meninggal," kata Emil Dardak kepada Kompas TV, Minggu (2/10/2022).
Baca juga: 129 Orang Tewas, Peraturan FIFA Tidak Gunakan Gas Air Mata Dilanggar di Stadion Kanjuruhan Malang

Sementara itu, dari 174 korban, 17 di antaranya dilaporkan adalah anak-anak dan dan tujuh anak mengalami luka-luka.
Kabar itu disampaikan Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Iya, ini bersama Dinas PPPA Provinsi dan Kota Malang sedang melacak data anak-anak yang menjadi korban. Data yang masuk, 17 anak meninggal dan tujuh dirawat, tapi kemungkinan bisa bertambah," kata Nahar dilansir TribunJatim.com dari Kompas TV, Minggu (2/10).
"Data yang masuk, 17 anak meninggal dan tujuh dirawat, tapi kemungkinan bisa bertambah," lanjutnya.
Anak-anak yang menjadi korban dalam tragedi ini kebanyakan berusia antara 12 tahun hingga 17 tahun.
Baca juga: Presiden Arema FC: Tidak Ada Sepakbola Seharga Nyawa, Gilang Kuak Jalanan Kota Malang Penuh Ambulans

Pihaknya masih terus memastikan jumlah anak yang meninggal serta korban luka-luka yang memerlukan perawatan fisik dan psikis lanjutan.
Lebih lanjut, Emil Dardak Wakil Gubernur Jatim menerangkan ada 8 rumah sakit rujukan yang kini intens merawat korban tragedi Kanjuruhan.
“Ada delapan rumah sakit yang menjadi rujukan.”
Selain 174 meninggal dunia, 11 orang dilaporkan mengalami luka berat.
Sedangkan, 298 lainnya mengalami luka ringan.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan Tewaskan Ratusan Suporter, PSSI Larang Arema FC Tampil di Kandang di Sisa Musim

Ironisnya, tak semua jenazah teridentifikasi. Emil Dardak menyebut sekitar lebih dari 10 korban jiwa belum teridentifikasi.
Karena itu, aparat setempat telah menyiapkan posko crisis center yang bisa digunakan pihak-pihak yang ingin mencari anggota keluarga mereka.
"RS Saiful Anwar tadi sudah membantu identifikasi. Ada lebih dari 10 korban jiwa yang belum bisa teridentifikasi. Kalau ada keluarga yang mau lapor itu poskonya (crisis center) ada di depan Balai Kota Malang. Kontaknya 112, di BPPD Kota Malang," papar Emil Dardak.
Sementara itu, bek atau pemain belakang Arema FC, Sergio Silva, lantas mengungkapkan momen ngeri kala ia dan pemain lainnya berada di dalam ruang ganti Stadion Kanjuruhan saat kericuhan terjadi.
Pemain asal Portugal tersebut mengungkapkan kejadian yang dialaminya seusai laga Arema FC vs Persebaya.
Baca juga: Sanksi Berat Menanti Arema FC Pasca Meletusnya Tragedi Horor di Kanjuruhan: Dilarang Jadi Tuan Rumah

Menurut Sergio Silva, para pemain Arema FC memilih masuk ke ruang ganti seusai para suporter mulai banyak masuk ke lapangan.
Padahal para pemain Arema FC sebenarnya berencana untuk berjalan di sekitar stadion untuk memberikan penghormatan kepada para suporter mereka.
"Meski kalah, kami (berencana) akan berjalan-jalan di sekitar stadion untuk menghormati para suporter. Langkah itu terhenti di tengah lapangan," beber Sergio Silva.
"Kami melihat indikasi beberapa suporter (masuk) ke lapangan. Saya pikir banyak yang datang untuk memberi dukungan dan bukan untuk menyerang. Tetapi lebih baik pergi ke ruang ganti."
Setelah masuk ke ruang ganti, para pemain Arema FC tidak tahu banyak tentang kondisi yang terjadi di luar.
Baca juga: Gercep, Manajemen Arema FC Siapkan Crisis Center dan Santunan untuk Korban Tragedi Kanjuruhan
Mereka juga tidak merasa benar-benar aman di dalam ruang ganti tersebut.
"Kami menghabiskan empat atau lima jam di ruang ganti, dijaga dengan meja dan kursi yang menahan pintu," terangnya.
Lebih lanjut, Sergio Silva mengungkapkan kerabat dari salah satu ofisial Arema FC turut meninggal dunia dalam tragedi tersebut.
Ia membeberkan momen mengerikan yang terjadi di stadion tersebut.
"Semua orang yang tewas dan terluka dievakuasi. Beberapa orang meninggal di dekat pemandian. Kami juga tahu kerabat salah satu asisten kami meninggal," katanya.
"Saya hanya bisa menyebutkan skenario mengerikan, kehancuran, perang, mobil polisi terbakar, semuanya rusak, koridor penuh dengan darah, sepatu orang-orang. Tidak ada hubungannya dengan sepak bola."
Baca juga: TERUNGKAP, Laga Arema FC Vs Persebaya Sudah Diusulkan Digelar Sore, tapi Ditolak
Berita seputar Tragedi Arema vs Persebaya lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com