Tragedi Arema vs Persebaya
Pilunya Ibu di Malang, Suami dan Balitanya Tewas Tergencet Suporter yang Takut Gas Air Mata
Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang bak kiamat bagi keluarga kecil Elmiati (33) warga Blimbing, Malang.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA-Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang bak kiamat bagi keluarga kecil Elmiati (33) warga Blimbing, Malang. Suami dan anaknya yang masih balita, tewas tergencet kerumunan massa suporter, di malam kelabu itu.
Air mata ibu dua anak itu, sepertinya telah mengering, karena terlalu sering terkuras duka, hampir setiap saat.
Mengenang kembali petaka pada dua hari lalu, yang terjadi pada Sabtu (1/10/2022) itu, untuk kesekian kali, kini ia hanya bisa melamun dan menatap kosong ke arah lain.
Elmiati tak menyangka, di malam itu, sang suami, Rudi Harianto, dan anak bungsunya M Firdi Prayogo (3), bakal tewas terhimpit kerumunan suporter yang panik karena upaya pembubaran massa dari aparat menggunakan pelontar gas air mata.
Seingatnya, insiden kerusuhan tersebut, terjadi seusai peluit panjang pertandingan dibunyikan, sekitar pukul 22.00 WIB.
Para pemain kedua belah pihak kesebelasan yang berlaga bergegas memasuki pintu utama ruang ganti stadion.
Di momen itu, sejumlah penonton yang berupaya menaiki pagar pembatas tribun, berhasil merangsek masuk menyusuri tengah lapangan pertandingan.
Baca juga: Sosok Bripka Andik Purwanto dan Briptu Fajar Yoyok, 2 Polisi yang Meninggal dalam Tragedi Kanjuruhan
Psikologis massa suporter yang saat itu kecewa dengan kekalahan tersebut, mendadak makin keruh.
Ratusan aparat yang semula bersiaga di sudut-sudut area stadion, mulai menyebar dan mengejar setiap suporter yang terpantau berlarian.
Entah dari mana asalnya, beberapa selongsong gas air mata beterbangan ke arah area tribun 13. Tribun yang menjadi tempat Elmiati, bersama suami yang sedang mendekap sang anak balita dalam gendongan, menonton laga Derbi Jatim tersebut.
"(Lontaran bola gas air mata) iya ke arah tribun. Lontaran itu masuk ke kerumunan penonton. Suami saya mengajak pulang; ayo pulang aja selak adik keno gas (keburu anak terkena gas). Posisi itu sudah ricuh," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com di kediamannya, kawasan Blimbing, Malang, Senin (3/10/2022)
Keluarga kecil itu berjalan menyusuri tangga tribun yang juga menjadi tempat mereka semula masuk ununtuk menonton.
Kepanikan karena gas air mata tersebut, membuat semua orang di atas tribun 13 itu, memiliki pikiran yang sama dengan Elmiati dan sang suami. Yakni memanfaatkan tangga tribun tersebut untuk keluar menghindari kepungan gas air mata.
Ternyata, di tangga tersebut, terdapat ratusan orang yang berjejal. Nahas, Elmiati, suami dan balita mereka, terlanjur merangsek ke dalam tangga karena terdorong oleh ratusan orang lainnya di belakang mereka.
"Posisi saya ada di pinggir di tangga pegangan biru-biru itu. Suami saya berada di dekat pintu gerbang. Suami saya berada di baris kedua dekat pintu gerbang (yang tertutup)," ungkapnya.
Lantaran terus terdesak merangsek masuk ke dalam tumpukan orang. Elmiati yang semula berdiri di belakang suami, mengaku, tiba-tiba kehilangan sosok suami dari pandangan matanya.
Entah di mana keberadaan sang pujaan hatinya itu dan sang anak. Apakah sudah berhasil keluar menyelamatkan diri, ataukan malah tewas terinjak kerumunan.
Tubuhnya juga tergencet di antara tumpukan tubuh penonton. Pada momen serba pelik nan putus asa itu, Elmiati mengaku sempat merasa bahwa di situlah ajalnya akan tiba.
"Saya juga sudah pasrah kalau nanti ikut meninggal, saya meninggal dengan suami dan anak saya, pikiran saya cuma begitu," gumamnya, kala itu, sembari mengenang.
Apalagi di tengah himpitan ratusan tubuh merangsek segala sisi tubuhnya. Elmiati melihat langsung dengan mata kepala sendiri, kengerian itu.
Wajah-wajah para suporter yang semula melihat pertandingan sepak bola di atas tribun bersamanya itu, berteriak, merintih kesakitan meminta bantuan pertolongan, hingga terkapar sekarat tak berdaya dengan mulut mengeluarkan busa.
"Itu (orang-orang) masih teriak-teriak. Ada yang keluar busa. Ada yang sekarat. Saya lihat sendiri," ungkapnya.
Entah dari manah datangnya, laiknya malaikat penolong. Tubuh Elmiati tiba-tiba ditarik oleh orang lain agar terhindar dari desakan kerumunan tersebut, untuk kembali mencari area lapangan yakni di atas tribun.
Tak seperti beberapa menit sebelumnya. Area tribun tersebut kini bebas dari asap gas air mata. Hujan gerimis yang menghujani stadion tersebut, menghilangkan.
"Ternyata, ada yang menolong saya. Saya diajak ke atas tribun lagi. (Gas air mata hilang) bukan karena angin, tapi karena hujan," terangnya.
"Saya dirawat saudara saya. Saya diminta istirahat dan saudara saya itu pergi cari suami dan anak saya," tambahnya.
Berbekal dokumentasi foto wajah sang anak dan sang suami, dalam memori kamera ponselnya. Elmiati mengaku, berhasil menemukan keberadaan sang anak, sekitar pukul 01.00 WIB, atau tiga jam seusai kerusuhan tersebut.
Foto tersebut dicocokkan oleh beberapa orang saudaranya yang berusaha membantu mencari keberadaan sang suami dan anaknya.
Ternyata, wajah imut nan tampan dari buah hatinya itu, telah terbujur kaku di dalam kantung mayat yang teronggok di salah satu lorong kamar mayat RSUD Kanjuruhan Malang.
Sedangkan, sejam kemudian, jasad sang suami ternyata berhasil ditemukan di kamar mayat RS Wava. Kedua jasad orang tercinta Elmiati itu, akhirnya dibawa ke rumah duka Jalan Sumpil Gang 2, Purwodadi, Blimbing, Malang, sebelum adzan petanda Salat Subuh berkumandang.
Elmiati merasa, dirinya tidak memiliki firasat yang menandai adanya insiden nahas tersebut. Hanya saja, sekitar dua pekan sebelum insiden tersebut terjadi. Sang suami sempat mengaku kepadanya, bermimpi kalau rambutnya terpotong.
Namanya juga bunga tidur. Cerita bagaimana rambut sang suami bisa terpotong dalam penggalan mimpi itu, juga tak terlalu jelas.
Hanya saja, ungkap Elmiati, semenjak sang suami menceritakan pengalaman aneh tentang mimpinya itu, perilaku sang suami dirasa belakangan berubah. Seperti merasa resah dan takut.
"Rambutnya sudah dipotong. 'Ma aku kok mimpi rambutku aku potong yo' sembari istigfar.
Dan (belakangan) terlihat resah, enggak seperti biasanya, habis mimpi itu," jelasnya.
Menonton sepak bola di dalam stadion, kini menjadi kengerian tersendiri bagi Elmiati, sejak peristiwa yang membuatnya kehilangan nafsu makan sejak dua hari lalu.
Trauma mendalam, tentu itu yang dirasanya kini. Apalagi, sebenarnya sang suami dan dirinya juga bukan pegiat sepak bola.
Malam kelabu itu, merupakan pertandingan kedua yang ditontonnya bersama sang suami dan sang buah hati, kurun setahun ini.
Hanya sebatas sebagai hiburan dikala senggang mengisi momen liburan. Dan terpenting, lanjut Elmiati, tujuannya menyenangkan hati si kecil anak bungsu yang gemar dengan olahraga mengocek si kulit bundar itu.
"Baru 2 kali ini nonton sepak bola. Kurun setahun. Sebenarnya suami saya engga terlalu fanatik, hanya saja, pingin cari hiburan biar gak bosen. Yang suka sepak bola, anak saya yang kecil," ujar perempuan berkerudung itu.
Elmiati tak ingin muluk-muluk. Dari insiden tersebut, ia hanya meminta agar sejumlah pihak dan stakeholder terkait, mengevaluasi sistem pengamanan di dalam stadion.
Terkait polemik penyebab kematian ratusan suporter yang diduga karena kekeliruan aparat dalam melontarkan gas air mata ke arah tribun.
Elmiati mengaku, dirinya sudah tak peduli dengan hal tersebut. Apakah bakal diusut atau tidak. Ia memilih pasrah.
"Kenapa yang ricuh di lapangan. Tapi kok yang kena gas air mata yang ditribun juga ikut ditembak, karena ada anak kecil. Dan memperketat lagi proses pengamanannya. Terserah, pasrah (soal penyelidikan) agar tidak terjadi masalah lagi," pungkasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com