Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Tragedi Arema vs Persebaya

Belum Ada Petinggi Polri Jadi Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Aksi Sujud Disorot: Maaf pada Siapa?

Mengapa hingga kini belum ada petinggi Polri jadi tersangka tragedi Kanjuruhan? Aksi sujud maaf disoroti.

Penulis: Alga | Editor: Sudarma Adi
Tribun Jatim Network/Purwanto
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) tengah melakukan investigasi terkait tragedi Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, Jumat (7/10/2022). 

Lebih lanjut Bambang menyebut, belum adanya penunjukkan pihak yang paling bertanggung jawab akan menambah preseden buruk bagi institusi Polri.

Polri bisa dinilai gagal melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, seperti amanat UU Nomor 2 Tahun 2002.

"Akibatnya akan jadi preseden buruk."

"Bahwa Polri di bawah Jenderal Listyo Sigit ini memang gagal sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat," jelasnya.

Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Budi Hermanto, bersama anggota lainnya, tiba-tiba bersimpuh dan bersujud massal untuk menghormati para korban dari tragedi Kanjuruhan(Dok Humas Polresta Malang Kota)
Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Budi Hermanto, bersama anggota lainnya, tiba-tiba bersimpuh dan bersujud massal untuk menghormati para korban dari tragedi Kanjuruhan(Dok Humas Polresta Malang Kota)

Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari meminta Polri berhenti berdalih soal gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan.

Ia menilai, gas air mata memang menjadi pemicu kepanikan massal yang mengakibatkan penonton berdesakan hingga akhirnya meninggal dunia.

"Lebih baik Polri mengakui bahwa gas air mata adalah pemicu dan penyebab jatuhnya korban," tutur Taufik ke wartawan, Rabu (12/10/2022).

Ia menegaskan, tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata dalam peristiwa pada Sabtu (1/10/2022), harus diusut tuntas melalui jalur pidana.

"Penggunaan gas air mata oleh personel aparat dalam stadium adalah kesalahan yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," sebutnya.

Taufik menyatakan, gas air mata digunakan untuk membubarkan massa, bukan untuk melumpuhkan atau meredakan kerusuhan.

Maka pihak kepolisian mestinya mempertimbangkan penggunaannya, apalagi dalam situasi ribuan penonton berdesak-desakan.

"Gas air mata tidak dapat pula digunakan pada kerumunan yang tidak dapat berpencar karena akses membubarkan diri yang terbatas," ujarnya.

"Pemahaman dasar ini yang harus dimiliki oleh personel Polri, terlebih yang ditugaskan mengendalikan massa," sambungnya.

Ia menduga ada kelalaian yang dilakukan anggota Polri dalam pemakaian gas air mata di Stadion Kanjuruhan.

Oleh karena itu, para pihak yang berperan sebagai pemberi perintah sampai pelaksana harus dikenai sanksi pidana.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved