Berita Surabaya
Eloknya Motif Batik Suro dan Boyo Buatan UMKM Kota Pahlawan, Menawan Dikenakan Para Duta Wisata
Motif batik khas Surabaya karya UMKM tampil melenggang dibawakan para duta wisata Cak dan Ning Surabaya 2022.
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Nur Ika Anisa
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Motif batik khas Surabaya karya UMKM tampil melenggang dibawakan para duta wisata Cak dan Ning Surabaya 2022. Upaya mengenalkan batik khas Surabaya tersebut ditampilkan oleh 15 pasang finalis.
Satu di antaranya, Batik Wistara yang digunakan oleh tujuh pasang finalis. Mereka tak hanya membawa kain batik namun juga mengenakan busana batik UMKM tersebut.
“Kemarin anak-anak menggunakan batik wistara kombinasi, ada lurik, motifnya abstrak,” kata Yosie Ernani Novalita selaku team kreatif Batik Wistara melalui telepon.
Yosie mengatakan, setiap busana yang dikenakan memiliki ciri khas logo Suro dan Boyo. Hal itu memperlihatkan kekhasan batik Suroboyo. Motif logo tersebut bisa dipadukan dengan motif abstrak khas masing-masing UMKM.
“Anjuran dari Pak Wali (Eri Cahyadi) untuk ada ciri khas Surabaya,” katanya.
Selain motif abstrak, Yosie juga menyebut ada motif daun semanggi kombinasi lurik dan kombinasi parang.
Warna yang dipilih pun beragam dan cenderung cerah. Misalnya biru dengan motif center merah, tosca kombinasi ungu, hijau dan kuning, cokelat dan merah.
“Kami sengaja cari warna yang terang itu ciri khas warna menyala dengan motif abstrak. Kami juga memikirkan konsep busana yang sesuai dengan acaranya, jadi dibikin mewah, cerah dan tetap nyaman. Untuk anak muda cocok, semua kalangan masih masuk,” katanya.
Baca juga: 6 Motif Batik Khas Surabaya Akhirnya Tuntas Dipatenkan, BCL hingga Kunto Aji Bakal Ikut Promosi
Potongan busana yang dikenakan beragam, mulai dari blazer, tunik, blouse untuk finalis Ning Suroboyo dan kemeja untuk finalis Cak Suroboyo.
Yosie mengaku, pembuatan busana untuk Cak dan Ning 2022 ini cukup mendadak. Hanya butuh satu minggu untuk mengerjakan 14 baju. Satu baju diakui butuh waktu dua hingga tiga jam.
“Cuma tujuh hari kami menyiapkan itu, kalau bahan sudah ada tapi untuk membuat busana cukup mendadak satu minggu,” katanya.
Berbeda dengan rumah batik lainnya di Surabaya, industri batik yang ada di Jalan Medokan Ayu Surabaya ini memberdayakan difabel untuk berkarya. Tidak hanya menjahit, para difabel turut membuat motif dan membatik.
“Teman-teman disabilitas yang mengerjakan dan kebetulan kemarin yang memakai baju Wistara menang semua, salah satunya Cak dan Ning Surabaya,” simpulnya.
Sebelumnya, 15 pasang finalis yang telah melalui serangkaian proses panjang, ikut mengenalkan motif batik khas Surabaya karya desainer dan UMKM di Kota Pahlawan besutan dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Surabaya.