Berita Lifestyle
Eudia Isabelle : Terpaksa jadi Terbiasa, Terbiasa jadi Profesional
Perjalanan menemukan passion yang akhirnya menyenangkan untuk ditekuni tidak lah mudah. Berawal dari paksaan, kini Eudia Isabelle malah menjadikan dun
Penulis: Nur Ika Anisa | Editor: Ndaru Wijayanto
Tidak hanya pengalaman sebagai model, postur tubuh dan bakat dalam catwalk melainkan pengetahuan dan pengalaman pada aktivitas sosial maupun isu perempuan dan anak.
“Kalau ada jalannya, pengen yang nasional,” singkatnya. Advokasi lebih ke sesuatu yang kita gaungkan” ungkapnya.
Hidup Harus Jadi Garam, Bermanfaat Untuk yang Lain
Meski memiliki rentetan pengalaman di kompetisi serupa, Eudia mengaku memulai sekolah model bukan lah gampang. Terlebih lembaga yang dia kembangkan diperuntukan khusus untuk anak-anak.
Meski pengalaman di berbagai kompetisi model hingga pulang sebagai finalis Miss Indonesia, Eudia memulai sekolah model tersebut dengan menawarkan jasanya ke pengunjung-pengunjung mall.
Ia tak malu harus mendatangi pengunjung dan sempat beberapa kali menerima penolakan. Lagi-lagi Up and Down dialaminya dalam merintis passion sebagai model. Berawal dari satu hingga saat ini berjumlah ratusan anak sudah bergabung di Twins Model.
“Awalnya saya ingin membagikan ilmu yang saya miliki di dunia model. Apalagi sejak sering jadi juri fashion show anak, jadi senang sama anak-anak. Sekarang 7 jalan ke 8 tahun sudah banyak waiting list. Mereka rela nunggu,” katanya.
Namanya memang sekolah model. Namun, Twins Model yang didirikan Eudia tidak melulu berorientasi untuk mencetak model profesional melenggak-lenggok di catwalk.
Menurutnya, ilmu model yang diterapkan bisa membentuk kepribadian anak. Oleh karenanya, lembaga pendidikan yang didirikan pada 2015 ini juga bisa disebut sekolah pendidikan.
“Tidak cuma catwalk tapi juga belajar pembekalan publik speaking tapi juga attitude dan manner,” katanya.
Pembelajaran yang diterapkan tidak kaku. Sebab, menurut Eudia metode pembelajaran yang diterapkan tidak hanya menjadikan anak sebagai model tetapi membangun kepercayaan diri mereka. Salah satunya catwalk sebagai jembatan membentuk keberanian dan percaya diri untuk tampil di depan umum.
Untuk itu, anak-anak yang rata-rata berusia tiga hingga belasan tahun ini diajarkan tentang karakter yang baik. Misalnya, anak yang semula pemalu atau sulit fokus.
Susah-susah gampang mengajarkan anak-anak. Karena kecintaannya pada anak-anak, ia tidak merasa keberatan. Eudia justru menilai setiap anak memiliki karakter dan keunikan. Metode observasi karakter juga dilakukannya untuk melatih anak-anak.
“Setiap anak itu unik. Misal dia aktif kinestetik, kita tidak bisa berharap dia diam tapi kita paham dia aktif gerak terus tapi menyerap ilmu. Ada yang diam tapi juga menyerap ilmu, fokus dan tidak fokus. Mereka juga jujur jadi bisa dibentuk dan diarahkan,” katanya.
Afirmasi positif tak luput ia berikan kepada anak-anak didiknya. Tidak hanya sebagai penyemangat, kata-kata tersebut dinilai menjadi jurus untuk membersamai anak-anak dalam belajar lebih baik.“Pose! Good Job, you can do it! Very Nice, Thank You Claudia,” ucap Eudia saat mengarahkan anak didiknya pada sesi latihan modelling di area Ciputra World Mall Surabaya.
ISIK Ajak Ibu-Ibu Olah Kain Limbah Hotel Lewat Shibori dan Ecoprint, Membuatnya Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Buka Gerai di Ciputra World Surabaya, Staccato Kenalkan Koleksi Sepatu Tahun Baru Imlek |
![]() |
---|
Arumi Bachsin Tekankan Pentingnya Peran Ayah Dalam Pola Asuh Gen Z |
![]() |
---|
Nastar dan Spikoe Imlek Jadi Hantaran untuk Rayakan Tahun Baru Ular Kayu |
![]() |
---|
Menilik The Unstage Vol 2, Pameran Foto Hitam Putih Dibalik Panggung Fashion Show |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.