Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ngadu ke Hotman Paris, Ibu Heran Penganiaya Anaknya di Ponpes Belum Ditahan, Polda Jateng: Sudah

Ibu santri Ponpes di Sragen yang tewas dianiaya mengadu ke Hotman Paris, Polda Jateng akui sudah ditangani.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Instagram/hotmanparisofficial
Ibu santri asal Ngawi yang anaknya meninggal dunia karena dianiaya di Ponpes Sragen, kini menemui Hotman Paris 

TRIBUNJATIM.COM - Hotman Paris beberapa waktu lalu menerima aduan dari seorang ibu yang anaknya meninggal di pesantren daerah Sragen, Jawa Tengah.

Santri asal Ngawi, DWW (15), tersebut meninggal dunia di salah satu pondok pesantren di Masaran, Sragen.

Curhatan sang ibu itu pun viral di media sosial setelah mengadu ke sang pengacara kondang.

Kasus ini pun akhirnya ditanggapi Polda Jateng.

Baca juga: Pengasuh Ponpes di Batang Sering Minta Santriwati Cantik Masuk 1 Ruangan, Dinikahi, 8 Korban Lapor

Melansir Tribunnews.com, kasus yang menimpa siswa SMP tersebut terjadi karena ulah senior-seniornya yang duduk di bangku SMA.

Korban dianiaya karena tidak mengerjakan piket kebersihan kamar.

Kejadian pilu tersebut terjadi pada Sabtu (19/11/2022) yang lalu, sekitar pukul 23.00 WIB.

DWW meninggal dunia dengan dada memerah yang diduga merupakan bekas pukulan atau tendangan yang dilakukan seniornya, inisial MH (17).

MH kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Meski begitu kedua orang tua DWW kini terus mencari keadilan untuk putra semata wayangnya tersebut.

Bahkan keduanya rela jauh-jauh ke Jakarta untuk menemui pengacara kondang Hotman Paris.

Kepada Hotman Paris, sang ibu, Jumasri, menceritakan kronologi sang putra meninggal dunia.

Menurut Jumasri, pelaku penganiayaan, yakni MH, sudah menjalani sidang pertama, namun tidak pernah ditahan.

Tersangka MH hanya menjalani wajib lapor setiap hari Senin dan Kamis.

"Bapak majelis hakim, tolong keadilan untuk anak saya, putra semata wayang saya."

"Dafa meninggal dianiaya, pelakunya adalah MH, sampai sekarang tidak ditahan," ujar Jumasri dalam video yang diunggah di akun Instagram @hotmanparisofficial.

Selain MH, menurut Jumasri ada dua orang lainnya yang menjadi provokator.

Jumasri mempertanyakan, kenapa dua provokator tersebut tidak ditahan.

Padahal jika melihat kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy, ada AGH yang masih berusia 15 tahun tetap ditahan.

"Provokatornya dua orang juga belum diadili, belum ditahan, sampai sekarang belum ditetapkan jadi tersangka."

"Mohon Pak Majelis Hakim keadilan untuk putra semata wayang saya," kata Jumasri pilu sembari menitikkan air mata.

Baca juga: Akal Busuk Pengasuh Ponpes di Batang Asusila ke Santriwati, Pilih yang Cantik & Bikin Ijab Kabul

Sedangkan dalam video di akun @hotmanparisofficial lainnya, Hotman Paris turut memberikan komentar.

Ia meminta kepada Kapolda Jawa Tengah dan Kapolres Sragen untuk memberi atensi khusus terhadap kasus yang dialami DWW tersebut.

Hotman Paris menyebut jika pelaku pidana yang sudah berusia di atas 14 tahun boleh ditahan.

"Salah satu pelakunya berumur 17 tahun, sudah mulai diadili tapi sampai hari ini belum ditahan."

"Padahal menurut UU Sistem Peradilan Anak, anak umur 14 tahun ke atas tahun boleh ditahan," ungkap Hotman Paris menjelaskan.

"Dia adalah orang biasa, Bapak Kapolda Jawa Tengah dan Pak Kapolres, saya yakin Anda berkenan memberikan atensi, khususnya kepada dua provokator untuk ditahan," tambahnya.

Ibu santri asal Ngawi yang anaknya meninggal dunia karena dianiaya di Ponpes Sragen saat menemui Hotman Paris
Ibu santri asal Ngawi yang anaknya meninggal dunia karena dianiaya di Ponpes Sragen saat menemui Hotman Paris (Instagram/hotmanparisofficial)

Menanggapi hal itu, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iqbal Alqudusy mengatakan, perkara tersebut sudah ditangani secara profesional dan prosedural oleh Polres Sragen.

"Agar tidak terjadi misinformasi pada masyarakat, kami jelaskan bahwa perkara tersebut sudah ditangani secara profesional dan prosedural," jelasnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (17/4/2023).

Dia menjelaskan, saat kejadian penganiayaan tersebut, para pelaku masih berusia 16 tahun delapan bulan.

"Berkaitan dengan Pasal 32 ayat 1 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, penahanan anak sebagai upaya terakhir apabila memperoleh jaminan dari orang tuanya atau walinya," lanjutnya.

Selain itu para pelaku juga bersikap kooperatif selama proses penyidikan.

Para pelaku penganiayaan tersebut selalu absen setiap Senin dan Kamis di Polres Sragen.

"Permohonan permintaan tidak ditahan, serta sanggup sewaktu-waktu hadir apabila dibutuhkan dalam proses penyidikan, menjadi alasan subjektif penyidik terhadap pelaku tidak ditahan," imbuhnya.

Dia memastikan, proses penyidikan perkara tetap berjalan sesuai prosedur. Saat ini, perkara tersebut juga sudah dalam tahap persidangan.

"Saat ini perkara dimaksud sudah pada tahap persidangan," kata dia.

Baca juga: Ponpes di Surabaya Diobok-obok Maling, Dua Motor Raib dalam Semalam, Pelaku Terekam CCTV

Sementara itu Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama, melalui Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Wikan Sri Kadiyono mengatakan, perkara tersebut sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Sragen pada 20 Maret 2023 lalu.

AKP Wikan juga membeberkan alasan tersangka tidak ditahan.

"Perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan 20 Maret lalu, terkait tidak ditahan, itu hak dan pertimbangan penyidik," ungkap AKP Wikan menjelaskan.

Lebih lanjut, menurut AKP Wikan, terkait dua orang terduga provokator belum dilakukan penahanan karena belum ada petunjuk dan alat bukti yang cukup.

Namun, pihaknya akan mengikuti proses persidangan, jika terdapat petunjuk, maka bisa diproses lebih lanjut.

"Soal dua orang yang diduga provokator belum ada petunjuk, dan alat bukti yang cukup."

"Tapi proses persidangan tetap dikawal, jika ada petunjuk, dua orang yang diduga provokator bisa diproses".

"Karena sudah dilimpahkan, sudah tahap dua, perkara sudah bukan di Polres Sragen," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved