Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Ponorogo

Solusi Akhir Kasus Pria Ponorogo Tembok Jalan Masih Sulit, 5 Kasus Mirip Bisa Damai, Apa Syaratnya?

Solusi akhir masalah pria Ponorogo tembok jalan warga masih sulit ditemukan, padahal 5 kasus yang mirip bisa damai, apa sebenarnya syarat utamanya?

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TribunJatim.com, TribunJabar.ID, Kompas.com
5 kasus jalan warga ditembok dan konflik bisa berakhir damai, mungkinkah kasus Pria Ponorogo bisa selesai? 

Kasus ini bermula dari berdirinya satu Pos Ronda di tengah jalan sekaligus ujung jalan satu perumahan.

Karena menghalangi, oleh pemilik rumah di ujung perumahan itu, Pos Ronda tersebut kemudian dibongkar dan dialihkan ke pinggir jalan.

Namun para tetangganya malah sewot dan membangun tembok yang menghalangi akses masuk ke rumah yang berada di ujung perumahan tersebut.

Tembok bangunan yang halangi akses jalan warga di Purwakarta
Tembok bangunan yang halangi akses jalan warga di Purwakarta (TribunJabar.ID)

Mendengar ada kasus seperti ini Dedi Mulyadi pun turun tangan.

Pemilik rumah di ujung jalan perumahan itu yang juga memiliki lahan di samping perumahan itu berbesar hati mau menghibahkan lahannya ke Pemda untuk dibuatkan jalan tembus.

Menurut Dedi Mulyadi ini suatu kebaikan yang langka dan harus diapresiasi karena warga jadi memiliki jalan tembus untuk keluar masuk.

Dedi Mulyadi lalu memanggil Ketua RT dan RW setempat.

Mantan Bupati Purwakarta itu lalu menyampaikan itikad baik pemilik rumah yang menghibahkan lahannya ke Pemda untuk dijadikan jalan umum.

Dedi juga mengatakan, nanti jalan yang akan bermanfaat bagi warga itu bakal dibangun oleh Pemda.

Sedangkan Pos Ronda-nya akan diperbaiki dan dilengkapi.

Dedi damaikan warga berkonflik
Dedi damaikan warga berkonflik (YouTube)

"Nanti di Pos Ronda ini saya sediakan televisi, nanti juga akan saya pasang CCTV," kata Dedi Mulyadi.

Dari pembicaraan antara Dedi Mulyadi, Ketua RT, Ketua RW, dan pemilik rumah itu kemudian disepakati tembok yang menghalangi akses masuk ke rumah warga itu untuk dibongkar.

"Malu kasus kayak gini harus ke pengadilan, ini kasus kecil harus bisa diselesaikan sendiri," kata Dedi.

Mereka yang berunding itu akhirnya berpelukan.

Baca juga: Hasil Penyelesaian Pria Ponorogo Tembok Jalan, Bupati dan Pemda Tak Mempan? Warga Pasrah: Tidak Bisa

4. Kasus di Bekasi

Terbaru, kasus penembokan jalan yang dialami Ngadenin menjadi kasus terbaru setelah viral kasus pria Ponorogo.

Lansia tersebut bernama Ngadenin (63), akses rumahnya ditutup tembok hotel setinggi 15 meter.

Baru-baru ini, Ngadenin pun mengajak Kompas.com melihat kondisi rumahnya.

Kini, rumahnya sudah tidak dihuninya sejak aksesnya ditutup tiga tahun lalu.

Sebagai informasi, rumah Ngadenin terletak di jalan Raya Jatiwaringin, RT 003 RW 004, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.

"Waduh temboknya ini tinggi sekali, kurang lebih 15 meter," kata Ngadenin sembari menunjuk tembok menutupi rumahnya.

Di bagian depan, samping, hingga belakang rumah berdiri dinding menjulang yang merupakan bangunan hotel empat lantai.

Penampakan akses rumah Ngadenin yang diisolasi tembok hotel sejak 3 tahun belakangan.
Penampakan akses rumah Ngadenin yang diisolasi tembok hotel sejak 3 tahun belakangan. (Kompas.com)

Adapun satu-satunya akses jalan menuju rumah Ngadenin hanya gorong-gorong atau selokan dengan lebar dua meter.

Itupun, pria 63 tahun tersebut harus melewati jendela rumah tetangganya, Peni, lalu keluar pintu kemudian menuju rumahnya.

"Aksesnya sudah ditutup total, satu-satunya jalan kita melewati got dan harus melewati rumah Bu Peni," kata Ngadenin.

Ngadenin mengaku sudah tinggal di lokasi tersebut sejak 1999 atau 24 tahun lalu.

Semula, dia tinggal tepat di pinggir jalan raya.

"Saya kan tadinya di depan pinggir jalan, saya beli saya bangun (rumah dan warung sate)," kata Ngadenin.

Baca juga: Nasib Lebih Parah dari Warga Ponorogo, Ngadenin 3 Tahun Masuk Rumah Lewat Got, Ditutup Tembok Hotel

Akan tetapi, selang berapa lama kemudian, tetangga Ngadenin yang berjualan ayam bakar menjual lahannya ke pengusaha hotel.

Ngadenin mengaku dipaksa dengan ancaman apabila tidak menjual lahan kepada pengusaha hotel.

"Saya ditakut-takuti kalau enggak mau jual ke dia (pemilik hotel), nanti saya ditakut-takuti akan dikurung, ditutup (akses jalan) akhirnya saya nyerah," tutur Ngadenin.

Hingga saat ini, belum ada penyelesaian lebih lanjut dari kasus yang dialami Ngadenin.

5. Kasus di Pulogadung, Jaktim

Akses jalan Anisa (40) dan keluarga dari rumahnya ke jalan umum, untuk sementara waktu terhambat.

Sebab, tembok sepanjang dua meter berdiri di depan rumahnya di RT 011 RW 010 Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.

Tembok dibangun tepat di depan rumah Anisa.

Hanya ada celah kosong antara tembok dan tiang, sekitar 20 hingga 30 sentimeter.

Itu pun sulit dibuat akses keluar-masuk dari rumah Anisa ke jalan umum.

kasus penembokan di Pulogadung Jakarta Timur
kasus penembokan di Pulogadung Jakarta Timur (Wartakota)

Widya mengaku mendirikan tembok itu karena kesal akan perilaku keluarga Anisa.

Kekesalan itu terakumulasi sejak 2019.

Rumah Widya berada di pojok atau di ujung gang buntu.

Pintu keluar rumahnya kebetulan tepat di samping rumah Anisa.

Widya pernah memperingatkan keluarga Anisa untuk memarkir kendaraan dengan rapi, agar akses keluar-masuk dari rumah Widya tidak terhalang.

Namun, seiring berjalannya waktu, muncul friksi antara keluarga Widya dan Anisa.

"Sebenarnya bukan masalah parkir motor, bukan.

Itu pemicu saja.

Ketika ada akses mau ke rumah kami, mengantar barang, (kami) terganggu.

Kami tegur dengan baik, tetapi kami dapat ucapan yang tidak layak," ujar Widya di lokasi, Rabu (3/8/2022).

Widya mengeklaim, ia sering mendapatkan perkataan kotor dari keluarga Anisa.

 Friksi berkembang hingga Widya memutuskan mendirikan tembok di depan rumah Anisa.

Baca juga: Masak Air Ditinggal Belanja, Rumah Warga Situbondo Terbakar, Tetangga Teriak Liat Kepulan Asap Tebal

Tembok itu, lanjut Widya, masih berada di atas tanahnya.

Orangtua Widya membeli tanah yang ditempati Widya sekarang, sekalian membeli akses jalannya.

Tembok yang didirikan belakangan ini, masih berada di akses jalan tersebut atau berada di atas tanah Widya.

Tanah itu dibeli pada 1978.

Widya mengatakan bahwa dirinya memiliki sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai bukti.

"Masih tanah saya.

Kami sudah memanggil BPN untuk mematok.

Kami minta dipertegas (patokan) pada 2019," kata Widya.

Karena kesal akan perilaku keluarga Anisa, Widya memutuskan membangun tembok itu.

Pendirian tembok, lanjut Widya, sudah diusulkan kepada pihak kelurahan sejak 12 Juli 2020.

Kemudian, tembok sudah berdiri 29 Juli 2022.

"Pas pembangunan tembok, (keluarga Anisa) enggak protes.

Pas sudah berdiri kok protes," kata Widya.

Baca juga: Jasad Wanita Ditemukan Mengapung di Sungai Bengawan Solo Bojonegoro, Begini Ciri-cirinya

Unsur tiga pilar pun turun tangan membantu mediasi kasus ini.

Kedua belah pihak diajak berdiskusi dengan unsur tiga pilar, Rabu siang.

"Kami tiga pilar, dari Polsek Pulogadung, Kecamatan Pulogadung, Koramil Pulogadung, beserta RT dan RW, membantu memediasi," ujar Kepala Unit Intelijen Keamanan (Intelkam) Polsek Pulogadung Iptu Imam Rohadi di lokasi.

Hasil sementara dari mediasi itu, Widya bersedia membongkar sebagian tembok.

"Kami buatkan (surat pernyataan), untuk menjaga komitmen kedua belah pihak, " kata Imam.

Namun, kabar terbaru, mediasi itu urung membuahkan hasil.

Usai meninggalkan lokasi, para wartawan masih terdengar suara keras bernada kekecewaan dari dalam rumah Anisa.

Tak berselang lama, seorang warga sekitar mengatakan bahwa mediasi dilanjutkan di Kantor Kecamatan Pulogadung, Rabu sore.

Hingga saat ini, belum diketahui kelanjutan dari mediasi itu.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved