Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Anaknya Tak Lolos PPDB Zonasi, Ibu Nangis Unjuk Rasa di Sekolah, Ditolak karena Usia? Kasek: Sistem

Viral lagi kasus anak tak lolos PPDB 2023 hingga ibunya unjuk rasa di depan sekolah. Si ibu unjuk rasa karena anaknya tersingkir dari PPDB zonasi.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI
Ratunnisa, warga Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat mengatakan anaknya ditolak masuk SD saat mendaftar melalui PPDB jalur zonasi, Jumat (14/7/2023). 

TRIBUNJATIM.COM - Viral lagi kasus anak tak lolos PPDB 2023 hingga ibunya unjuk rasa di depan sekolah.

Si ibu protes karena anaknya tersingkir dari PPDB zonasi.

Ratunnisa (45) nama ibu tersebut, adalah warga Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat.

Ia memilih berunjuk rasa di dekat area SDN Kedaung Kaliangke 14 karena anaknya tersingkir dari sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi.

Padahal, jarak antara rumahnya dengan sekolah hanya 120 meter.

Dia menuturkan, aksi unjuk rasa itu dilakukan pada Rabu (12/7/2023) tepat di hari pertama sekolah.

"Saya menangis bilang 'besok saya mau demo depan sekolah'. Samping tembok itu. Enggak mengganggu, kami bikin surat aksi damai itu saya bikin. Belum surat dikirim, intelkam datang ke sini," kata Ratunnisa saat ditemui di kediamannya, Jumat (14/7/2023), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com.

Kala itu, pihak kepolisian bertanya soal aksi unjuk rasa tersebut.

Ratunnisa mengaku hanya ingin penjelasan mengapa anaknya bisa ditolak bersekolah di SDN Kedaung Kaliangke 14.

Tuntutannya, kata dia, agar anaknya bisa mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.

Baca juga: Anak Pejabat & Pengusaha Ketahuan Pura-pura Miskin, Daftar Sekolah Pakai SKTM saat PPDB: Dicoret

"Kalau memang benar mereka memperjuangkan kami, harusnya kepala sekolah manggil kami (menyampaikan) 'oh iya Pak Dinas ini yang di dekat kami ini enggak diterima kan zonasi, bukan umur begitu.' Harusnya kepala sekolah begitu tindakannya," ungkap Ratunnisa.

Ibu empat anak ini sudah berkirim surat kepada kepada kepala sekolah, Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat, hingga Penjabat Gubernur (Pj) DKI Jakarta Heru Budi Hartono.

Ia mempertanyakan mengapa anaknya tidak lolos PPDB jalur zonasi.

Kepada Ratunnisa, pihak sekolah menyampaikan, anaknya ditolak karena usia.

"(Ditolak karena) umur. Iya umurnya ternyata kalah dengan umur anak lain yang mendaftar," terangnya.

Adapun usia sang anak pada saat mendaftar 7 tahun 5 bulan.

Baca juga: Sosok Kepala SMKN 1 Sale yang Dicopot Ganjar Punya Harta Rp 600 Juta, Niat Asli Minta Infak Terkuak

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK, telah diatur batas usia atau minimal usia calon siswa.

Dalam peraturan tersebut, disebutkan usia masuk SD minimal 6 tahun pada 1 Juli tahun berjalan.

Tak berselang lama, ia bertemu dengan pihak sekolah hingga Kepala Satuan Pelaksana Pendidikan Kecamatan Cengkareng.

Mereka membicarakan penyebab anak Ratunnisa ditolak masuk lewat jalur PPDB zonasi.

Kasatlak Pendidikan Kecamatan Cengkareng menjelaskan bahwa area yang dimaksud zonasi tak hanya mencakup Kedaung Kaliangke saja, melainkan kelurahan lain yang terdekat.

"Terus (ditanyakan) 'kenapa itu jadi usia?'. (Dijawab) 'iya karena ketika daya tampungnya penuh mau enggak mau usia yang dipergunakan'. Analogi yang benar selesaikan dulu anak Kedaung," papar Ratunnisa.

Orangtua yang anaknya tersingkirkan dalam sistem PPDB jalur zonasi di Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat (14/7/2023).
Orangtua yang anaknya tersingkirkan dalam sistem PPDB jalur zonasi di Kedaung Kaliangke, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat (14/7/2023). (KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI)

Ia berkata, anaknya didaftarkan dan lolos seleksi di SDN Kapuk 13 Petang.

Namun, Ratunnisa enggan bila anaknya bersekolah di sana karena jarak yang jauh.

"Mereka menyuruh saya semuanya, ambil dulu (SDN) 13-nya nanti pindah enam bulan kemudian ke (SDN) 14 kalau ada kursi kosong," imbuh dia.

Dihubungi secara terpisah, Kepala SDN Kedaung Kaliangke 14 Retno Salyanah memastikan sekolah tak menolak calon peserta didik tersebut.

"Tidak ada istilah ditolak dari kami. Tetapi itu sistem dari dinas. Siswa yang tertolak sudah diterima di SDN 13 Petang Kapuk," ucap Retno melalui pesan singkat, Sabtu (15/7/2023).

Baca juga: Kebohongan Orangtua Kaya Ngaku Miskin Demi Anak Daftar PPDB Afirmasi, Ada Pejabat, Rumahnya Tingkat

Retno membenarkan anak Ratunnisa dipersilakan untuk bersekolah selama satu semester dahulu di SDN 23 Petang Kapuk.

Setelah itu, anak Ratunnisa bisa dipindahkan ke SDN Kedaung Kaliangke 14.

"Kemarin kami sudah klarifikasi, ada Kasatlak ada tim PPDB dari dinas. Pada intinya sekolah tidak bisa mengubah sistem," tutur dia.

Sementara itu, Staf Tata Usaha SDN Kedaung Kaliangke 14 Agus Trisanto menyampaikan, batas usia minimal untuk mendaftar sekolah dasar 6 tahun.

Namun, pada tahap seleksi, dilakukan berdasarkan usia yang paling tua.

"Setiap tahap pendafataran semua bisa dilihat di ppdb.jakarta.go.id, jadi semua transparan. Hasil seleksi di hari terakhir di tahap zonasi usia terendahnya 7 tahun 6 bulan di SDN Kedaung Kaliangke 14," papar Agus.

Baca juga: Anak Tak Diterima PPDB Zonasi, Orang Tua Nekat Ukur Jarak dari Rumah ke Sekolah Pakai Meteran: Kacau

Sementara itu, permasalahan PPDB akan terus berlanjut apabila pemerintah tidak fokus ke permasalahan mendasar, seperti kesenjangan kualitas dan minimnya jumlah sekolah di perkotaan.

Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriansyah menjelaskan, masalah dalam PPDB jalur zonasi terjadi akibat minimnya sekolah negeri yang terjangkau di suatu kecamatan atau kelurahan.

Bukan hanya soal kualitas yang belum merata, pemberlakuan PPDB zonasi juga terus bermasalah karena sistem ini tidak dibarengi dengan pertambahan jumlah sekolah, khususnya di perkotaan.

Hal ini menjadi beban ganda bagi calon peserta didik dari kalangan masyarakat berpenghasilan rendah karena banyak dari mereka bergeser pindah ke daerah pinggiran kota.

Rata-rata sekolah negeri yang berkualitas ada di pusat kota, sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah tinggal di pinggiran.

"Katakanlah rumah mereka dekat sekolah pun, mereka tetap kalah, karena kuota penerimaan terbatas. Kuota yang terbatas ini melahirkan persaingan yang tidak sehat,” ucap Feriansyah, dilansir dari Kompas.id, Sabtu (15/7/2023).

Menurut Feri, persaingan PPDB zonasi banyak terjadi di tingkat sekolah menengah atas negeri (SMAN) karena jumlahnya yang sedikit, tidak sesuai dengan proporsi jumlah sekolah dasar dan SMP.

Belum lagi, mayoritas SMA dimiliki oleh swasta, bukan pemerintah.

Tidak hanya itu, penerapannya pun dinilai tidak transparan karena verifikasi calon siswa yang dilakukan sistem sulit dipantau oleh masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2021, jumlah SMA di Indonesia tercatat sebesar 13.865 sekolah, dengan 50,24 persen atau sekitar 6,966 sekolah adalah milik swasta.

Dengan ini, kesempatan untuk memperoleh pendidikan semakin terbatas bagi kelompok tertentu. Untuk itu, celah-celah persaingan ini yang harus ditutup.

"Bila tidak mampu membangun sekolah negeri, setidaknya ada mekanisme beasiswa bagi masyarakat tidak mampu untuk menempuh pendidikan di sekolah swasta karena jumlahnya lebih banyak,” tambah Feri.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved