Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

HUT RI ke 78

Makna Kelam di Balik Lomba Makan Kerupuk saat HUT RI, Kisah Awal Mula Ada: Perang dan Tanam Paksa

Ternyata ada makna kelam di balik lomba Makan Kerupuk saat HUT RI yang kerap dijadikan lomba andalan masyarakat Indonesia.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Ilustrasi lomba makan kerupuk saat 17 agustusan di Indonesia 

Rakyat juga masih harus mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan negara.

Kondisi itulah yang menyebabkan rakyat Indonesia hampir tidak punya waktu untuk memeriahkan hari ulang tahun.

Hingga pada 1950-an, saat kondisi politik dan keamanan negara mulai kondusif, digelarlah perlombaan dan acara meriah lain sebagai perayaan HUT RI.

Pengadaan lomba makan kerupuk sendiri bertujuan agar masyarakat tetap ingat akan kondisi memprihatinkan di masa peperangan.

Pasalnya, pada masa penjajahan, kerupuk menjadi makanan yang identik dengan rakyat strata bawah.

Suasana Kemeriahan saat pelaksanaan lomba makan kerupuk yang berlangsung di halaman depan Kemenag Kabupaten Pamekasan, Selasa (11/12/2018).
Suasana Kemeriahan saat pelaksanaan lomba makan kerupuk yang berlangsung di halaman depan Kemenag Kabupaten Pamekasan, Selasa (11/12/2018). (Tribunjatim.com/Kuswanto Ferdian)

Kerupuk, makanan renyah yang terbuat dari tepung, telah lama dikenal masyarakat bahkan sebelum ada negara Indonesia.

Dilansir Tribun Jatim dari laman Indonesiabaik.id via Kompas.com, nama kerupuk sudah disebutkan dalam naskah Jawa kuno sebelum abad ke-10 Masehi.

Makanan pelengkap andalan orang Indonesia ini pun mulai terkenal pada era 1930-an sampai 1940-an.

Kala itu, krisis ekonomi tengah menghantui bangsa Indonesia.

Harga kebutuhan melonjak tinggi dan tak bisa dijangkau oleh kelompok masyarakat menengah ke bawah.

Perang dan kebijakan tanam paksa juga membuat rakyat mau tak mau harus memanfaatkan kerupuk sebagai satu-satunya lauk.

Lomba Makan Kerupuk yang populer di Indonesia
Lomba Makan Kerupuk yang populer di Indonesia (Kompas.com)

Pada masa itu, satu-satunya bahan pangan yang dapat dijangkau masyarakat strata sosial dan ekonomi bawah hanyalah tepung singkong.

Mereka pun mengolahnya, mencetak, menjemur, serta menggoreng tepung singkong hingga menjadi kerupuk untuk dikonsumsi sebagai lauk pendamping nasi.

Tidak ada pilihan lain, rakyat mengonsumsi kerupuk untuk membantu mengusir rasa lapar dan agar tetap bisa hidup.

Kendati demikian, makanan yang dulu identik dengan rakyat bawah ini telah biasa dikonsumsi semua kalangan, bahkan seolah menjadi makanan pendamping wajib bagi masyarakat.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved