Autopsi Jasad Pedagang di Surabaya
Keluarga Korban Kuak Sebab Kuli Pasar di Surabaya Tewas Gegara Dituduh Senggol Payudara: Gak Pinter
Polemik keluarga korban kuli pasar di Surabaya yang tewas dikeroyok karena dituduh senggol payudara terus berlanjut.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA- Polemik keluarga korban kuli pasar di Surabaya yang tewas dikeroyok karena dituduh senggol payudara terus berlanjut.
Pihak keluarga pria berinisial ESP (36) kuli panggul pasar yang tewas dikeroyok tiga orang di Pasar Uka, Benowo, Surabaya, pada Kamis (17/8/2023) kemarin, menolak adanya motif penganiayaan tersebut dipicu aksi pelecehan seksual terhadap istri salah satu tersangka.
Informasinya, korban merupakan bungsu dari lima bersaudara, yang tinggal di Jalan Kendung Gang 11B No 2, Benowo, Surabaya.
Selama ini, dikenal sebagai kuli panggul harian yang kerap dipekerjakan pemilik warung di pasar tersebut, untuk aktivitas serabutan.
Mulai dari angkat dan kirim barang.
Baca juga: Dikeroyok Pedagang Kucur dan Juru Parkir, Kuli Pasar Surabaya Tewas, Berawal dari Senggol Payudara
Mengambil air bersih untuk didistribusikan ke sejumlah kios, bahkan membantu sejumlah pemilik kios berkemas sebelum menutup dagangan.
Bahkan korban juga telah beristri, berinisial E, dengan usia pernikahan empat tahun. Namun, belum dikaruniai buah hati.
Kakak ketiga korban Tri Wiyana (54) menolak bilamana sang adik dituduh melakukan perbuatan melecehkan secara seksual pada tubuh istri dari si tersangka.
Ia lebih meyakini bahwa sang bungsu tidak sengaja menyenggol atau menyentuh bagian tubuh sensitif area payudara dari istri tersangka.
Pasalnya, insiden tersebut, terjadi saat sang adik sedang mengangkat air dalam timba menggunakan kedua tangannya, di depan toilet umum atau ponten.
Sehingga, penyebutan yang tepat atas insiden tak sengaja tersebut, sebagai momen senggolan yang terjadi antara tubuh sang adik dengan tubuh istri tersangka.
Tak pelak, ia menolak keras bila sang adik yang telah tewas dituduh melakukan perbuatan tak senonoh tersebut hingga malah dihakimi secara berlebihan sampai kehilangan nyawa.
"Setelah lama dengar cerita, ada yang dapat cerita, begini. Adik saya bawa ember 2 begini, dia kerjaan di pasar bantu orang-orang pasar untuk ambil air, atau menutup dagangan," ujarnya saat ditemui awak media di sela menyaksikan jalannya autopsi ekshumasi di TPU Kendung, Benowo, Surabaya, Kamis (24/8/2023)
Berdasarkan informasi yang dihimpunnya dari sejumlah saksi di lokasi pasar.
Tri Wiyana menerangkan, konteks kejadian senggolan antara tubuh sang adik dengan istri pelaku, adalah saat sang adik sedang mengambil air menggunakan dua timba yang dipegang menggunakan kedua tangan.
Kebetulan area jalan lorong menuju ke ponten atau toilet umum pasar tersebut, terbilang sempit.
Agar dua orang dewasa dapat berjalan melenggang lancar melintasi keluar dan masuk lorong, biasanya salah satu dari pejalan kaki harus rela memiringkan posisi tubuhnya.
Ia menduga kuat, posisi tubuh sang adik yang besar dengan beban berat membawa air menggunakan dua timba yang terdapat di tangan kanan dan kiri, secara tak sengaja menyenggol tubuh istri pelaku.
"Saat itu, posisi dia bantu orang ambil air, dia itu simpangan di kamar mandi, lalu tersenggol, tapi saya engga tahu siapa saksi yang bilang," katanya.
"Terus ambil air begini. Adik saya bilang begini; aku gak sengojo mbak tapi lek sampean gak terimo tanganku iki lho gepuken (saya tak sengaja mbak, tapi kalau sampeyan tidak terima, ini lho tangan saya pukulen). Itu cerita dari orang yang menyaksikan," tambahnya.
Selain itu, Tri Wiyana juga menolak adanya anggapan dan narasi lain yang sempat menyebutkan bahwa adiknya mengalami gangguan kejiwaan, sebelum akhirnya terlibat insiden pengeroyokan tersebut.
Ia memang mengakui, jika adiknya dulu sempat mendapatkan penanganan kesehatan kejiwaan di sebuah rumah sakit jiwa (RSJ). Namun, gejala gangguan kejiwaan yang dialami adiknya itu, terjadi pada 20 tahun lalu.
Pada saat itu, sang adik juga telah menjalani terapi pengobatan selama dua tahun dengan meminum obat.
Hasilnya, kejiwaan sang adik telah berangsur pulih, dan akhirnya mampu kembali hidup secara adaptif dengan lingkungan sosialnya, hingga kini atau sebelum ajalnya menjemput.
"Makanya saat ada kejadian kemarin, saya mengira adik saya salah. Mungkin (kambuh). Istilahnya dia enggak pinter, kalau diajak ngomong enggak bisa mencerna omongan orang panjang lebar. Tapi kalau disuruh kulakan barang (pasar) dia bisa. Dia bisa kerja. Akhirnya enggak saya obatkan lagi," jelasnya.
Oleh karena itu, Tri Wiyana menolak adanya tuduhan kambuhnya gangguan kejiwaan dari sang adik hingga menyebabkan munculnya perilaku pelecehan seksual sebagai pemicu aksi pengeroyokan tersebut.
Ia meyakini, sang adik mustahil berperilaku tak sopan terhadap para kaum hawa. Karena selama ini, di rumah, sang adik tidak pernah menunjukkan perilaku amoral ditengah kehidupan keluarga besar. Apalagi, sang adik juga telah beristri.
"Enggak ada tuduhan itu. Dibilang masih bisa. Dia biasa main sama keponakan. Tapi kalau sama perempuan, enggak," katanya.
Tri Wiyana berharap, proses autopsi ekshumasi yang dilakukan pihak kepolisian atas jenazah adiknya dapat memperoleh informasi tambahan yang berguna dalam kelancaran penyelidikan kasus tersebut.
Agar jiwa sang adik yang telah meninggal dunia mendapatkan ketenangan di Alam Sana. Sekaligus juga ia berharap agar pihak yang bertanggung jawab atas tewasnya sang adik, dapat mendapatkan ganjaran hukum setimpal.
"Biar adik mendapatkan tempat nyaman. Dan segera mendapatkan keadilan, dan yang bersalah tolong harus dihukum seadil-adilnya," pungkasnya.
Sementara itu, satu orang tersangka telah dilakukan penahanan atas pengeroyokan ESP (36) kuli panggul pasar yang diduga tewas akibat dikeroyok oleh tiga orang di Pasar Uka, Benowo, Surabaya, pada Kamis (17/8/2023) kemarin.
Wakasatreskrim Polrestabes Surabaya Kompol Teguh Setiawan mengatakan, pihaknya telah menetapkan seorang tersangka atas kasus pengeroyokan yang dialami oleh korban ESP.
Tersangka berjenis kelamin laki-laki berinisial SWS. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh Tim Jatanras Satreskrim Polrestabes Surabaya dan Tim Antibandit Polsek Benowo Polrestabes Surabaya, sejumlah saksi menyebutkan tersangka SWS melakukan penganiayaan terhadap korban.
Selain tersangka SWS, lanjut Teguh, pihaknya telah menetapkan dua orang nama lagi yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pengeroyokan tersebut.
Namun, kedua tersangka tersebut, masih dilakukan pengejaran oleh penyidik gabungan Satreskrim Polrestabes Surabaya dan Polsek Benowo Polrestabes Surabaya.
"Sementara ada 3 tersangka. Yang kedua masih kami lakukan pencarian," katanya saat ditemui awak media di sela proses autopsi ekshumasi di TPU Kendung, Benowo, Surabaya, Kamis (24/8/2023).
Mengenai motif para tersangka nekat menganiaya korban. Teguh mengungkapkan, si tersangka yang telah ditangkap mengaku merasa tersinggung dengan korban lantaran korban diduga menyentuh bagian sensitif tubuh istri tersangka, saat berada di dalam pasar.
"Dugaan awal motif, yaitu istri dari pelaku sempat digoda oleh korban. Kemudian di pasar TKP, istrinya melapor kepada pelaku ini. Dan korban dihampiri di pasar, dan dilakukan pengeroyokan," katanya.
Pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap istri tersangka sebagai saksi. Dan didapati sebuah keterangan saksi, bahkan korban yang meninggal dunia; ESP diduga sempat menyentuh bagian sensitif pada tubuh istri tersangka di dalam pasar.
"Sudah dimintai keterangan, sebagai saksi. Memang beberapa saksi sempat melihat bahwa korban ini menggoda dan menyenggol dari istri (pelaku)," pungkasnya.
Kasus serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.
Sebanyak enam pelaku aksi pengeroyokan diamankan Satreskrim Polres Nganjuk.
Ini setelah mereka ditangkap bersama sembilan orang lain dan hanya enam yang menjadi tersangka.
Kasatreskrim Polres Nganjuk, AKP Fatah Meliana menjelaskan, enam pelaku pengeroyokan yang diamankan yakni TS (20), FA (18), TP (30), BR (31), SD (24), dan DH(19) kesemuanya warga Desa Berbek, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk.
"Para pelaku pengeroyokan tersebut kami amankan setelah adanya laporan dari korban," kata Fatah Meliana didampingi Kasi Humas Polres Nganjuk, Minggu (2/7/2023).
Dijelaskan Fatah Meliasa, terjadinya kasus pengeroyokan itu berawal dari saling cekcok dan saling lempar batu di jalan raya Berbek-Sawahan.
Saat para korban hendak pulang, mereka dihadang oleh para pelaku.
Dan terjadilah aksi pengeroyokan kepada korban, MT (21) bersama empat orang temannya.
"Tidak terima, para korban pengeroyokan itupun melaporkan kejadian yang menimpanya tersebut ke Polisi."
"Dan saat itu juga langsung kami lakukan tindaklanjut penyelidikan dan pengamanan para pelaku pengeroyokan," ucap Fatah Meliana.
Memang, diakui Fatah Meliana, dari para pelaku pengeroyokan tersebut ada yang masih berusia anak-anak.
Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada para orang tua untuk lebih mengawasi anak-anaknya agar tidak terlibat aksi-aksi yang merugikanya.
Selain itu, tambah Fatah Meliana, masyarakat untuk lebih tanggap apabila mengeahui akan adanya aksi tawuran atau pengeroyokan di lingkunganya.
Yakni dengan segera menghubungi Polres Nganjuk melalui program Wayahe Lapor Kapolres.
Dan jajaran Polres Nganjuk siap melakukan antisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama.
"Dan kepada para pelaku pengeroyokan dijerar pasal 170 KUHP tentang pengeroyoikan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan," tutur Fatah Meliana.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.