Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Sidoarjo
Emosi Mantan Bupati Sidoarjo Gegara Keterangan 3 Saksi di Sidang, Saiful Illah Melotot: Banyak Lupa
Mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74) terdakwa dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar nyaris naik pitam dengar keterangan 3 saksi.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74) terdakwa dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar nyaris naik pitam mendengar keterangan tiga orang saksi dalam agenda sidang lanjutan, yang berlangsung di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Jumat (22/9/2023) siang.
Pasalnya, tiga orang saksi yang dihadirkan dalam sesi kedua agenda sidang seusai skors jeda Ibadah Salat Jumat, untuk menyampaikan kesaksian di hadapan majelis hakim hingga sore hari, sama sekali tak menyampaikan keterangan yang menguntungkan dirinya,
Dongkolnya lagi, ketiga orang saksi itu, merupakan bekas bawahan atau anak buahnya karena sempat ia tunjuk untuk menjabat pada beberapa posisi kepala dinas atau organisasi perangkat daerah Pemkab Sidoarjo.
Mereka di antaranya, saksi Sri Witarsih eks Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Sidoarjo.
Baca juga: Gaya Santai Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Ngobrol di Kursi Tunggu, Singgung Soal Sidang Molor
Kemudian, saksi Ahmad Zaini, eks Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Sidoarjo, sekarang Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Pemkab Sidoarjo.
Dan, saksi Heri Soesanto, eks Kabag Hukum Pemkab Sidoarjo, namun sekarang Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sidoarjo.
Saiful Ilah tak menyiakan kesempatan yang diberikan majelis hakim untuk menyodorkan pertanyaan hingga tanggapan atas keterangan para saksi yang telah digali oleh JPU dan PH-nya.
Ia menyayangkan, beberapa argumentasi keterangan yang disampaikan oleh para saksi cenderung memberatkan dirinya. Karena, kerap menjawab lupa saat dicecar rentetan pertanyaan krusial dari JPU.
Baca juga: Kepala Dinas Wanita Ini Nangis saat Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Hakim: Jangan Drama
"Kok banyak lupanya pak, kenapa," ujar Saiful Ilah, seraya melototi ketiga orang saksi yang duduk di hadapan majelis hakim.
Namun, saat hakim memberikan kesempatannya untuk menanggapi sejumlah keterangan dari para saksi.
Saiful Ilah sepertinya tak lagi dapat menyembunyikan rasa geramnya, saat dirinya memberikan perhatian lebih untuk meninjau keterangan saksi Ahmad Zaini, yang kala itu, menjabat sebagai Sekda, selama dirinya menjadi bupati.
Menurutnya tanggung jawab untuk melaporkan ke pihak KPK mengenai segala bentuk pemberian penerimaan dalam bentuk barang atau uang kepada bupati, merupakan tugas sekda.
Ia merasa, bahwa lantaran saksi Ahmad Zaini yang tidak menjalankan tugasnya untuk melaporkan pemberian-pemberian tersebut kepada KPK, menjadi sebab dirinya harus kembali diseret-seret ke meja peradilan.
"Saya tidak mengerti. Karena pak sekda tiap bulan itu mesti melaporkan ke KPK. Soal pemberian," keluh Saiful Ilah dengan nada bicara yang terdengar meninggi, melalui alat pengeras suara ruangan sidang.
Rentatan pernyataan yang dicecarkan oleh Saiful Ilah tersebut, sejatinya hendak disambar jawaban oleh saksi Ahmad Zaini, yang merasa hal tersebut bukan menjadi tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi) sebagai sekda.
Baca juga: BREAKING NEWS - Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Terungkap Soal Honor Jutaan Rupiah
Namun, sebelum adu mulut keduanya terjadi, hakim ketua, I Ketut Suarta langsung menengahinya, dengan menyebutkan bahwa letak kesalahan bukan pada sekda, melainkan terdakwa Saiful Ilah, sendiri.
Bahwa, pejabat eksekutif berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang memiliki tanggung jawab penuh untuk melaporkan secara mandiri setiap memperoleh pemberian dari pihak lain.
"Saya tengahi, yang dilaporkan itu, pemberian yang saudara terima. Dilaporkan sejak diterima sampai 6 bulan ke depan," ujar I Ketut Suarta.
Seperti merasa tak puas, Saiful Ilah terus berkilah bahwa seharusnya pengetahuan tersebut disampaikan oleh sekda kepada dirinya, sang bupati, sebagai bentuk bantuan untuk memberikan pemahaman.
"Pak Sek kan memberi saya emas 25 gram, saya enggak ngerti kalau itu gak boleh dan harus dilaporkan, dan saya gak ngerti ada hubungan dengan jabatan," kilah Saiful Ilah.
Kali ini, malah hakim ketua I Ketut Suarta yang nyaris naik pitam. Ia merasa, bahwa terdakwa yang sedang diajaknya berbicara masih belum memahami tugas dan kewajiban seorang pejabat publik tatkala menerima pemberian non-gaji dari pihak lain.
"Bukan seperti itu, bapak yang menerima maka bapak yang wajib melapor. Karena bapak sebagai penerima," tegas I Ketut Suarta.
Masih saja bebal. Saiful Ilah kembali membantah ucapan hakim, bahwa dirinya tidak mengerti sama sekali jikalau setiap pemberian harus dilaporkan kepada KPK.
Termasuk, pemberian hadiah ulang tahun, atau titipan uang dalam bentuk dan tujuan apapun.
"Saya kira Pak Sek yang lapor. Saya tidak ngerti kalau pemberian ultah harus dilaporkan. Saya enggak ngerti," kata Saiful Ilah, terus mencecar tanpa henti.
Merasa jawaban terdakwa yang dihadapinya makin ngelantur dan kolot. Hakim ketua I Gede Suarta kembali memaksa Saiful Ilah untuk mematuhi aturan main persidangan untuk membatasi diri dengan menyodorkan pertanyaan saja.
"Udah udah. Bapak ada pertanyaan lagi," tegas I Ketut Suarta.
Namanya juga berkalang emosi yang terlanjur tersulut. Saiful Ilah tetap bersikukuh bahwa dirinya tidak mengetahui adanya peraturan tersebut.
Dan ia menghendaki bahwa pada saat itu, sekda harus mengingatkannya agar segera melaporkan pemberian tersebut, atau sekalian saja untuk tidak menerima pemberian-pemberian tersebut.
"Jadi hanya itu. Betul-betul saya enggak tahu. Harusnya pak sek yang kasih tahu. Kalau dikasih tahu gak boleh untuk dilaporkan ke KPK. Saya juga takut, gak mungkin saya kelelerkan di rumah," tukas Saiful Ilah.
Dongkolnya lagi, lanjut Saiful Ilah, berbagai pemberian non-gaji tersebut, juga bebarapa diantaranya bersumber dari pemberian pihak OPD termasuk sekda yang bertugas selama dirinya menjabat.
"Seharusnya Pak Sek memberitahu saya. Kok saya diberi terus. Saya kan kaget," kata Saiful Ilah, sembari mengayunkan kedua tangannya.
Tak ingin berkepanjangan perdebatan tersebut. Hakim ketua, I Gede Suarta kembali mengambil alih nahkoda persidangan dengan menarik kesempatan terdakwa Saiful Ilah bersuara dalam agenda sidang kali ini.
Namun, sebelum memungkasi persidangan tersebut. Ia ingin memberikan penjelasan kepada seluruh perangkat persidangan termasuk para audens yang menyaksikan jalannya persidangan.
Bahkan peraturan mengenai kewajiban pejabat publik melaporkan setiap pemberian yang diterimanya dari pihak lain, yang berstatus non-gaji dan tunjangan wajib dilaporkan kepada KPK.
Hal tersebut, dianggap oleh I Gede Suarta, sebab Fiksi Hukum, yang tercatat dalam KUHP. Sehingga, tak dapat dibenarkan perbuatan terdakwa sekalipun ditampik dengan dalih ketidaktahuan.
Dikutip TribunJatim.com dari Openparliament.id, bahwa pengertian Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure).
Artinya, semua orang dianggap tahu hukum. Sehingga, dalam bahasa Latin, dikenal pula adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan.
"Itu aturan sudah disosialisasikan. Itu aturannya sudah jelas dalam UU KUHP. Ini fiksi hukum bagi pejabat negara. Ada lagi yang ditanyakan," pungkas I Ketut Suarta, men-skakmat Saiful Ilah, yang terus menerus berlagak 'playing victim'.
Sementara itu, JPU KPK Dame Maria Silaban mengatakan, perdebatan yang terjadi diantara terdakwa Saiful Ilah dengan para saksi merupakan suatu bentuk kepolosan yang tak seharusnya muncul bagi figur pejabat publik.
Artinya, sebab pejabat publik, Saiful Ilah kala itu, seharusnya sudah memahami bahwa terdapat kewajiban yang otomatis melekat dan mengikat seorang bupati tatkala memperoleh pemberian dari pihak lain.
"Itu kan hal umum, bahwa setiap orang harus mengetahui. Jadi hakim tadi menegaskan hal seperti itu," ujarnya saat ditemui awak media selepas sidang.
Selain ketiga orang saksi yang telah disebutkan. Dame juga memeriksa tiga orang saksi yang berlangsung sebelum Ibadah Salat Jumat.
Mereka, Ali Imron, Eks Kadis Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemkab Sidoarjo. Kemudian, saksi dr Atok eks Dirut RSUD Sidoarjo, sekarang Asisten III Administrasi Umum Setda Kabupaten Sidoarjo. Dan, saksi Nur Rahmawati, Kepala BPKAD Pemkab Sidoarjo.
"Kesimpulannya saksi-saksi mendukung pembuktian JPU dari seluruh dakwaan, dari dana, Rp15 juta, Rp1,5 juta, lelang bandeng, ucapan ultah, dsb kepengurusan yayasan, dan paguyuban segala macam," katanya.
Kemudian, terungkap juga, Dame menerangkan, terdakwa Saiful Ilah menggunakan modus dengan mendirikan Yayasan Deltras untuk melancarkan penerimaan aksi gratifikasi.
Yayasan tersebut dibentuk oleh terdakwa Saiful Ilah sejak 2019. Melalui itu, terdakwa Saiful Ilah disebut mengumpulkan berbagai pemberian uang dari sejumlah pihak yang berkepentingan atas kewenangan dirinya sebagai bupati.
Kini, lanjut Dame, rekening yayasan tersebut telah dibekukan, dan penyidik KPK berhasil menyita sekitar Rp2,6 miliar sebagai barang bukti penerimaan dugaan gratifikasi yang diterima terdakwa Saiful Ilah.
"Untuk hasil-hasil sumbangan yang sudah diterangkan oleh saksi, bahwa ada penerimaan-penerimaan atau sumbangan dari pengusaha, OPD, dan dari segala lapisan di Sidoarjo, dipergunakan untuk kegiatan lelang bandeng. Dan sisanya, disampaikan para saksi, untuk kegiatan sosial," pungkasnya.
Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar.
Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.
Perkara gratisikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta.
Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020.
Kasus Gratifikasi Mantan Bupati Sidoarjo
mantan Bupati Sidoarjo
Saiful Illah
Pemkab Sidoarjo
gratifikasi
Pengadilan Tipikor Surabaya
TribunBreakingNews
Running News
TribunJatim.com
Tribun Jatim
berita terkini Jatim
UPDATE Kasus Gratifikasi Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Sederet Pengusaha Dihadirkan dalam Sidang |
![]() |
---|
Eks Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Nyaris Ngamuk Dengar Kesaksian Saksi, Singgung Jumlah Amplop |
![]() |
---|
Kepala Dinas Wanita Ini Nangis saat Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Hakim: Jangan Drama |
![]() |
---|
Gaya Santai Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Ngobrol di Kursi Tunggu, Singgung Soal Sidang Molor |
![]() |
---|
BREAKING NEWS - Sidang Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, Terungkap Soal Honor Jutaan Rupiah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.