Tren Siswa SD di Situbondo Sayat Tangan
Penyebab Munculnya Tren Siswa SD di Situbondo Sayat Tangan, Psikolog Unej: Mereka Tahu Itu Salah
Psikologi Universitas Jember, Senny Weyara Dienda Saputri, S.Psi. M.A angkat bicara atas insiden 11 murid SD di Situbondo sayat tangan sendiri, usai n
Penulis: Imam Nawawi | Editor: Ndaru Wijayanto
"Jadi tanpa diberi tahu pun, anak-anak sudah bisa memilah dan memilih tayangan yang ada di media sosial, ada manfaatnya atau tidak. Minimal, ini adalah bekal awal bagi anak anak untuk literasi digital," urainya.
Kalau pendampingan orang tua dan tenaga pendidik tidak dilakukan sejak awal. Senny, memprediksi akan membawa dampak buruk yang lebih luas dari pada kasus di Situbondo.
"Karena roll modelnya adalah orang-orang yang ada di tiktok, berupa challenge yang berbahaya, itu yang akan menjadi pola berfikir, dan akan anak-anak lakukan. Kalau sampai dewasa terus seperti ini, mereka mau jadi apa," katanya.
Selain orang tua, kata Sanny, Pemerintah juga harus hadir memberikan pendampingan dan bekerjasama dengan sekolahan. Karena, yang terpapar konten tiktok bukan hanya 11 murid di Situbondo ini saja.
"Tetapi juga anak-anak lain. Sehingga pemerintah harus bekerja sama dengan instasi setempat, sosialisasi bagaimana bijak bermedia sosial. Serta pendampingan konseling terhadap korban juga lebih intensif," kataya.
Cara yang lebih makro lagi, kata dia, Pemerintah juga memasukan kurikulum pembelajaran di sekolah bukan hanya tentang ilmu pengetahuan saja. Tetapi juga bagaimana hidup bermasyarakat.
"Sehingga mengembalikan peran keluarga dalam pendidikan. Jadi tidak dibebankan pada sekolah. Disamping itu orang tua juga dibekali berkomunikasi dengan anak. Serta juga pemahaman konsekuensi hukum dan psikologi setiap informasi hoax. Karena masyarakat kita sedang membutuhkan itu," ulasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.