Berita Magetan
Alasan Mengejutkan 76 Siswa SMP di Magetan Sayat Tangan Sendiri, Dinkes: Bila Dibiarkan Akan Bahaya
Sebanyak 76 siswa di salah satu SMP wilayah Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, ditemukan menyayat lenganya sendiri dengan menggunakan benda tajam
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Febrianto Ramadani
TRIBUNJATIM.COM, MAGETAN - Sebanyak 76 siswa di salah satu SMP wilayah Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, diketahui sayat tangan sendiri dengan menggunakan benda tajam.
Temuan itu terungkap, usai Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan menggelar pemeriksaan screening yang dilakukan secara rutin.
Kepala Dinas Kesehatan Magetan dr. Rohmat Hidayat menjelaskan, saat diperiksa, petugas menemukan adanya luka sayatan pada lengan siswa siswi tersebut.
"Setelah ditanya sama petugas penyebabnya apa. Jawaban mereka ini mengejutkan sekali, bilangnya sengaja melukai tangganya sendiri dengan benda tajam karena ada permasalahan," kata Rohmat saat dikonfirmasi, Rabu (18/10/2023).
Rohmat menambahkan, mereka menyanyat lengannya dengan sejumlah benda tajam seperti pecahan kaca, jarum, hingga pengaris.
“Tentu mengejutkan, pasalnya peristiwa remaja yang masih duduk di bangku SMP berani menyayat lengan itu dalam jumlah masal,” jelasnya.
Baca juga: Diduga Ikuti Tren, 11 Siswa SD di Situbondo Sayat Tangan Sendiri, Kepsek: Tak Ada yang Disalahkan
Baca juga: Nasib 11 Siswa SD Situbondo Sayat Tangan Sendiri Terinsiprasi TikTok, Penjelasan Disdik: Patah Hati
“Pengakuan mereka sengaja menyayat lengannya dengan benda tajam karena depresi, permasalahan dengan orang tua hingga percintaan. Tepatnya ada persoalan dengan pacar,” ungkapnya.
Meski luka sayatan tidak sampai urat nadi, lanjut dia. Namun, perilaku tersebut kurang baik dan perlu diwaspadai.
“Psikologi mereka ada yang salah, tidak menutup kemungkinan lambat laun bila dibiarkan akan berbahaya. Bisa berbuat lebih nekat. Misalnya hingga menyayat sampai pada urat nadi jika ada permasalahan. Perlu ada pembinaan," katanya.
Maka dari itu, sebagai salah satu upaya untuk menangani kasus ini, Dinas Kesehatan akan melakukan bimbingan konseling terhadap siswa.
Dinkes akan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan, Kemenag hingga Dinas PPKB dan dari pihak sekolah sendiri.
"Untuk sementara ini diputuskan akan dilakukan bimbingan konseling terlebih dahulu dengan psikolog terhadap siswa siswi yang menunjukkan tanda tanda tersebut," tandas Rohmat.
Baca juga: Hasil Razia Pedagang Mainan di Sekolah Usai Viral Belasan Siswa SD Situbondo Sayat Tangan Sendiri
Fenomena Sayat Tangan Disorot Psikolog
Kejadian sayat tangan juga pernah tren dikalangan siswa SD di Situbondo. Kejadian ini turut direspon oleh Psikolog.
Psikolog Universitas Jember, Senny Weyara Dienda Saputri, S.Psi. M.A angkat soroti insiden 11 siswa SD di Situbondo sayat tangan sendiri, usai nonton konten TikTok.
Menurutnya, unggahan konten media sosial tersebut, banyak yang berbahaya jika ditiru oleh anak. Seperti, memberikan tantangan berbahaya kepada pembacanya.
"Berupa konten challenge yang sebetulnya berbahaya untuk anak-anak. Bahkan di luar negeri ada anak yang challenge menahan nafas paling lama, akhirnya ada yang bablas (meninggal dunia), termasuk suruh minum apa, memakai apa, bahkan sampai dipatok ular" ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (3/10/2023)
Wanita yang kini mengajar di Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) FKIP Universitas Jember ini, menilai konten-konten seperti inilah yang sering viral dan akhirnya mempengaruhi mental pembaca yang notabene para remaja dan anak-anak. Sehingga mereka terbawa arus tontonan seperti itu.
Baca juga: Kepsek Tak Mau Salahkan 1 Pihak Soal 11 Siswa SD Situbondo Sayat Tangan, Polisi: Pagar Ditutup
"Hal inilah yang mendorong remaja untuk ikut melakukan, meskipun mereka tahu itu salah. Tetapi mereka beranggapan, inilah yang sekarang lagi trend, karena mereka beranggapan, kalau mereka tidak ikut, nanti dianggap cemen dan semacamnya," kata Wanita yang akrab disapa Senny.
Sebenarnya, lanjut Senny, anak-anak yang mengikuti konten di tiktok itu hanya ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan, sebagai upaya pencarian jati diri.
"Supaya dapat perhatian dan pengakuan itu. Nah, sebaiknya sebagai orang tua dan tenaga pendidik dan masyarakat termasuk media massa, memberikan cara bagaimana memberikan cara alternatif dan produktif kepada anak-anak agar bisa mendapatkan jati diri dan pengakuan itu," tuturnya.
Seharunya masyarakat bersama para media massa. Katanya, harus turut serta men-viralkan aktivitas remaja yang positif. Katanya, saat konten-konten berbahaya membanjiri platform ini.
"Supaya anak-anak mendapatkan perbandingan, ternyata ada cara lain, untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan, dengan cara yang positif," imbuh Senny.
Mengingat, kata Senny, konten di tiktok itu bukan hanya diakses oleh remaja dan orang dewasa saja. Tetapi bocah yang duduk di Taman Kanak-kanak bisa melihat isi kontennya.
"Mereka juga bebas scroll apapun, karena di Tiktok tidak ada filter. Apapun yang sedang viral pasti masuk di akun Tiktok seseorang. Makanya penting sekali, orang tua itu berdiskusi dengan anak-anaknya mengenai fenomena yang sedang viral tersebut," paparnya.
Senny mengamati di era digital sekarang, masih banyak orang tua, cara mendidiknya putra putrinya menggunakan gaya lama. Berupa perintah dan larangan saja.
"Sementara untuk ngobrol masih belum tahu cara memulainya. Makanya itu perlu dikenalkan kepada orang tua, apakah menggunakan kegiatan disekolah, diskusi bareng guru melalui whatsapp grup wali murid, supaya keluarga juga bisa membangun diskusi apa yang sedang tren sekarang. Agar anak-anak bisa memilah dan memilih konten yang bermanfaat,"katanya.
Melalui diskusi kecil antara orang tua, guru dan siswa. Kata dia, minimal hal itu bisa memacu cara berfikir peserta didik, sebagai bekal literasi digital.
"Jadi tanpa diberi tahu pun, anak-anak sudah bisa memilah dan memilih tayangan yang ada di media sosial, ada manfaatnya atau tidak. Minimal, ini adalah bekal awal bagi anak anak untuk literasi digital," urainya.
Kalau pendampingan orang tua dan tenaga pendidik tidak dilakukan sejak awal. Senny, memprediksi akan membawa dampak buruk yang lebih luas dari pada kasus di Situbondo.
"Karena roll modelnya adalah orang-orang yang ada di tiktok, berupa challenge yang berbahaya, itu yang akan menjadi pola berfikir, dan akan anak-anak lakukan. Kalau sampai dewasa terus seperti ini, mereka mau jadi apa," katanya.
Selain orang tua, kata Sanny, Pemerintah juga harus hadir memberikan pendampingan dan bekerjasama dengan sekolahan. Karena, yang terpapar konten tiktok bukan hanya 11 murid di Situbondo ini saja.
"Tetapi juga anak-anak lain. Sehingga pemerintah harus bekerja sama dengan instasi setempat, sosialisasi bagaimana bijak bermedia sosial. Serta pendampingan konseling terhadap korban juga lebih intensif," kataya.
Cara yang lebih makro lagi, kata dia, Pemerintah juga memasukan kurikulum pembelajaran di sekolah bukan hanya tentang ilmu pengetahuan saja. Tetapi juga bagaimana hidup bermasyarakat.
"Sehingga mengembalikan peran keluarga dalam pendidikan. Jadi tidak dibebankan pada sekolah. Disamping itu orang tua juga dibekali berkomunikasi dengan anak. Serta juga pemahaman konsekuensi hukum dan psikologi setiap informasi hoax. Karena masyarakat kita sedang membutuhkan itu," ulasnya.
sayat tangan sendiri terinspirasi TikTok
sayat tangan sendiri
Tribun Jatim
TribunJatim.com
Magetan
siswa di Magetan sayat tangan sendiri
Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan
siswa SD sayat tangan
siswa SMP sayat tangan
siswa SMP di Magetan sayat tangan
sayat tangan
4 Warga Magetan Tewas Tertimbun Tanah Longsor di Denpasar Bali, Baru 10 Hari Bekerja |
![]() |
---|
Diterjang Angin Kencang, 3 Warung di Telaga Sarangan Magetan Rusak Tertimpa Pohon, Begini Kondisinya |
![]() |
---|
Kasus PMK di Jawa Timur Capai Ratusan di Awal 2025, Terbanyak Ada di Jember |
![]() |
---|
Padahal Diparkir di depan Rumah, Pria Magetan Syok Mobil Pikapnya Raib, Rekaman CCTV Jadi Petunjuk |
![]() |
---|
Jajal Lintasan Sirkuit Parang, Khofifah Janji Bakal Tuntaskan Pembangunan Infrastruktur Pelengkap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.