Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Tak Tahu Arti 'Ladies', Siswi SMP Buton Dianiaya 3 Orang di Kebun, Antre Beli Minyak Berujung Bully

Seorang siswi SMP dianiaya di kebun gara-gara tak tahu arti kata ladies. Videonya viral di media sosial.

Freepik.com
Ilustrasi siswi SMP dianiaya di kebun gara-gara tak tahu arti kata ladies. Videonya viral di media sosial. 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang siswi SMP dianiaya di kebun gara-gara tak tahu arti kata ladies.

Insiden ini terjadi di Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.

Video yang merekam aksi bullying terhadap siswi SMP tak tahu arti kata ladies itupun akhirnya viral di media sosial pada Jumat (1/12/2023).

Dalam video berdurasi 1 menit 27 detik tersebut, seorang siswi dengan seragam sekolah tampak dianiaya oleh tiga orang di sebuah kebun jambu mete.

Kejadian ini diduga direkam oleh salah satu pelaku dan diunggah ke media sosial, menarik perhatian publik secara luas.

Anggota Satreskrim Polres Buton Tengah yang melakukan patroli cyber berhasil menemukan video tersebut dan melacak identitas ketiga pelaku beserta korban.

Baca juga: Ciri-ciri Sosok Artis Terkenal Bully Penyanyi Cilik Chikita Meidy, Petunjuk Ada di Sekolah: Trauma

Korban, yang diidentifikasi sebagai NHR (14).

Sementara para pelaku, berinisial SMR (16), WM (15), dan KL (15).

Semuanya merupakan warga Kecamatan Mawasangka, Kabupaten Buton Tengah.

Kasat Reskrim Polres Buton Tengah, Iptu Narton, menyampaikan kejadian tersebut terjadi pada Kamis (30/11/2023) di desa Oengkolaki, Kecamatan Mawasangka.

Menurut Narton, peristiwa ini berawal saat korban sedang antre untuk membeli minyak tanah.

Saat itulah, korban bertanya kepada teman lelakinya tentang arti kata "ladies".

Ilustrasi siswa SMP.
Ilustrasi siswa SMP. (KOMPAS.com)

Kemudian menjadi pemicu dari kejadian tragis tersebut.

“Korban bertanya (ke teman lelakinya) apakah ladies itu sama dengan lonte.

Kata tersebut kemudian didengar oleh perempuan lain dan disampaikan kepada ketiga pelaku sehingga terjadi penganiayaan,” ujarnya, dikutip dari Kompas.com.

Ketiga pelaku saat ini diamankan di Satreskrim Polres Buton Tengah.

Ketiganya terancam pasal pasal 170 ayat (1) KUHP atau Pasal 80 ayat (1) Jo pasal 76 c tentang perlindungan anak dengan ancaman 5 tahun penjara.

Baca juga: Pantas Guru Tak Curigai Siswi yang Lahiran di Kelas, Selalu Ikut Olahraga, Orangtua Nelangsa: Gemuk

Sementara itu, kasus sayat atau menyakiti diri sendiri dengan cara menyayat lengan terjadi di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Dari data yang ada, dalam sebulan, ada 5 pasien yang menemui Psikolog Klinis, Karina Rizki Rahmawati.

Baik di praktik mandiri, maupun di RSUD dr Harjono Ponorogo.

“Dulu ada, tapi tidak seperti sekarang. Sebenarnya kalau dibilang banyak, tidak. Ya ada 5 dalam sebulan yang datang ke saya,” ujar Psikolog Klinis RSUD dr Harjono Ponorogo, Karina Rizki Rahmawati, Rabu (1/11/2023).

Dia menjelaskan, rata-rata yang datang memeriksakan diri dalam kondisi sudah parah.

Kedua lengannya sudah penuh dengan sayat yang dibuat sendiri.

Ilustrasi siswa SMP  sayat tangan sendiri menggunakan benda tajam
Ilustrasi siswa SMP sayat tangan sendiri menggunakan benda tajam (istimewa)

“Sampai muncul keloid. Luka sudah kering gitu disayat lagi. Mereka kalau ditanya ya tidak sakit,” kata Karina.

Menurutnya, rata-rata permasalahannya dipicu kasus bullying.

Mereka mendapatkan bullying secara verbal.

Pun ada yang tentang percintaan karena putus.

“Rata-rata permasalahan kurang perhatian orang tua, teman yang membully fisik. Juga unsur asmara. Yang datang memang perempuan rata-rata,” jelas Karina.

Untuk yang mengikuti trending, jelas dia, nyaris tidak ada.

Baca juga: Guru di Sampang Syok Siswi SMA Melahirkan saat Ujian, Ari-ari Tak Ada, Nasib Bayi Kini Terkuak

Dia mengaku, ada juga yang datang ke dirinya karena kecewa artis Korea idolanya mengakhiri hidup.

“Mereka kecewa idolanya kok mengakhiri hidup. Ya akhirnya melakukan itu (menyayat ditinya sendiri),” terang Karina.

Dia mengimbau orang tua harus peduli terhadap kondisi buah hati.

Tidak hanya sekadar memberikan materi saja.

“Ponorogo itu kebanyakan orang tuanya bekerja di luar negeri (sebagai TKI). Anak-anak diasuh neneknya. Kemudian diuji materi. Harus benar-benar perhatian,” pungkasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved