Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Janji Diangkat Jadi PNS, Guru Honorer Malah Di-PHP 17 Tahun, Tanah Telanjur Dihibahkan ke Sekolah

Pilu guru honorer mengaku di-PHP untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ia telah menunggu selama 17 tahun.

|
Getty Images dan Tribun Makassar
Ratnawati (kanan), istri Mustamin guru honorer yang dijanjikan diangkat jadi PNS namun tak kunjung terwujud. Tanah pribadinya telanjur dihibahkan ke sekolah. 

TRIBUNJATIM.COM - Pilu guru honorer mengaku di-PHP untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Ia telah menunggu selama 17 tahun.

Namun janji itu tak kunjung terealisasikan hingga ia harus kehilangan tanahnya.

Tanahnya tersebut dihibahkan untuk membangun sekolah setelah dijanjikan diangkat jadi PNS 17 tahun lalu.

Sosok guru honorer di-PHP tersebut ialah Mustamin.

Ia diketahui mengabdi di UPT SDN 26, Lingkungan Ganjenga, Kelurahan Bulujaya, Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Baca juga: Kisah Guru asal Nganjuk Mengajar di Daerah Terpencil Madiun, Lewati Medan Sulit hingga Dorong Motor

Awalnya Mustamin menghibahkan tanahnya untuk pembangunan SDN 26 yang berjarak 100 meter dari kediamannya pada 2007 silam.

Ia kemudian dijanjikan akan diangkat menjadi PNS setelah mengabdi selama dua tahun di sekolah tersebut.

Menurut sang istri, Ratnawati (47) janji itu diketahui oleh pejabat perwakilan Bupati Jeneponto (Radjamilo) bersama anggota DPRD dan perwakilan Dinas Pendidikan.

Namun hingga 17 tahun berlalu, janji tersebut tak kunjung diwujudkan.

"Sampai sekarang tidak ada pengangkatan PNS untuk suamiku," ujar Ratna yang juga masih berstatus honorer, dikutip dari Tribun Makassar.

Janji pengangkatan PNS Mustamin hanya disampaikan melalui lisan tanpa keterangan tertulis.

Ratnawati (kanan), istri Mustamin guru honorer yang dijanjikan diangkat jadi PNS namun tak kunjung terwujud. Tanah pribadinya telanjur dihibahkan ke sekolah.
Ratnawati (kanan), istri Mustamin guru honorer yang dijanjikan diangkat jadi PNS namun tak kunjung terwujud. Tanah pribadinya telanjur dihibahkan ke sekolah. (Tribun Makassar)

Mustamin yang mengetahui hal tersebut mencoba membuat dokumen perjanjian tertulis melalui dusun setempat, namun upayanya tidak membuahkan hasil.

SDN 26 yang dibangun dengan kontribusi lahan pribadi Mustamin hingga kini belum juga memiliki kantor.

Ratna menyebutkan sang suami sempat kesal dan ingin menutup SDN 26, namun upayanya berhasil dicegah.

"Pernah mau nutup sekolah, tapi saya bilang dimanaka mau mengajar, saya juga kasihan sama anak-anak (siswa)," terangnya.

Ratnawati mengaku, ia bersama sang suami dinilai bersyarat untuk menjadi PNS.

Terlebih, keduanya telah mengabdi selama puluhan tahun sebagai guru honorer.

"Katanya suamiku kalau pale nda bisaka nuangkat PNS istriku tong lagi, karena keduanya bersyarat," tutur Ratnawati menirukan ucapan Mustamin.

Mustamin bahkan hanya menuntut gaji yang wajar dan bisa diterima setiap bulan.

"Gaji mamika pale Rp 1 juta perbulan, kalo nda mau pale Rp 500 ribu saja per bulan," katanya menambahkan.

Meski begitu, Ratna tetap berharap agar sang suami diangkat menjadi PNS.

"Harapanku angkatki bura'nengku (angkat suamiku jadi PNS) berikan dia SK," pungkasnya.

Baca juga: Ngamuk Injak Permen Karet, Guru SD Dipecat karena Tusuk 36 Bibir Murid, Bela Diri: Penitinya Baru

Sementara itu kisah lainnya, curhatan guru SD dipecat lewat WhatsApp viral di media sosial.

Padahal ia sudah mengabdi di sekolah selama 18 tahun.

Alasan guru SD itu dipecat pun terjawab.

Adapun guru SD dipecat lewat WhatsApp merupakan guru SD Inpres Kalo Desa Pai, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Pemecatan guru tersebut tidak hormat karena surat pemberitahuan disampaikan oleh Kepala Sekolah melalui pesan WhatsApp, pada Jumat (19/1/2024).

Hal ini diungkap langsung oleh guru honorer yang bernama Verawati saat dikonfirmasi Kompas.com.

"Pesan WA dari kepsek saya terima Jumat kemarin saat mau berangkat mengajar," kata Verawati saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu (20/1/2024).

Lebih lanjut, Verawati menjelaskan dalam pesan WhatsApp yang kirim pihak sekolah, ia dilarang untuk datang mengajar karena hanya seorang lulusan diploma.

Kendati begitu, pihak sekolah menyarankannya untuk pindah sebagai operator di UPT Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Olahraga (Dikbudpora) Kecamatan Wera, tempat yang disebut sesuai dengan ijazah yang dimiliki ibu tiga anak tersebut.

"Tidak ada informasi awal, saya tiba-tiba saja dilarang mengajar di sekolah karena alasan ijazah D2," jelas Vera.

Penjelasan Kepsek SD yang Pecat Guru Honorer karena Cuma Lulusan D2, Sengaja Lewat Chat: Hasil Rapat
Penjelasan Kepsek SD yang Pecat Guru Honorer karena Cuma Lulusan D2, Sengaja Lewat Chat: Hasil Rapat (IST via TribunMedan - MChe Lee/Unsplash.com)

Setelah mendapat surat pemberitahuan pemecatan itu, lanjut dia, ia langsung menemui pihak sekolah untuk meminta penjelasan.

Namun, pihak sekolah tetap bersikukuh memintanya untuk keluar dari sekolah dan mengabdi di UPT Dikpora Wera karena alasan ijazah D2.

Kendati demikian, Verawati mengaku sangat menyesalkan sikap pihak sekolah, apalagi dirinya sudah 18 tahun mengabdi di SD Inpres Kalo, Desa Pai.

Ia berharap sekolah dan pihak terkait bisa mempertimbangkan kembali keputusan yang diambil.

Sebab saat ini ia tengah menunggu waktu wisuda untuk gelar sarjana atau S1 di salah satu kampus di Kota Bima.

"Bulan sembilan saya wisuda sarjana, saya harap keputusan itu ditarik, karena saya juga sudah mengabdi 18 tahun di sekolah ini," kata Verawati.

Sementara saat dihubungi Kompas.com, Kepala SD Inpres Kalo Desa Pai, Jahara Jainudin membenarkan dirinya sudah mengirim surat pemberitahuan pemecatan kepada Verawati melalui pesan WhatsApp.

Adapun langkah itu diambil karena Verawati saat itu tidak masuk sekolah.

Sementara menyangkut keputusan pemecatan, lanjutnya, itu merupakan hasil rapat koordinasi bersama Dikbudpora Kabupaten Bima.

Kendati begitu, dalam pertemuan itu diputuskan Verawati harus dipindah ke UPT Dikpora Wera sebagai operator karena ijazah tak memenuhi syarat sebagai seorang guru.

"Memang itu tindak lanjut dari hasil rapat dengan Dikbudpora. Saya kirim pesan karena tidak ada satupun guru di sekolah," pungkas Jahara saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Sabtu.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved