Polemik Sumur Bor di Madiun Ditutup
Alasan Pemdes Dagangan di Madiun Tutup Sumur Bor, Singgung Oknum Sering Surati Kades: Status Bumdes
Pemerintah Desa Dagangan menanggapi polemik penutupan sumur bor, Desa/Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun.
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Febrianto Ramadani
TRIBUNJATIM.COM, MADIUN - Pemerintah Desa Dagangan menanggapi polemik penutupan sumur bor, Desa/Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun.
Kepala Desa Dagangan Rudi Panca Widadi membeberkan, penutupan sejumlah kran pada sumur bor terjadi sejak 4 Februari.
Menurutnya, keputusan tersebut dikarenakan ada oknum warga, yang mempermasalahkan pengelolaan fasilitas operasional.
“Oknum warga ini menyurati kami, menanyakan status Bumdes Sido Makmur, yang selama ini mengelola sumur bor,” ujar Rudi, Jumat (9/2/2024).
Baca juga: Kekecewaan Warga Desa Dagangan di Madiun Sumur Bor Tiba-tiba Ditutup: Ekonomi Terganggu
Surat itu, lanjut Rudi, dikirim sebanyak 6 kali secara bertahap ke mejanya, sejak September 2022 lalu.
Rudi juga menambahkan, hal yang ditanyakan bukan hanya status bumdes, tapi juga soal struktur kepengurusan bumdes tersebut.
“Isi surat juga menanyakan penetapan tarif pengambilan air terhadap warga desa setempat, maupun daerah lain,” ungkapnya.
Pihaknya mengaku, sudah menjawab pertanyaan dan memberikan penjelasan kepada pengirim surat.
“Tapi kami masih terus disurati. Hingga Januari kemarin minta mediasi tanpa menyebutkan permasalah apa yang akan dibahas,” tuturnya.
Bahkan, Rudi juga mengeluhkan, oknum tersebut sempat menyurati langsung ke DPRD Kabupaten Madiun.
“Kami juga sudah memenuhi permintaan pergantian kepengurusan Bumdes bulan lalu, namun tetap saja dilayangkan surat persoalan lain,” keluhnya.
Baca juga: Momen Lucu Tingkah Rayyanza Malu Ketika Dekat dengan Gempi, Putra Raffi Ahmad: Ajja Malu
Kemudian soal tarif, Rudi menceritakan, per tanggal 31 Januari diputuskan tidak dipungut biaya operasional kepada warga yang mengambil air.
Namun ternyata esok harinya, Rudi menyebut, ada oknum yang menyalahgunakan dengan menempatkan kotak sebagai tempat menadahi uang dari warga.
“Sejak itu akhirnya kami putuskan tutup kran air dari lima menjadi dua kran. Padahal hasil pendapatan sumur bor selama ini telah dikelola dengan baik, dan dikembalikan kepada masyarakat dengan wujud pembangunan maupun layanan,” jelasnya.
Rudi juga tidak membantah, sejak ditutup, banyak keluhan dan aduan masyarakat yang diterima, lantaran kecewa dengan keputusan tersebut
“Dengan ditutupnya sumur bor, maka upaya-upaya dari oknum tersebut bisa berhenti. Sehingga harapannya oknum bisa sadar, dan bisa menilai bahwa banyak yang menggantungkan hidup serta manfaat dari layanan sumur bor itu,” tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.