Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ramadan 2024

Hukum Haid Padahal 2 Menit Lagi Buka, Batal atau Terhitung Puasa? Ini Penjelasan Buya Yahya

Ini penjelasan Buya Yahya mengenai haid jelang waktu buka sudah dekat. Terhitung batal atau termasuk puasa?

Editor: Hefty Suud
freepik
Ilustrasi haid - Ini penjelasan mengenai haid jelang waktu buka puasa. Batal atau terhitung pusa? 

TRIBUNJATIM.COM - Bagaimana hukum haid jelang waktu buka? Apakah termasuk hitungan puasa atau batal?

Hal ini sering dialami oleh perempuan di bulan Ramadan, dua menit lagi buka puasa tapi mendadak kedatangan haid atau menstruasi.

Setiap perempuan pasti akan mengalami masa haid setiap bulannya.

Sebagian wanita ada yang mendapatkan siklus haid normal per 24 hari sekali.

Lantas apakah haid yang datang saat waktu buka sudah dekat membatalkan puasa yang sudah hampir dijalani seharian?

Berikut penjelasan Buya Yahya:

Baca juga: Jadwal Buka Puasa Surabaya, Sidoarjo Gresik Hari Ini Senin 18 Maret 2024, Hari ke-7 Ramadan 1445 H

Menyadur dari laman Buya Yahya dalam buku Fiqih Praktis Puasa berjudul "9 Hal yang Membatalkan Puasa, 9 Orang yang Boleh Tidak Ber puasa", ditulis oleh Buya Yahy, haid termasuk ke dalam 9 hal yang dapat membatalkan puasa.

Buya Yahya yang merupakan Pengasuh LPD Al-Bahjah itu mengatakan haid memang salah satu alasan orang tidak boleh berpuasa.

Oleh karena itu, mereka wajib membatalkan puasanya, walau sebentar lagi adalah waktu berbuka.

"Haid membatalkan puasa walaupun hanya sebentar sebelum waktu berbuka," kata Buya dalam buku tersebut.

Baca juga: Hukum Nonton Film Adegan Dewasa saat Ramadan tapi Tak Sengaja, Bikin Puasa Batal? Ini Penjelasannya

Baca juga: Hukum Orangtua Bayar Zakat Fitrah Anak yang Sudah Bekerja, Simak Penjelasan Buya Yahya dan UAS

Meskipun seorang wanita kedatangan haid 2 menit jelang berbuka puasa, maka puasanya menjadi batal.

Hanya saja, wanita tersebut tetap mendapatkan pahala utuh.

Baca juga: Apa Hukum Pakai Pelembap Bibir saat Puasa Ramadhan? Simak Penjelasan Buya Yahya

"Seperti, wanita yang kedatangan haid 2 menit sebelum masuk waktu Maghrib maka puasanya menjadi batal. Akan tetapi, pahala berpuasanya tetap utuh," pungkas Buya Yahya.

Dilansir Serambinews.com dari laman resmi Buya Yahya, ada sembilan kategori orang yang boleh tidak puasa Ramadhan.

1. Anak kecil

Anak kecil diperbolehkan tidak puasa.
Anak kecil diperbolehkan tidak puasa. (istimewa)

Maksudnya, diantara orang yang boleh tidak puasa adalah anak yang belum baligh. Tanda baligh ada tiga, yaitu:

  • Pertama yang keluar mani (bagi anak laki-laki dan perempuan) pada usia 9 tahun Hijriah.
  • Kedua, keluar darah haid pada usia 9 tahun Hijriah (bagi anak perempuan).
  • Ketiga, jika tidak keluar mani dan tidak haid maka ditunggu hingga umur 15 tahun.
    Jika sudah genap 15 tahun maka ia disebut dengan telah baligh dengan usia, yaitu genap usia 15 tahun Hijriyah.

2. Gila

Orang gila tidak wajib puasa. Seandainya puasa maka puasanya pun tidak sah.

Dalam hal ini, ulama membagi orang gila menjadi dua macam, yaitu:

Pertama, orang gila dengan disengaja.

Orang gila yang disengaja jika puasa maka puasanya tidak sah dan wajib mengqadha.

Sebab sebenarnya ia wajib puasa, kemudian ia telah dengan sengaja membuat dirinya gila. Kesengajaan inilah yang membuatnya wajib mengqadha puasanya setelah sehat akalnya.

Kedua, orang gila yang tidak disengaja. Orang gila yang tidak disengaja tidak wajib ber puasa.

Seandainya berpuasa maka puasanya tidak sah dan jika sudah sembuh dia tidak berkewajiban mengqadha, karena gilanya bukan disengaja.

Baca juga: Hukum Lupa Baca Niat Puasa karena Sahur Mepet hingga Bangun Kesiangan, Puasa Tetap Sah atau Tidak?

3. Sakit

Orang sakit boleh meninggalkan puasa.

Adapun ketentuan bagi orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah:

Sakit parah yang memberatkan untuk puasa yang berakibat semakin parahnya penyakit atau lambatnya kesembuhan.

Adapun yang bisa menentukan sakit seperti ini adalah dokter Muslim yang terpercaya dan berdasarakan pengalamannya sendiri.

Dalam hal ini, tidak terbatas kepada orang sakit saja.

Akan tetapi, siapa pun yang sedang puasa lalu menemukan dirinya lemah dan tidak mampu untuk puasa dengan kondisi yang membahayakan terhadap dirinya maka saat itu pun dia boleh membatalkan puasanya.

Akan tetapi, ia hanya boleh makan dan minum seperlunya, kemudian wajib menahan diri dari makan dan minum seperti layaknya orang puasa.

Berbeda dengan orang sakit, ia boleh berbuka dan boleh makan sepuasnya untuk memulihkan kesehatannya.

Buya Yahya Al Bahjah - Ini Sembilan Orang yang Boleh tak Puasa Ramadhan, Berikut Penjelasan Buya Yahya
Buya Yahya Al Bahjah - Ini Sembilan Orang yang Boleh tak Puasa Ramadhan, Berikut Penjelasan Buya Yahya (SERAMBINEWS.COM/SYAMSUL AZMAN)

4. Orang Tua

Orang tua (lanjut usia) yang berat untuk melakukan puasa diperkenankan untuk meninggalkan puasa.

Dalam hal ini, tidak ada batasan umur.

Akan tetapi, asalkan betul-betul puasa memberatkan baginya hingga sampai membahayakan maka ia boleh berbuka puasa.

5. Bepergian (Musafir)

Semua orang yang bepergian boleh meninggalkan puasa dengan ketentuan sebagai berikut ini:

Tempat yang dituju dari tempat tinggalnya tidak kurang dari 84 km.

Di pagi (saat Shubuh) hari yang ia ingin tidak ber puasa, ia harus sudah berada di perjalanan dan keluar dari wilayah tempat tinggalnya (minimal batas kecamatan).

Baca juga: Hukum Mokel atau Membatalkan Puasa Tanpa Uzur di Bulan Ramadan, ini Penjelasannya

Misalnya kata Buya Yahya :

Seseorang tinggal di Cirebon ingin pergi ke Semarang. Jarak antara Cirebon – Semarang adalah 200 km (tidak kurang dari 84 km).

Ia meninggalkan Cirebon pukul 2 malam (Sabtu dini hari). Shubuh hari itu adalah pukul 4 pagi. Pada pukul 4 pagi (saat Shubuh) ia sudah keluar dari Cirebon dan masuk Brebes.

Maka, di pagi hari Sabtunya ia sudah boleh meninggalkan puasa.

Berbeda jika berangkatnya ke Semarang setelah masuk waktu Shubuh, Sabtu pagi setelah masuk waktu Shubuh masih di Cirebon.

Maka, di pagi hari itu ia tidak boleh meninggalkan puasa karena sudah masuk Shubuh ia masih ada di rumah.

Akan tetapi ia boleh meninggalkan puasa di hari Ahadnya, karena di Shubuh hari Ahad ia berada di luar wilayahnya.

Ada beberapa catatan khusus bagi yang melakukan berpergian saat puasa.

Seseorang dalam bepergian akan dihukumi mukim (bukan musafir lagi) jika ia niat tinggal di suatu tempat lebih dari 4 hari.

Misalnya, orang yang pergi ke Semarang yang tersebut dalam contoh, saat ia sampai di Tegal ia sudah boleh berbuka dan setelah sampai di Semarang juga tetap boleh berbuka, asalkan ia tidak bermaksud tinggal di Semarang lebih dari 4 hari.

Jika ia berniat tinggal di Semarang lebih dari 4 hari maka semenjak ia sampai di Semarang, ia sudah disebut mukim dan tidak boleh meninggalkan puasa dan juga tidak boleh mengqashar shalat.

Untuk dihukumi mukim tidak harus menunggu 4 hari seperti kesalahpahaman yang terjadi pada sebagian orang.

Akan tetapi, kapan ia sampai tempat tujuan yang ia niat akan tinggal lebih dari 4 hari, ia sudah disebut mukim.

Yang dihitung empat hari di sini adalah empat hari utuh, tidak dihitung hari masuk dan hari keluar, misal hari rabu siang dia sudah sampai di Semarang maka boleh dihitung hari pertama adalah malam Kamis, hari kedua adalah malam Jumat, hari ketiga adalah malam Sabtu, hari keempat adalah malam Ahad, dan dia keluar hari Senin maka hari Rabu saat ia datang dan hari Senin saat dia keluar tidak dihitung.

Begitu juga jika ada orang datang hari Sabtu siang, kemudian keluar hari Sabtu siang pekan berikutnya maka dua hari Sabtu tersebut tidak dianggap, sebab itu adalah hari keluar dan hari masuk yang tidak dihitung.

6. Hamil

Ilustrasi ibu hamil
Ilustrasi ibu hamil (Instagram via Tribunnews.com)

Orang hamil diperbolehkan tidak berpuasa.

Adapun kategori orang hamil tersebut seperti orang hamil yang khawatir akan kondisi dirinya atau janin (bayinya).

7. Menyusui

Wanita yang tengah menyusui diperbolehkan tidak ber puasa apabila ia khawatir akan kondisi dirinya atau kondisi bayi yang masih di bawah umur dua tahun Hijriyah.

Bayi di sini tidak harus bayinya sendiri, tetapi bisa juga bayi orang lain.

8. Haid

Wanita yang sedang haid tidak wajib ber puasa, bahkan jika ber puasa, puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.

9. Nifas

Terakhir adalah wanita yang sedang nifas tidak wajib ber puasa.

Jika ber puasa puasanya pun tidak sah bahkan dianggap haram hukumnya.

Artikel ini telah tayang di serambinews.com

Berita tentang Ramadan 2024 lainnya

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved