Kisah Penyapu Koin Dapat Rp50 Ribu Sehari Meski Pertaruhkan Nyawa, Pilu Tiap Lebaran Makin Menurun
Cuma bekal sapu, warga berdiri di sepanjang jalan untuk berebut koin yang dilempar para pengendara yang melintas.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Tradisi warga penyapu koin yang bertaruh nyawa di Pantura, Indramayu, Jawa Barat, hingga kini masih menarik.
Tradisi ini bisa ditemukan di sepanjang Pantura Indramayu, mulai dari Kecamatan Kandanghaur hingga Kecamatan Sukra.
Modal sapu, warga berdiri di sepanjang jalan untuk berebut uang yang dilempar para pengendara yang melintas.
Melihat tradisi tersebut, Kang Dedi Mulyadi (KDM) merasa ngeri.
Diketahui, Dedi Mulyadi pada momen libur Lebaran ini berkeliling ke kawasan Pantura, Jawa Barat, tepatnya ke Kabupaten Indramayu.
Di sini, Dedi Mulyadi melihat langsung warga bertaruh nyawa demi mengumpulkan uang koin atau recehan.
KDM yang melintas turut melempar sejumlah koin yang langsung jadi rebutan warga.
Bahkan beberapa warga terus mengejar mobil Dedi Mulyadi yang tidak henti melempar koin ke arah pinggir jalan.
Tak lama KDM pun keluar dari mobil dan berbincang dengan sejumlah penyapu koin tersebut.
Ternyata mereka sehari-hari memiliki pekerjaan sebagai buruh tani.
"Karena belum mulai pekerjaan di sawahnya, jadi terpaksa ke sini, mumpung hari Lebaran juga," kata salah seorang penyapu koin.
"Musiman saja, setahun sekali," tambahnya.
Menurutnya, pendapatan dari berburu koin dalam satu hari bisa mencapai Rp50-100 ribu per orang.
Namun jumlah tersebut sangat sedikit dibanding dengan Lebaran pada tahun-tahun lalu.
Baca juga: Kisah Mbah Murni Rela Makan Nasi Basi Gegara Mainan Jualannya Tak Laku, Tidur di Kasur Tipis
Penyebabnya, kata dia, semakin banyak orang yang menjadi penyapu koin bahkan dari luar daerah pun turut datang mencari peruntungan.
Tak hanya itu, kini Pantura sudah tak seramai dulu karena dibangunnyaa Tol Cipali.
Di tempat lainnya, KDM bertemu dengan penyapu jalanan bernama Raniti.
Ia memintanya untuk naik ke mobil menceritakan pengalamannya selama menjadi penyapu koin.
"Kalau yang kecelakaan sih sering, setiap tahun banyak," ujar ibu yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani tersebut.
"Kalau saya selalu hati-hati, kalau terlalu tengah uangnya saya biarkan, takut ketabrak, mungkin bukan rezeki saya," lanjutnya, melansir Tribun Jabar.
"Kemarin kan sempat ditertibkan sampai dikejar-kejar, diambil sapu-sapunya. Sekarang selama Lebaran belum ada penertiban lagi," katanya.

Sebelum turun dari mobil, Dedi Mulyadi meminta Raniti untuk melemparkan uang receh yang ia dapat sebelumnya kepada para penyapu koin.
Uang tersebut pun kemudian diganti Dedi Mulyadi dengan jumlah yang lebih besar.
Sementara itu KDM menilai, tradisi yang bermula dari tolak bala tersebut sangat membahayakan.
Namun hal itu telah menjadi kebiasaan, sehingga meski berulang kali ditertibkan, akan terus muncul lagi.
"Ini tradisi yang mengerikan juga. Tapi sekarang agak mending karena ada tol, jadi relatif kendaraan lebih landai, tidak seperti dulu lagi," ujar KDM.
Baca juga: Sosok Penjual Sate Aci Gratiskan Dagangan Tiap Hari Buat Anak Yatim Piatu, Nangis Ungkap Harapan
Hingga kini ada dua versi yang diungkapkan para penyapu koin terkait asal tradisi tersebut.
Versi pertama menyebutkan, legenda melempar koin di Jembatan Lewo untuk menghindari hal buruk.
Konon jembatan tersebut menyimpan kisah mistis kembar Saedah dan Saini yang menjelma menjadi buaya putih dan pohon bambu.
Versi kedua adalah kecelakaan bus di sekitar lokasi yang menewaskan puluhan transmigran asal Boyolali yang akan berangkat ke Sumatera Barat pada tahun 1974.
Para korban tewas dimakamkan di sekitar lokasi dan masih sering dikunjungi oleh keluarganya.
Setiap keluarga berziarah memiliki kebiasaan melemparkan koin di Pantura yang menjadi lokasi kecelakaan.
Tujuan mereka sebagai tolak bala.
Dari situlah setiap tahun muncul warga yang berebut koin dengan membawa sapu.
Sebelumnya, kisah emak-emak buruh tani cuma diupah Rp50 ribu setelah seharian kerja di sawah di bawah terik matahari juga jadi sorotan.
Kehidupan buruh tani yang bekerja di bawah terik matahari ini pun bikin Kang Dedi Mulyadi (KDM) sedih.
Bagaimana tidak, dalam satu hari kerja, mereka mendapat upah yang terbilang sangat kecil.
Hal itu terungkap saat Dedi Mulyadi mengisi waktu menunggu buka puasa atau ngabuburit dengan keliling ke Kabupaten Karawang.
Ia tak sengaja bertemu dengan rombongan emak-emak di area sawah sekitar Telukjambe, Kabupaten Karawang.
Emak-emak tersebut jalan melewati pematang sawah sambil membawa sejumlah peralatan yang biasa digunakan untuk bekerja.
Rupanya mereka baru saja pulang tandur di satu area sawah milik orang lain.
Kemudian seorang buruh tani tersebut mengungkapkan bahwa mereka bekerja dari jam tujuh pagi sampai pukul tiga atau empat sore.
Upah yang mereka dapat terbilang kecil, hanya Rp50 ribu per hari.
Belum lagi saat puasa seperti ini, uang mereka banyak habis di jalan karena tidak sempat memasak.
Sehingga upah yang didapat dibelikan makanan untuk persiapan berbuka puasa.
"Enggak sempat masak, kan seharian kerja di sawah, sekarang baru mau pulang," ucap seorang emak-emak buruh tani.

Dedi Mulyadi pun merasa sedih dengan kondisi buruh tani tersebut.
Sebab nasib buruh tani yang ditemui KDM saat ini tak beda jauh dengan mereka yang profesinya sama di berbagai daerah di Indonesia.
"Jadi sudah kerja dari pagi sampai sore hanya dapat Rp50 ribu, enggak dikasih makan atau uang makan juga," ujar KDM.
Sebagai seorang petani, KDM pun turut merasakan apa yang dirasakan para emak-emak tersebut.
Sebab menanam padi tak semudah memasak nasi untuk dimakan.
"Sudah susah (menanam padi), belum tentu juga hasil. Bisa gagal panen gara-gara hama atau busuk kebanjiran," ucapnya, melansir Tribun Jabar.
Pria yang juga mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini lalu memberikan bekal makanan kepada para buruh tani tersebut.
Sehingga mereka tak perlu lagi membeli atau memasak untuk keluarganya di rumah.
"Hari ini tidak perlu masak atau beli untuk buka puasa, ini saya bawa nasi uduk," ujar KDM yang langsung disambut bahagia.
Masing-masing mendapatkan jatah makanan sesuai jumlah orang di rumah.
Bahkan ada satu emak-emak yang mendapatkan belasan kotak.
Karena emak-emak tersebut tinggal bersama suami, anak, menantu hingga cucu, dalam satu rumah.
Kekuatan Koreo Penyihir Kejam Stemba Mania Guncang Tribun DBL Surabaya |
![]() |
---|
10 Prompt Foto Arabian Look Nuansa Gurun Pasir Timur Tengah yang Viral di TikTok |
![]() |
---|
Koreo Mitologi Jepang Raijin dan Fujin Dibentangkan Siji Mania di DBL Surabaya |
![]() |
---|
Pemkab Trenggalek Genjot Literasi Masyarakat, Bebaskan Retribusi untuk Toko Buku |
![]() |
---|
Ramalan Cuaca Jatim Kamis 18 September 2025, Malang Ngawi Hujan, Sidoarjo Surabaya Panas 33 Derajat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.