Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Lamongan

Eks Napiter hingga Densus 88 Beri Pemahaman Menangkal Paham Radikalisme ke Ratusan Guru di Lamongan

Ratusan guru  di Lamongan diberi pemahaman tentang upaya menangkal  paham radikalisme.

Penulis: Hanif Manshuri | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Hanif Manshuri
Ratusan guru peserta sosialisasi kebangsaan di Lamongan oleh Densus 88 AT dan mantan napiter, Abu Fida di gedung Dindik Lamongan, Senin (24/6/2024). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Hanif Manshuri

TRIBUNJATIM.COM, LAMONGAN - Ratusan guru  di Lamongan diberi pemahaman tentang upaya menangkal  paham radikalisme.

Acara yang digelar Densus Anti Teror 88 bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Lamongan ini dikemas dalam acara Sosialisasi Kebangsan Bersama Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah dan Gusu SD-SMP se- Kabupaten Lamongan di gedung Pertemuan Dindik Lamongan, Senin (24/6/2024).

Hadir sebagai pemateri diacara tersebut, dari Direktorat Pencegahan  Densus 88 Anti, AKBP Mohammad  Dofir dan mantan napiter, Muhammad Saifuddin Umar. 

Sang mantan teroris Muhammad Saifuddin Umar yang pernah membantu menyembunyikan gembong teroris nomor wahid, Dr Azhari dan Noordin M Top serta Hambali, teroris yang pernah membantu otak peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002 yang menewaskan ratusan orang ini menyampaikan testimoni dari mulai terpapar paham radikal, tergabung kelompok teror, ditangkap oleh Densus dan hingga akhirnya kembali ke NKRI

Saifudin Umar mengungkapkan, bagaimana ia terpapar paham radikal. Salah satunya karena banyak membaca buku terkait perjuangan. 

Baca juga: Napiter Lapas Bojonegoro Semringah Dapat Pembebasan Bersyarat, Bakal Ditangani Bapas

Termasuk saat ia sempat menjadi salah satu pengajar di Ngruki setelah lulus dari Ponpes Gontor.

"Karena terus menerus membaca buku radikal,  akhirnya saya ikut terpapar paham radikal," akunya.

Pengalaman Saifudin juga  pernah tergabung di kelompok NII, DI, Jamaah Islamiyah dan bahkan pernah tergabung di Jamaah Anshoruttauhid di Indonesia.

Dikatakan, bahwa buku, pertemenan hingga figur seseorang  bisa menjadi penyebab seseorang terpapar paham  radikal.

"Inilah perlunya kepala sekolah, guru dan siswa untuk diberikan pemahaman menangkal paham radikalisme," katanya.

Saifudin Umar juga mengungkapkan pengalamannya  di depan ratusan guru, bagaimana ia malang melintang menimba ilmu agama di berbagai negara Timur Tengah.

Diantaranya, ke Syria, Jordania, Pakistan hingga mendapat gelar Lc setingkat sarjana dari Universitas Ummul Quro, Arab Saudi.

Saifudin Umar alias Abu Fida ini kali pertama ditangkap pada 2004. Dan terulang beberapa kali karena saat bebas dari penjara, ia kambuh lagi.

Hingga akhirnya, pria kelahiran 26 Januari 1966 yang dikarunia lima anak ini sadar dan  kembali ke NKRI pada 2017. 

Sementara itu,  pemateri dari Direktorat Pencegahan  Densus 88 Anti Teror, AKBP Mohammad  Dofir mengungkapkan, Direktorat Pencegahan Densus 88 AT merupakan salah satu direktorat yang bertujuan menunjukkan bahwa densus selain militan, juga memiliko sisi humanis dalam menangani aksi teror.

Dikatakan, sekolah merupkan salah satu pintu penyebaran paham radikalisme. Pihaknya menyampaikan definisi tebtang pham Intoleransi, Radikalisme, Ekstrimisme dan Teroris (IRET) secara detail agar para kasek maupun guru bisa membedakan sendiri di sekolahnya masing-masing. 

"Tujuan sosialisasi kebangsaan ini adalah untuk mengedukasi para kasek dan guru tentang paham IRET," ucapnya.

Ia mengharapkan,  jika sudah teredukasi seluruh kepala sekolah bisa melakukan deteksi dini di lingkungan sekolahnya, sehingga sekolahnya bisa bebas dari paham IRET ini. 

Ditambahkan, bahwa  keberhasilan kegiatan pencegahan ini dapat dilihat dari menurunya indeks Potensi radikalisme di tengah masyarakat, dan terbukti Indonesia bisa Zero Attack di tahun 2023.

"Tahun 2023, Dit Pencegahan telah melakukan Kurang Lebih 16.500 kegiatan pencegahan untuk menekan penyebaran paham IRET," ungkapnya.

Ditambahkan,  bahwa Ideologi yang menyimpang merupakan salah satu penyebab terbesar munculnya paham IRET ini,  bahkan rela untuk membunuh sesama muslim hanya karena alasan ingin mendirikan Khilafah di Indonesia. 

Ditegaskan,  bahwa radikalisme ini tidak merujuk pada agama Islam saja, terdapat permasalahan yang sama di setiap agama terkait paham IRET ini. 

Saat ini media sosial menjadi salah satu sarana penyebaran paham radikalisme tertinggi karena bisa diakses oleh sipapun dan kapanpun. 

Ia  mengajak para kepala sekolah dan guru untuk menjadi agen pencegahan paham IRET di lingkungan sekolah, agar para siswa bisa terbentengi dari paham radikalisme ini. 

"Mari untuk selalu merawat keragaman di Indonesia,  itu adalah salah satu kekuatan bangsa Indonesia," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved