Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Malang

Dosen UB Manfaatkan Limbah Pisang dan Enceng Gondok Untuk Pencegahan Gulma di NTT

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB),  Dr Rita Parmawati SP ME IPU ASEAN Eng memanfaatkan limbah pisang, enceng gondok dan daun paitan

Penulis: Sylvianita Widyawati | Editor: Samsul Arifin
Istimewa
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB), Dr Rita Parmawati SP ME IPU ASEAN Eng memanfaatkan limbah pisang, enceng gondok dan daun paitan untuk mengembangkan pita mulsa organik. Hasilnya untuk mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sylvianita Widyawati

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB),  Dr Rita Parmawati SP ME IPU ASEAN Eng memanfaatkan limbah pisang, enceng gondok dan daun paitan untuk mengembangkan pita mulsa organik.

Hasilnya untuk mencegah pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi. 

"Pita mulsa organik merupakan sebuah teknologi yang menggantikan mulsa dari plastik yang dianggap tidak ramah lingkungan karena tidak bisa terurai dengan baik," kata Rita, Kamis (11/7/2024).

Dikatakan, kelemahan dari penggunaan mulsa plastik terhadap pertumbuhan tanaman adalah dapat menurunkan pertumbuhan dan hasil tanaman.

Serta meningkatkan serangan hama, meningkatkan kontaminasi mikroplastik, genangan air hilangnya struktur tanah dan mengurangi aktivitas mikroorganisme tanah.

Baca juga: Bulir Padi Mulai Muncul, Petani di Trenggalek Serbu Pembagian Pupuk Organik Cair Gratis

Teknologi itu akan diterapkan pada saat mendekati musim tanam ke dua di Kabupaten Malaka Nusa Tenggara Timur (NTT), sebab di wilayah itu limbah pisang sangat melimpah.

"Oleh karena itu, kita manfaatkan bersama enceng gondok dan daun paitan untuk dihancurkan, dicacah dan di cetak menjadi sebuah lembaran se lebar 25 cm," jelasnya dalam rilis humas UB.

Fungsinya adalah menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju evaporasi sampai dengan 40 persen. Dan jika terkena matahari pita mulsa organik akan terurai menjadi pupuk.

Sejauh ini proses penerapan pita mulsa memang masih dilakukan pada skala laboratorium. Namun untuk diterapkan di NTT, sudah pada tahap sosialisasi pada Bupati Malaka serta beberapa gapoktan dan kepala dinas di lingkungan Kabupaten Malaka.

Alasan memilih Kabupaten Malaka karena berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),  pertumbuhan pertanian di daerah tersebut masih rendah. 

Baca juga: Komitmen Universitas Brawijaya dan Danamon, Majukan Dunia Pendidikan Berkelanjutan bagi Mahasiswa

Padahal masyarakat Kabupaten Malaka menggantungkan sistem perekonomiannya dari bidang pertanian. Daerah itu tingkat pertumbuhan ekonomi rendah.

Sedang produktifitas padi itu mulai tahun 2020 sampai 2022 mengalami penurunan. Serta mengalami kesulitan untuk pasokan benih padi dan ada permasalahan pertanian lain seperti gulma, evaporasi, suhu tanah, dan sistem irigasi. 

Timnya akan ke Malaka akhir Juli ini. Untuk proses penbuatan Pita Mulsa bagi lahan 10 hektar kami bekerjama dengan pabrik mesin PT Widjaya Teknik Indonesia (Witech).

Untuk keberlanjutan penerapan teknologi, masyarakat akan diajarkan pembuatan pita mulsa organic mulai dari pengenalan bahan, mencacah, pembuatan bubur pita, pengeringan dan pengepresan.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved