Berita Viral
Leganya Ortu Kini Anak Tak Lagi Berangkat Sekolah 20 Km, Bayar Masuk Cuma Pakai Singkong dan Pisang
Leganya orang tua kini anak tak lagi berangkat sekolah menempuh jarak 20 km, mereka membayar SPP cuma pakai singkong dan pisang.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Orang tua kini tak lagi mengalami kekhawatiran setelah anaknya bisa sekolah dengan gratis.
Orang tua murid yang tinggal di pinggir hutan itu tak lagi berangkat sekolah menempuh jarak 20 km.
Tak hanya itu saja, biaya sekolah juga tidak dipungut dan hanya membayar dengan hasil bumi.
Sekolah Pakis di Kabupaten Banyumas itu akhirnya menjadi pilihan terbaik dan meraup banyak peserta.
Belasan orangtua mendaftarkan anaknya ke Sekolah Pakis di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (15/7/2024) pagi.
Namun, berbeda dengan sekolah pada umumnya, para orangtua tidak dipungut biaya sepeser pun.
Biaya pendaftarannya juga cukup menggunakan hasil bumi yang ditanam para orangtua.
Para orangtua ada yang membawa beras, singkong, talas, kelapa, sayuran dan lain-lain sebagai tanda menyerahkan anak-anaknya untuk menempuh pendidikan di sekolah tersebut.
Sekolah yang berada di pinggir hutan dengan ketinggian 600 Mdpl ini, terdiri atas program Paket C atau setara SMA dan Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Salah satu wali murid, Fitri (30) memilih menyekolahkan anaknya, Arlin (13) ke MTs Pakis karena gratis.
Baca juga: Nasib Anak Pasutri Tunanetra Miskin Gagal PPDB, Wali Kota Kini Jadi Orangtua Asuh, Sekolah Terjamin
Selain itu, jaraknya juga dekat dari rumah sehingga cukup berjalan kaki.
"Kalau harus menyekolahkan ke sekolah lain tidak ada biayanya. Untuk transportasi dan lainnya paling tidak butuh Rp 500.000 per bulan," tutur warga Dusun Karanggondang, Desa Sambirata ini, Senin, seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, (15/7/2024).
Akses menuju atau ke luar dusun yang berjarak sekitar 20 kilometer arah barat daya dari ibu kota kabupaten, Purwokerto ini, memang sulit karena tidak ada transportasi umum.
Selain soal biaya, alasan lain Fitri memili Pakis karena di sekolah tersebut anaknya diajarkan mengenai pertanian, peternakan dan lainnya.

"Selain belajar juga ada prakteknya," ujar Fitri.
Hal senada disampaikan wali murid lainnya, Wasem (45). Ia mendaftarkan anaknya ke jenjang pendidikan Paket C dengan membawa talas dari hasil bercocok tanam di dekat rumahnya.
"Saya memilih menyekolahkan di sini karena gratis. Lebih dekat dari rumah, jadi bisa jalan kaki," ucap Wasem.
Koordinator Sekolah Pakis Isrodin mengatakan, pendaftaran menggunakan hasil bumi ini memiliki pesan bahwa untuk menempuh pendidikan itu butuh perjuangan.
Meski rata-rata berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah, para orangtua diharapkan dapat terus berupaya untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.
Baca juga: Pasutri Tulungagung Kebanjiran Order Membuat Abon dari Daging Kurban, Tiga Hari Terima 100 Kg Daging
"Pendidikan tidak ada (yang betul-betul) gratis. Orangtua jangan pasrah, ini bagian dari bahwa pendidikan butuh perjuangan, menanam pisang, singkong dan lainnya juga butuh proses," kata Isrodin.
Isrodin menuturkan, untuk kurikulum menginduk ke MTs Maaarif NU 2 Cilongok.
Namun, siswa Pakis diajari juga ketrampilan sebagai bekal hidup.
"Kurikulum kami sama dengan sekolah lain. Kami belajar menanam aren, konservasi dan lainnya. Kami menjadi sekolah ramah lingkungan dan satwa liar, karena anak-anak hidup di pinggir hutan persis," kata Isrodin.
Kini, mereka juga memiliki kegiatan produktif untuk menopang biaya operasional sekolah.
Beberapa produk yang dihasilkan para siswa antara lain, kopi dan gula aren.

"Anak-anak di sini belajar kehutanan, peternakan, pertanian, dan juga bagaimana ketrampilan hidup. Kami sudah memproduksi kopi dan gula aren, rencana akan akan memperluas lahan garapan," ujar Isrodin.
Lahan garapan itu kebanyakan merupakan milik para wali murid dan warga sekitar sekolah.
Nasib anak yang gagal PPDB dan tidak bisa mengenyam pendidikan yang baik juga dialami oleh anak pasangan suami istri satu ini.
Nasib anak bernama Vita Azahra itu terkuak.
Pendidikan anak berusia 15 tahun tersebut dijamin.
Sebelumnya, putri dari pasangan suami istri atau pasutri tunanetra Warsito (39) dan Uminiya (42) ini mengaku ditolak saat mendaftar di PPDB SMA negeri lewat jalur afirmasi.
Padahal orangtua Vita tergolong kategori miskin dan terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Orangtua Vita bekerja sebagai tukang pijat.
Mereka tinggal kontrak di permukiman padat penduduk di Jalan Gondang Raya 17, RT 3 RW 1, Kelurahan Tembalang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
Rumahnya sempit dan sangat sederhana serta luasnya tidak ada 10 meter.
Vita diketahui lulus dari SMPN 33 Semarang.
Jika Vita tidak bisa sekolah negeri, maka terancam gagal sekolah.
Pasalnya dengan kondisi kesehatan dan ekonomi yang dialami orantuanya saat ini, sangat berat bagi mereka tersebut menyekolahkan sang anak di SMA swasta.
"Kalau mikir keadaan saya, bener-bener belum mampu menyekolahkan anak ke sekolah swasta, itu berat sedangkan saya kepengennya SMA negeri," ujar Uminiya, Kamis (4/7/2024), melansir dari TribunJateng.
Baca juga: Pengemudi Fortuner Parkir Semalaman di Depan Sekolah karena Anak Gagal PPDB, Ternyata Anggota Ormas
Perempuan yang bekerja sebagai tukang pijat itu menceritakan, awalnya sang anak mencoba mendaftar lewat jalur zonasi PPDB SMA negeri Jateng, namun, katanya, wilayahnya tidak masuk dalam sistem zonasi SMAN 9 dan SMAN 15 Semarang.
"Jalur zonasi pernah nyoba, tapi tidak bisa, zonasinya diperkirakan kan 1 kilometer berapa gitu, sedangkan dari sini ke sekolah 2 kilometer lebih, jadi di luar zonasi, tapi SMA negeri paling deket ya itu," tuturnya kesal.
Dengan begitu, maka harapan satu-satunya agar anak perempuannya bisa melanjutkan sekolah jenjang SMA ialah mendaftar lewat jalur afirmasi.
Namun saat mendaftar lewat jalur khusus keluarga tidak mampu, sistem PPDB justru menolaknya.
Vita pun mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan ini.
"Jadi pas awal pembuatan akun itu saya di situ ada opsi pilihan anak tidak mampu. Tapi setelah diklik, di situ langsung otomatis tidak bisa, tapi saya belum tahu masalahnya," kata Vita menceritakan proses pendaftaran PPBD jalur afirmasi.
Baca juga: Kecewa Anak Tak Lolos PPDB Zonasi, Orangtua Sengaja Parkir Fortuner Depan Gerbang Sekolah Seharian
Dia lantas mendatangi sekolah impiannya, SMAN 9 dan SMAN 15 Semarang dengan tujuan mencari jawaban mengapa sistem PPDB menolaknya.
Namun petugas bilang bahwa hal itu karena keluarganya tidak terdaftar dalam sistem.
Alasan yang dia terima mengapa tidak bisa mendaftar di jalur afirmasi ialah karena keluarganya tergolong miskin kategori P4 (rentan miskin).
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Sekolah Pakis
Kabupaten Banyumas
membayar dengan hasil bumi
Koordinator Sekolah Pakis
MTs Pakis
TribunJatim.com
Tribun Jatim
berita viral
singkong
pisang
Sosok Pasha Ungu Minta Tak Ada Lagi Ojol Dilindas Rantis Brimob: Sengaja atau Tidak, Tanggung Jawab |
![]() |
---|
Mardi Dagang Siomay Sambil Was-was di Lokasi Demo Bisa Dapat Rp 500.000, Apes Kalau Rusuh: Saya Lari |
![]() |
---|
Sosok Jerome Polin Ajak Tolak Tawaran Jadi Buzzer Rp150 Juta, Singgung Uang Rakyat dan Gaji Guru |
![]() |
---|
Warga Arak Sepasang Kekasih Jalan 2 Km, Pergoki Wanita Bawa Anaknya di Rumah Pria Lajang Usia 39 |
![]() |
---|
Muncul Slogan ACAB dan Kode 1312 di Media Sosial Pasca Demo 28 Agustus, Apa Maknanya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.