Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Kesaksian RS Terima Puluhan Anak di Bawah 14 Tahun Cuci Darah Tiap Bulan, IDAI Kuak Fakta Sebenarnya

Ramainya kabar anak di bawah 14 tahun lakukan cuci darah tiap bulan belakangan jadi sorotan. IDAI menguak fakta data sebenarnya.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com
Fenomena cuci darah anak di bawah usia 14 tahun yang terjadi di berbagai rumah sakit, RSCM hingga RSUP Kariadi Semarang buka suara soal data sebenarnya. 

TRIBUNJATIM.COM - Ramai perbincangan mengenai puluhan anak di bawah 14 tahun disebut sudah lakukan cuci darah setiap bulan.

Mengacu pada kabar tersebut, beberapa rumah sakit mengungkapkan fakta terkait kasus yang tengah marak dibicarakan itu.

Misalnya saja RSUP Kariadi Kota Semarang, Jawa Tengah, angka anak yang terpaksa cuci darah setiap bulannya telah didata.

Sebanyak 10 anak-anak di Jawa Tengah (Jateng) terpaksa cuci darah setiap bulan di RSUP Kariadi Kota Semarang.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jateng, RSUP Kariadi masuk rumah sakit tipe A yang melayani layanan cuci darah untuk anak-anak.

Selain itu juga ada RSUD Margono di Purwokerto, RSUD dr Moewardi Solo, dan RSUP Soeradji Tirtonegoro di Klaten.

Koordinator Humas RSUP Kariadi Semarang Vivi Vira Viridianti membenarkan soal jumlah anak-anak yang saat ini menjalani cuci darah berkala di tempatnya.

"Iya benar (10 anak-anak cuci darah)," kata Vivi, kepada Kompas.com, Senin (5/8/2024), seperti dikutip TribunJatim.com

Meski demikian, dia tak bisa menjelaskan secara gamblang soal penyebab anak-anak tersebut cuci darah di RSUP Kariadi Semarang.

Menurutnya, anak-anak yang menjalin cuci darah di RSUP Kariadi mempunyai usia yang berbeda-beda.

Baca juga: Sosok Alda, Yatim Piatu yang Harus Cuci Darah Seumur Hidup, Nangis Selalu Pulang Sendirian dari RS

"Secara medis dikatakan anak-anak jika di bawah usia 14 tahun," imbuh Vivi.

Dia mengaku, belum mendapatkan data soal kenaikan data anak-anak yang melakukan cuci darah di RSUP Kariadi Semarang jika dibandingkan tahun sebelumnya.

"Saat ini belum dapat datanya lebih lanjut," ujar dia.

LAYANAN CUCI DARAH - Suasana pelayanan cuci darah di instalasi hemodialisis RSUD dr M. Soewandhie, Surabaya, Kamis (25/4). Tahun ini RS Soewandhie direncanakan menambah 50 mesin cuci darah. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
LAYANAN CUCI DARAH - Suasana pelayanan cuci darah di instalasi hemodialisis RSUD dr M. Soewandhie, Surabaya, Kamis (25/4). Tahun ini RS Soewandhie direncanakan menambah 50 mesin cuci darah. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ (SURYA/AHMA ZAIMUL HAQ)

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), menyatakan bahwa cuci darah atau hemodialisis pada anak bukanlah fenomena baru.

"Sebetulnya, kasus cuci darah pada anak ini sudah biasa dilakukan dan sering terjadi," kata Piprim dalam video klarifikasinya pada Kamis (25/7/2024), dikutio dari Kompas.com.

Menurutnya, banyak pasien anak menjalani cuci darah di RSCM karena rumah sakit tersebut memiliki unit dialisis khusus untuk anak-anak.

Sementara itu, rumah sakit lain di Indonesia belum menyediakan fasilitas dialisis khusus anak.

Baca juga: Nasib Bocah Sering Makan Ayam Goreng Tiap Hari Sepulang Sekolah, Pilu Harus Cuci Darah Sumur Hidup

"Oleh karena itu, pasien anak-anak dengan gangguan ginjal terminal yang membutuhkan hemodialisis dirujuk ke unit khusus di RSCM," ungkapnya.

Secara nasional, tidak ada peningkatan signifikan pada kasus gagal ginjal pada anak yang memerlukan cuci darah, berbeda dengan tahun lalu ketika terjadi kasus keracunan obat EG dan DEG.

"Secara nasional, tidak ada lonjakan kasus gagal ginjal yang signifikan," ujarnya.

Dalam kesempatan berbeda pada Kamis (25/7/2024), RSCM juga menjelaskan mengenai kasus cuci darah pada anak yang menjadi perhatian.

"Kami di rumah sakit tidak mengalami lonjakan (kasus cuci darah pada anak), tetapi jumlah pasien cukup banyak," ujar Dr. dr. Eka Laksmi Hidayati, Sp.A(K), dalam video live Instagram.

Baca juga: SOSOK Bartender A, Peracik Miras yang Tewaskan Anggota Band di Surabaya, Korban Selamat Cuci Darah

Eka menyebutkan bahwa sekitar 60 anak menjalani dialisis secara rutin di RSCM, namun tidak semuanya menjalani hemodialisis.

Dialisis adalah prosedur yang menggantikan fungsi ginjal ketika ginjal tidak berfungsi normal atau rusak.

"Dialisis bisa berupa hemodialisis dengan mesin (sering disebut cuci darah) atau dialisis peritoneal, yang tidak memerlukan kunjungan mingguan ke rumah sakit," terangnya.

Dari 60 pasien anak yang menjalani dialisis, sekitar 30 menjalani hemodialisis.

Seorang karyawan RSUD dr Iskak mengenakan pakaian adat Jawa, tengah memberikan layanan kepada seorang pasien cuci darah.
Seorang karyawan RSUD dr Iskak mengenakan pakaian adat Jawa, tengah memberikan layanan kepada seorang pasien cuci darah. (SURYA/DAVID YOHANNES)

"Itu memang jumlah yang cukup banyak untuk satu rumah sakit, apalagi tidak ditemukan di rumah sakit lain," ucapnya.

Eka menekankan bahwa banyaknya pasien anak yang menjalani cuci darah di RSCM karena rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan uronefrologi di Indonesia.

"Banyak pasien yang dirujuk dari luar Jakarta, bahkan dari luar Pulau Jawa, datang ke sini," ucapnya.

Jumlah anak yang menjalani cuci darah secara nasional belum tersedia, kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, saat ditanya oleh Kompas.com pada Rabu (24/7/2024).

Baca juga: Sosok Shena Malsiana Jebolan X Factor Indonesia Meninggal Dunia, Sempat Idap Lupus dan Cuci Darah

Banyaknya pasien anak yang menjalani pengobatan penyakit ginjal di RSCM ini viral setelah diunggah oleh akun X (Twitter) @unmagnetism pada Minggu (21/7/2024) lalu.

"Ini valid?," demikian kicauan pemilik akun @unmagnetism.

Kicauan tersebut mempertanyakan foto yang bertuliskan:

"Asli syok di RSCM banyak bocil-bocil, kirain berobat apaan ternyata pada cuci darah."

Postingan tersebut telah dilihat 4,7 juta kali hingga hari ini.

Berdasarkan komentar yang muncul, kabarnya mereka cuci darah karena menderita penyakit gagal ginjal kronis.

Penyakit ini dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat.

Gaya hidup yang tidak sehat tersebut berupa jajan sembarangan, konsumsi minuman kemasan dan minuman dengan kadar gula tinggi.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan, gagal ginjal kronis adalah kerusakan ginjal baik struktur dan atau fungsinya yang berlangsung selama 3 bulan atau lebih.

Jika kondisi perubahan fungsi ginjal terjadi secara mendadak dan belum mencapai tiga bulan, maka disebut gangguan ginjal akut.

Penyebab terbanyak gagal ginjal kronik di Indonesia adalah penyakit diabetes mellitus/kencing manis dan hipertensi/tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.

Semakin tidak terkendalinya gula darah atau tekanan darah maka akan semakin mempercepat progresivitas kedua penyakit tersebut dan terjadilah komplikasi salah satunya adalah gagal ginjal. 

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved