Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Demi Rawat 2 Anaknya yang Berkebutuhan Khusus, Mak Ihat Jualan Sapu Lidi Rp3 Ribu, Tak Selalu Laku

Perjuangan penjual sapu lidi sambil merawat anak berkebutuhan khusus itupun menuai rasa haru netizen.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Instagram/wali_umat
Mak Ihat jualan sapu lidi Rp3 ribu demi menghidupi dua anaknya yang berkebutuhan khusus (ABK) 

TRIBUNJATIM.COM - Demi mencari nafkah, seorang ibu jualan sapu keliling membawa anaknya yang penyandang disabilitas.

Kisah pilu ini dialami oleh Mak Ihat, seorang ibu rumah tangga (IRT) yang punya dua anak berkebutuhan khusus (ABK).

Perjuangan penjual sapu lidi sambil merawat anak berkebutuhan khusus itupun menjadi sorotan.

Baca juga: Abdul Sempatkan Baca Quran saat Jualan Susu Kedelai, Targetkan One Day One Juz: Daripada Bengong

Diketahui, kisah pilu Mak Ihat viral usai dibagikan akun Instagram @adiefwafi dan diunggah ulang akun @wali_umat, Minggu (27/10/2024).

Terlihat dalam video yang dibagikan, potret kehidupan getir Mak Ihat sebagai penjual sapu lidi.

Tampak Mak Ihat tinggal di rumah gubuk berdindingkan anyaman bambu yang nyaris reyot.

Bahkan Mak Ihat pun masih memasak menggunakan tungku dengan kayu bakar.

Sehari-hari, Mak Ihat bertahan hidup hanya dengan berjualan sapu lidi keliling.

Bahkan sapu-sapu yang dijualnya adalah buatan dirinya sendiri.

Hanya itu satu-satunya mata pencaharian Mak Ihat setelah suaminya meninggal dunia.

Kini Mak Ihat harus berjuang sendiri semenjak suaminya yang meninggal tiga bulan yang lalu.

Ia bahkan tinggal di gubuk satu-satunya peninggalan suaminya tersebut bersama dua anaknya yang beranjak dewasa.

Namun meski anaknya beranjak dewasa, kedua anak Mah Ihat adalah anak berkebutuhan khusus.

Ya, selain bertahan hidup, Mak Ihat juga harus merawat dua anaknya yang istimewa bernama Iwan dan Egi.

Sementara penghasilan Mak Ihat dari berjualan sapu lidi itu pun tidaklah seberapa.

Bahkan untuk biaya hidup mereka saja, jauh dari cukup alias masih sangat kekurangan.

Mak Ihat menjual sapu lidi dengan harga Rp3.000 per biji.

Tentu saja dalam sehari, dagangan Mak Ihat tersebut tak semuanya laku.

Sementara itu, kondisi kedua anaknya yang berkebutuhan khusus juga tak banyak membantu Mak Ihat.

Adapun anak pertama Mak Ihat hanya mampu membantu ibunya mencari uang dengan menjadi buruh.

Anak pertama Mak Ihat bekerja mencari rumput di sawah untuk makan kambing orang.

Dari pekerjaannya ini, anak sulung Mak Ihat hanya diupah Rp5.000 per harinya.

Baca juga: Cuma Dapat Untung Rp3 Ribu, Abah Iman Pilu 2 Hari Keliling Pikul Jualan Pisang Belum Ada yang Beli

Sontak kisah pilu Mak Ihat penjual sapu lidi keliling ini mengundang simpati netizen.

rianariana963 "semangat ibu"

herlan4510 "ya Allah dunia menangis melihat ini"

dwantymudjianto72 "Semoga rezeki si ibu selalu di mudahkan oleh Allah,Amin"

Akun pengunggah @adiefwafi pun telah membuka donasi untuk membantu perekonomian Mak Ihat.

Setelah viral, @adiefwafi mengabarkan, uang donasi untuk Mak Ihat telah terkumpul senilai Rp903.000 dan dibulatkan menjadi Rp1 juta.

Pengunggah telah menyerahkan uang donasi tersebut kepada Mak Ihat.

Ia juga berterima kasih kepada para netizen dan donatur.

"Terimakasih kepada teman2 yg sudah membantu Mak Ihat , Insya Allah uang tersebut akan digunakan untuk kebutuhan sehari2 beliau karena beliau harus menanggung anak yg diduga Mengalami Gangguan

Pada Saat kita datang kesana pun Mak Ihat sedang berobat kerumah sakit karena sesak nafas , Jadi kita serahkan ke anak beliau," tulis pengunggah.

Sementara itu, seorang siswi SMK menjadi sorotan karena sendirian merawat ibunya yang buta seorang diri.

Hal yang memilukannya lagi, sehari-hari ia dan ibunya bertahan hidup mengandalkan bantuan pemerintah.

Ditambah lagi tidak ada lagi orang yang bisa diandalkan lagi oleh sang ibu selain dirinya.

Ya, kisah pilu siswa SMK merawat ibu buta ini dialami oleh Febri.

Ia adalah siswi SMK kelas 11 di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

Di saat anak-anak seusianya sibuk bergaul, siswi SMK ini lebih memilih merawat ibu kandungnya.

Ia lah menjadi harapan satu-satunya bagi sang ibu tercinta.

Belakangan ini, kisah pilu Febri viral di media sosial dan jadi sorotan.

Diketahui Febri seorang diri merawat ibunya yang buta bernama Suri, sudah selama enam tahun.

Ia dan ibunya tinggal di gubuk yang memprihatinkan.

Rumah Febri berada di Desa Wonotolo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen.

Kondisi rumahnya yang berdinding anyaman bambu berada di tepian rel kereta api.

Rumah mereka pun tak memiliki lantai dingin, melainkan hanya beralaskan tanah.

Sebagian dinding rumahnya memang ada yang terbuat dari batu bata.

Febri siswi SMK rawat ibu buta sendirian selama 6 tahun.
Febri siswi SMK rawat ibu buta sendirian selama enam tahun, tinggal di gubuk sederhana (Tribun Solo)

Rupanya itupun hasil bantuan bedah rumah.

Meski begitu, di gubuk itulah satu-satunya tempat penghidupan dan perlindungan bagi Febri dan ibunya.

Dengan kondisi ibunya yang buta, Febri merawat ibunya dalam keseharian.

Mulai dari memasak, mencuci pakaian, hingga membawa ibunya berobat.

Meski begitu, aktivitasnya merawat sang ibu tak menghalanginya untuk bersekolah.

Semua kegiatan tersebut ia lakukan sebelum dan sesudah sekolah.

Setiap kali berobat, Febri pun harus berjalan kaki sejauh dua kilometer sambil menuntun ibunya yang buta.

Diketahui, Suri ibu Febri mengalami kebutaan sudah berlangsung enam tahun.

Selama itulah pula Febri yang bertanggung jawab saat ibunya sakit.

Baca juga: Keliling Pikul Boks Jualan Roti Tradisional Rp2000, Andri Kerap Diusir Sekolahan: Mengganggu

Masih dikutip dari sumber yang sama, sementara itu, tokoh pemuda desa setempat, Jaroni (36) buka suara.

Sebagai tokoh di desa tempat Febri tinggal, pihaknya pun mengaku iba atas kondisi keluarga Suri dan siswi SMK tersebut.

Ia menyaksikan perjuangan Febri terpaksa jalan kaki ke sekolah jika tidak ada boncengan dari temannya.

Padahal menurut Jaroni, jarak rumah Febri ke sekolah sejauh enam kilometer.

"Kalau ada boncengan, bonceng temannya, kalau tidak jalan kaki," ujar Jaroni, seperti dilansir dari Tribun Solo, Rabu (23/10/2024).

Tak hanya itu, Jaroni juga mengaku terenyuh saat mengetahui pada malam hari, Febri harus mengantar ibunya berobat karena sedang sakit.

Jaroni menceritakan, Febri berjalan kaki menuntun ibunya pergi berobat padahal sedang sakit.

"Sampai terenyuh itu, pukul 21.00 mengantar ibunya periksa."

"Karena ibunya buta, dituntun, jalan kaki sekira 2 kilometer ketika ibunya sakit," ujarnya. 

Febri siswi SMK rawat ibu buta sendirian selama enam tahun
Febri siswi SMK rawat ibu buta sendirian selama enam tahun (Tribun Solo)

Lebih lanjut Jaroni menceritakan, sebelum buta, Suri ibu Febri menjadi tulang punggung keluarga setelah ditinggal suami sejak delapan tahun lalu.

Untuk menghidupi keluarganya, Suri menjadi buruh tani.

Namun, dua tahun kemudian, Suri menderita penyakit katarak hingga kini menyebabkan kebutaan pada matanya.

Jaroni mengatakan, untuk merawat ibunya berobat, Febri terhalang biaya.

"Sejak enam tahun yang lalu, matanya tidak bisa lihat, buta sampai sekarang, terus diobatkan, tapi tidak ada biaya," jelasnya. 

Lebih lanjut, Jaroni mengatakan bahwa Suri memiliki tiga anak.

Dua anak di antaranya anak laki-laki dan Febri adalah anak perempuan satu-satunya.

Namun dua anak laki-laki atau kakak Febri tersebut ternyata tak tinggal di Sragen bersama Suri.

Hal itu lantaran salah satu anaknya diadopsi, sementara satu anak lelakinya lagi merantau.

Anak lelaki Suri yang merantau inipun ternyata tak pernah pulang, bahkan tak pernah berkirim uang.

Sementara itu, Suri yang tadinya buruh tani terpaksa berhenti bekerja karena kondisinya yang buta.

Pilunya untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya, Suri dan Febri hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah.

Sedangkan bantuan pemerintah itupun dikirim setiap dua bulan sekali.

"Dapat bantuan pemerintah, bantuan beras itu dua bulan Rp400.000, PKH Rp700.000 untuk dua bulan," ungkap toko desa tersebut.

Dari bantuan pemerintah ini, kata Jaroni, digunakan Suri dan Febri untuk keseharian.

"Keseharian hanya seperti ini, untuk biaya makan, biaya sekolah, kadang-kadang ada orang yang merasa kasihan dikasih," beber Suri.

Baca juga: Jalan Ngesot Demi Cari Makan Dikasih Warga, Abah Amar Hidup Sebatang Kara, Seringnya Kelaparan

Menurut Suri, bantuan pemerintah tersebut masih belum mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

Mengingat Febri juga masih sekolah.

Namun Suri harus pandai-pandai mengatur uang yang didapatkan agar cukup untuk hidup sehari-hari.

Ternyata kisah pilu Febri dan ibunya tersebut pun telah menyita perhatian jajaran Satlantas Polres Sragen.

Satlatas Polres Sragen sempat memberikan bantuan kepada Suri dan Febri berupa sembako bahkan sepeda pada Kamis (17/10/2024).

"Yang kami berikan sembako, uang tunai, dan kalau ini karena khusus kami tambahkan sepeda."

"Karena kondisi anak ini sangat memprihatinkan, punya sepeda yang sudah rusak."

"Dibenerin beberapa kali, sama bengkelnya sampai digratisin," kata Kasat Lantas Polres Sragen, AKP I Putu Asti Hermawan Santosa.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved