Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pilkada Surabaya 2024

Eri Cahyadi Bicara Partisipasi Pemilih Hingga Keberlanjutan Pendidikan dan Kesehatan Gratis

Secara ekslusif, Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah mengungkapkan lewat wawancara dengan Penanggung Jawab Redaksi Harian Surya, Tri Mulyono

TribunJatim.com/Bobby Koloway
Wawancara Ekslusif Penanggung Jawab Redaksi Harian Surya, Tri Mulyono dengan Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Basecamp Pemenangan Eri-Armuji di Surabaya beberapa waktu lalu. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine Koloway

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji tidak jemawa menjadi kandidat tunggal di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Surabaya.

Diusung oleh 18 partai politik, pasangan nomor urut 1 ini tetap bekerja keras meyakinkan masyarakat memberikan pilihan di pada hari H pemungutan suara, 27 November mendatang.

Menurutnya, ada sejumlah program yang telah berjalan baik di periode pertama kepemimpinannya akan dilanjutkan di tahun-tahun berikutnya. Mulai dari aspek pembangunan manusia hingga Infrastruktur.

Lantas, bagaimana Eri Cahyadi menyiapkan strategi memenangkan pilkada serta apa saja program yang ia siapkan untuk membangun kota? Secara ekslusif, Calon Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah mengungkapkan melalui sebuah wawancara dengan Penanggung Jawab Redaksi Harian Surya, Tri Mulyono di Surabaya beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya : 

Harian Surya: Kami ingin tahu, sebetulnya apa yang Anda lakukan selama waktu sempit, 3,5 tahun sebagai Wali Kota, kemudian bisa meyakinkan semua partai politik untuk kemudian mencalonkan Anda kembali?

Baca juga: Eri Cahyadi Hadiri Carnival Bulan Keluarga GKI Ngagel, Buktikan Surabaya Kota Toleransi

Eri Cahyadi: Selalu saya katakan, bahwa membangun kota itu tidak bisa sendiri. Kalau kita punya (ide soal) kebaikan maka harus bersama. Alhamdulillah, ketika saya menjadi Wali Kota, stunting yang awalnya 28,5 persen, hari ini menjadi 1,6 persen dan terendah di Indonesia. Angka kemiskinan dari delapan koma sekian persen sekarang menjadi 3,9 persen. Ada banyak hal lainnya. Termasuk, Surabaya menjadi satu-satunya kota layak anak internasional di Indonesia. Berkinerja terbaik (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)) kategori AA dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Artinya apa? Semua itu adalah hasil dari dikerjakan oleh seluruh warga Kota Surabaya. Semua itu bisa diraih ketika ada persamaan antara pemerintah kota dengan DPRD kota Surabaya. Kesuksesan ini tidak mungkin terjadi kalau tidak ada hubungan baik dengan DPRD. Kalau tidak ada hubungan baik dengan DPRD, stunting tidak akan pernah bisa turun karena anggarannya tidak terpenuhi. Sekolah tidak bisa gratis karena DPRD tidak setuju dengan anggaran yang kita ajukan. Di sini lah kami bertemu. Nah, teman-teman DPRD ini isinya siapa? Partai politik.

Baca juga: Maulidan Bareng, Khofifah dan Eri Cahyadi Makin Mesra Bersama Warga Surabaya

Harian Surya: Kebersamaan ini yang kemudian menjadi cikal bakal koalisi besar di Pilkada?

Eri Cahyadi: Ketika saya mengajak bersama-sama membangun Surabaya, tidak ada ego, tidak ada kesombongan, antara saya dengan partai politik. Akhirnya, sama semua. Ketika berkelanjutan untuk pilihan Wali Kota 2024-2029, saya sampaikan dengan kerendahan hati. Bahwa, kalau kita punya program yang sama, kegiatan yang sama, yang hari ini hanya 3,5 tahun, bisa dirasakan masyarakat dengan turunnya kemiskinan, turunnya angka pengangguran terbuka, turunnya stunting, maka itu lah yang diinginkan masyarakat. Akhirnya semua bersatu meletakkan egonya. Apa artinya? Bagi saya ini adalah musyawarah mufakat. Kecuali kalau hasil kerja tidak ada tiba-tiba bisa semua mendukung, bisa saja diartikan bahwa demokrasinya tidak berjalan. Namun, kalau karena semua yang sudah dilakukan di Surabaya telah berdampak luar biasa, hasil kerja sama antara kerja antara DPRD dan pemerintah kota, antara semua partai politik ke seluruh warga, hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat Surabaya, maka kami mengutamakan kebersamaan memberikan terbaik bagi Surabaya.

Baca juga: Sosok dan Harta Kekayaan Eri Cahyadi, Bakal Lawan Kotak Kosong di Pilkada Surabaya 2024: Wis Pokok

Harian Surya: Terhadap pemungutan suara tahun ini, tentu bukan hanya sekedar menang suara dengan persentase 50 persen plus satu. Apalagi, di Surabaya hanya ada satu calon. Sebenarnya, goal apa yang Anda inginkan dari pencalonan ini?

Eri Cahyadi: Goal yang ingin saya capai adalah Surabaya bermartabat menuju Kota Dunia yang humanis. Contohnya, Surabaya ini boleh menjadi Kota metropolitan, tapi saya ingin seluruh kampung di Surabaya menjadi Kampung Pancasila. Saat ini, sudah ada 60 kampung yang terbentuk. Apa yang dimaksud Kampung Pancasila? Di dalam satu kampung itu, yang kaya sadar bahwa sebagian harta yang dimiliki merupakan titipan Tuhan yang sebenarnya "milik" orang lain. Sehingga apa? Bisa donasi. Uang yang terkumpul di situ, tidak boleh dikeluarkan (dari kampung), tapi digunakan untuk membantu warga miskin di RW-nya. Kalau ini bisa jalan, Pancasila bukan hanya di lisan, namun benar-benar diamalkan. Saat ini sudah ada 60 kampung. Ke depan, semuanya bisa menjalankan.

Harian Surya: Terhadap perencanaan pembangunan kota, program apa yang ingin dilanjutkan?

Eri Cahyadi: Sebenarnya, RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Surabaya yang kami bahas itu sampai (selesai) 2026. Di situ, ada proyek (pengerjaan saluran) diversi Gunungsari, box Culvet Banyu Urip, hingga Jalan Wiyung. Itu sebenarnya selesai 2026. Ini yang harusnya diselesaikan. Kemudian, jalan kampung harus bisa terselesaikan. Juga membentuk creative hub rumah Gen-Z di Surabaya yang ada di masing-masing kecamatan. Ini yang akan ditata.

Harian Surya: Muncul prediksi sejumlah pihak bahwa calon tunggal akan menurunkan angka partisipasi pemilih di pemilu. Bagi Anda, apakah keikutsertaan pemilih turut menjadi tolok ukur keberhasilan Anda ke depan?

Eri Cahyadi: Berdasarkan angka partisipasi pemilih di beberapa Pilkada Surabaya saat pilihan langsung dilakukan, termasuk saat saya terpilih kemarin, partisipasi warga selalu di sekitar angka 50 persen. Namun, kami yakin bahwa (partisipasi) pilkada tahun ini akan jauh lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena, selalu saya katakan bahwa yang menentukan Kota Surabaya adalah warganya sendiri. Wali Kota hanya dirigen. Rasa persatuan dan kekeluargaan yang utama. Ini bisa diwujudkan sejak pemilihan. Sehingga, saya yakin lebih dari 50 persen. Di sini bukan bicara calon tunggal atau bukan, namun selama kami memimpin 3,5 tahun, saya selalu mengajak warga Surabaya untuk membangun kota dengan hati. Bukan dengan melihat siapa yang memimpin. Namun, ayo bersama membangun kota. Pergerakan ini yang terlihat. Kami ingin mengajarkan bahwa warga jangan dipolitisasi, namun ayo membangun Surabaya dengan hati. Tidak sekadar untuk menang politik.

Harian Surya: Artinya, partisipasi pemilih juga menjadi goal Anda?

Eri Cahyadi: Bagi saya, ada atau tidak ada lawan tetap saja head to head. Bedanya, kalau ada lawan, saya harus berhadapan dengan calon yang memang memiliki program (visi dan misi). Sedangkan kalau melawan kotak kosong, sebenarnya sama-sama head to head, namun ini tidak memiliki program. Goal dari semua ini, bukan siapa yang menang. Tapi, siapa yang bisa membuat senang warga Surabaya. Itu tanggungjawab bagi yang terpilih.

Harian Surya: Saat Anda memimpin di periode pertama, Anda memiliki program mengutamakan pendidikan, kesehatan, dan meningkatkan kesejahteraan warga. Dengan adanya pandemi dan masa pemerintahan yang lebih singkat, bagaimana evaluasi terhadap ketiga prioritas tersebut?

Eri Cahyadi: Alhamdulillah, meskipun sempat melewati masa Covid, kami mampu memenuhi UHC (Universal Health Coverage). Jadi, warga Surabaya cukup dengan KTP bisa mendapatkan pengobatan gratis menggunakan BPJS. Pokoknya warga Surabaya datang (ke fasilitas kesehatan), pakai KTP, langsung diobati. Kalau pasien belum punya BPJS, maka akan dimasukkan dalam E-Dabu (Elektronik Data Badan Usaha) oleh RS, maka akan difinalisasi dalam 1 hari dan diberikan. Tak hanya itu, di 2025, kami juga menyiapkan program BPJS Ketenagakerjaan untuk seluruh warga Surabaya yang belum sejahtera. Sehingga kalau misalnya, naudzubillah min dzalik, ada kecelakaan atau bahkan sampai meninggal, ada cover asuransi. Apa mampu? Bisa. BPJS kesehatan aja bisa ditanggung pemkot.

Harian Surya : Itu terkait masalah kesehatan. Bagaimana dengan pendidikan?

Eri Cahyadi : Untuk pendidikan sudah gratis semua (SD-SMP). Makanya, kami juga berkoordinasi dengan provinsi, memberikan bantuan kepada SMA sebesar Rp200 ribu perbulan. Khususnya, bagi yang nggak mampu. Untuk (jenjang) universitas, kami juga ingin menambah (kuota mahasiswa penerima beasiswa). Bahkan, saat ini ada program Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana, yang jumlahnya ada 200 orang. Ini ada di asrama Bibit Unggul.

Harian Surya : Lantas bagaimana dengan peningkatan kesejahteraan warga?

Eri Cahyadi : Kami sedikit bercerita bahwa ada orang yang ingin jual ginjalnya karena untuk membayar sekolah anak di pondok. Namun, ini tidak jadi. Akhirnya, anaknya bisa melanjutkan sekolah. Karena apa? Kami memberikan program padat karya. Memanfaatkan aset Pemkot, digunakan untuk pemanfaatan pekerjaan seperti cuci mobil, penjahit, hingga (pembuatan) paving. Program pemerintah yang terkait dengan seragam gratis, pemasangan paving, dan sejenisnya, ini menggunakan bahan yang dihasilkan oleh padat karya tersebut.

Harian Surya : Di awal pemerintahan, Anda memiliki cita-cita mulia untuk membuat satu keluarga memiliki penghasilan minimal sebesar Rp7 juta. Sejauh ini, bagaimana realisasinya?

Eri Cahyadi : Sudah berjalan. Apa buktinya? Kemiskinan di awal kami menjabat hampir menyentuh 8 persen, sekarang sudah menjadi 3,9 persen. Kemudian, pengangguran terbuka yang sebelumnya sekitar 9 persen, sekarang menjadi 6 persen. Stunting, sebagai akibat dari masalah kemiskinan, yang awalnya sekitar 28 persen, sekarang menjadi 1,6 persen. Artinya apa? Semua penurunan ini karena mereka telah mendapatkan pekerjaan. Yang membuat saya semakin bangga, semua orang kaya juga turut bergerak. Bayangkan, kalau zakatnya orang Muslim disatukan, persepuluhan orang Kristen disatukan, serta, umat lain turut disatukan. Kemudian, zakat ini diberikan kepada warga miskin yang datanya diambil dari angka kemiskinan di Surabaya. Sehingga, jangan Anda mengambil zakat dan persepuluhan dari Surabaya, namun saat masih banyak warga Surabaya yang membutuhkan, lantas Zakat Anda diserahkan kepada warga luar kota. Inilah yang pada 2025 ingin kami satukan. Kami yakin, kalau orang baik ini bersatu, maka masalah kemiskinan bisa diselesaikan.

Harian Surya : Saat masing-masing program tersebut berjalan, proyek infrastruktur turut berlangsung besar-besaran di dua tahun terakhir. Bagaimana Anda menyiasati pembagian anggarannya?

Eri Cahyadi : Sebelumnya, saya memang fokus terhadap pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan. Uang pemkot banyak digunakan untuk membangun sumber daya manusia. Tak lama dari itu, saya bertemu dengan banyak orang. Di antaranya, pengusaha, orang yang memiliki harta lebih, atau orang mampu di setiap kampung. Kami berdiskusi. Kami menyampaikan bahwa Surabaya ini tidak bisa bergerak sendiri. Dari sana, mereka menyambut baik dan mengatakan untuk siap membantu. Sehingga, anggaran yang sebelumnya saya gunakan banyak untuk pembangunan manusia, sekarang banyak di-cover oleh mereka melalui program orang tua asuh. Dari situ, anggaran kemudian kami alihkan ke dalam pembangunan infrastruktur. Sehingga, kami akui bahwa tanpa adanya kebersamaan ini, pembangunan di Surabaya tak mungkin dapat berlangsung. Itulah hebatnya warga Surabaya.

Harian Surya : Terkait pembangunan infrastruktur RS Surabaya Timur, bagaimana dengan progres pembangunannya?

Eri Cahyadi : RS ini akan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, poli apapun ada, namun dengan mengutamakan ibu dan anak. Namanya adalah Eka Candrarini. Eka artinya satu. Candrarini adalah bulan untuk perempuan yang indah. Sebab, saya ingin mempersembahkan rumah sakit ini untuk ibu dan anak. Saat ini, setelah infrastruktur selesai, tengah dilakukan persiapan pemenuhan tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat. Targetnya, tahun depan bisa beroperasi seluruhnya. Dengan pengoperasian ini, kami harap dapat mengurangi tumpukan pasien di RSUD dr Soewandhie yang satu harinya bisa mencapai 2.800 pasien. Tahun depan, kami juga akan membangun RS di Surabaya Selatan. Fasilitas gedung ini baik. Sehingga harapannya, meskipun menggunakan BPJS alias gratis, namun pelayanan tetap prima dan tidak akan kalah dengan fasilitas di RS swasta.

Harian Surya : Terkait pengendalian banjir, apa yang sudah Anda lakukan untuk mencegah banjir?

Eri Cahyadi : Kami harus mengedukasi warga bahwa di saat saya memimpin, ada sekitar 300 titik banjir yang mencakup sekitar 1.000 wilayah. Artinya, saya tidak bisa menyelesaikan banjir hanya dalam 3,5 tahun. Kalau saya hanya mencari popularitas (kepentingan politik), saya bisa saja menyelesaikan seluruh titik banjir dalam waktu 3 tahun. Namun, anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan program lainnya hilang hanya untuk menyelesaikan banjir. Selain soal prioritas, warga Surabaya juga harus tahu mana yang menjadi jalan nasional, provinsi, atau jalan kota. Misalnya Jalan Kalianak. Banyak yang tidak tahu, mengira ini jalan kota padahal ini adalah jalan nasional. Sehingga, jangan semua yang berada di Surabaya dibebankan kepada anggaran APBD kota.

Harian Surya : Bagaimana Anda mengelola kritik yang diterima Pemkot atau Anda secara pribadi?

Eri Cahyadi : Saya selalu terbuka dengan siapapun. Kalau tidak mau dikritik, tentu jangan mau jadi Wali Kota. Jangan mau jadi PNS atau birokrat. Karena apa? Sebenarnya, orang mengkritik ini karena tidak tahu. Misalnya ada yang tanya, anggaran APBD Surabaya mencapai Rp11 triliun. Ini dianggap besar. Padahal, jumlah penduduk di Surabaya juga besar. Misalnya pendidikan gratis SD, SMP, hingga beasiswa SMA dan perguruan tinggi sebesar Rp1,5 triliun, untuk membayarkan iuran BPJS kesehatan mencapai Rp500 miliar, Program perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu) mencapai Rp700 miliar tiap tahun, gaji pegawai negeri dan tenaga kontrak mencapai Rp2 triliun, dan program lainnya. Kalau semua anggaran ini kemudian dialihkan untuk penyelesaian banjir, artinya kami sebagai Wali Kota merupakan orang egois. Hanya untuk kepentingan pribadi, supaya dianggap berhasil mengatasi banjir, kemudian mengorbankan kepentingan lain.

Harian Surya : Untuk menangkal serangan di media sosial, apakah Anda juga pernah menggunakan jasa buzzer?

Eri Cahyadi : Tidak pernah. Sebab sejak kanjeng Nabi Muhammad Saw, kita diajarkan bahwa sesempurna apapun beliau, tetap ada kritik yang harus diterima. Apalagi saya yang banyak kurangnya, banyak dosanya. Nabi juga tidak pernah membalas dengan buzzer. Nabi mengajarkan bahwa kita harus membalas dengan edukasi, kelembutan, sehingga orang akan terbuka sendiri.

Harian Surya : Sebagai lokomotif wilayah aglomerasi Surabaya Raya, apa yang akan disiapkan untuk mendukung pembangunan daerah tetangga seperti Gresik dan Sidoarjo?

Eri Cahyadi : Kami sudah bersepakat dengan Bupati Sidoarjo dan Bupati Gresik untuk membangun koneksi. Ini kemudian kami sampaikan kepada pemerintah provinsi. Apa yang menjadi isu penting? Transportasi. Surabaya macet arah masuk (dalam kota) ketika jam berangkat kerja. Sebaliknya, akan macet ke arah luar ketika jam pulang kerja. Akhirnya kami berdiskusi. Pemerintah Provinsi telah menyampaikan kepada pemerintah pusat.  Akhirnya, kami diberikan transportasi massal yang akan menghubungkan Sidoarjo, Surabaya, Gresik, dan Lamongan. Ini merupakan program pinjaman dari Jepang. Tugas kami di daerah, kami tinggal mengoneksi dengan angkutan dalam kota. Misalnya, kami hubungkan dengan Wira Wiri. Harganya bisa menjadi satu. Sekali bayar, Wira Wiri ikut terbayar. Semoga transportasi ini bisa berjalan di 2027.

Harian Surya : Selain transportasi, mungkin ada kerjasama dengan daerah tetangga di bidang lain?

Eri Cahyadi : Kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Gresik untuk membangun infrastruktur jalan dari Wiyung mencapai Menganti. Pun dengan Sidoarjo. Kami juga membangun hingga menyentuh Tropodo. Inilah komunikasi antar pimpinan. Tentu, harapannya pembangunan ini bisa saling menyambung. Jangan sampai luar kota membangun, sedangkan Surabaya tidak menyambung. Begitu pula sebaliknya. Kami tidak saling bersaing. Namun, kami berkolaborasi untuk yang terbaik.

Harian Surya : Kami mendengar ada peluang kerjasama juga di bidang pertanian. Benarkah

Eri Cahyadi : Benar. Gresik merupakan salah satu penghasil beras. Kami sudah koordinasi. Kami sampaikan kebutuhan beras di Surabaya. Dari situ, kami ingin kontrak kerjasama dengan Gresik. Kalau misalnya Gresik mampu menyiapkan beras dengan kualitas tertentu dengan jumlah tonase sekian, maka kami siapkan kontrak kerjasama. Saya mengambil beras dari Gresik dengan harga standar distributor di Surabaya. Dari situ, akan sekaligus memberikan kepastian pasar bagi petani Gresik. Sehingga pemuda di Gresik tidak perlu urbanisasi untuk mengadu nasib ke Surabaya.

Harian Surya : Pada pemerintahan pusat yang baru, bagaimana posisi sikap Anda? Mengingat Anda juga merupakan kader PDI Perjuangan?

Eri Cahyadi: Sebagai wakil dari pemerintah pusat, Wali Kota harus tegak lurus dengan kebijakan pemerintah pusat. Contoh saat saya menjadi Wali Kota, kami juga sudah mulai ujicoba makan bergizi gratis. Bahkan, Mas Gibran (Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka), datang ke Surabaya. Saya tunjukkan bahwa di Surabaya ada sertifikat halal, gizi, yang menentukan adalah ahli gizi. Yang mengerjakan adalah UMKM. Akhirnya, ini yang justru menjadi salah satu percontohan nasional. Prinsipnya, pemerintah kota harus menjadi satu dengan pusat.

Harian Surya : Ke depan, apa yang menjadi tantangan terberat bagi Anda?

Eri Cahyadi : Tantangan terberat ke depan tentu bagaimana mengajak warga Surabaya menjadi cinta dan menjalankan syariat agamanya. Contohnya, orang Islam diajarkan menyerahkan zakat. Namun, seringkali ini sulit dilakukan. Misalnya, orang tidak mampu di sebuah kampung membuka toko kelontong. Harga di toko ini, sebenarnya selisih Rp50 rupiah dengan toko modern. Namun, tetangga ini justru memilih berbelanja di toko modern. Inilah yang terberat. Partisipasi masyarakat dalam membangun Surabaya harus ditingkatkan. Jangan sampai semua diserahkan kepada pemerintah, namun hubungan antara manusianya semakin hilang. Kota besar yang maju adalah bagaimana menghubungkan manusianya bisa semakin erat tanpa memandang suku, agama, atau latarbelakang. Memberikan kesadaran tentang pentingnya hal inilah yang tentu menjadi tantangan besar. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved