Berita Viral
Muridnya Berhasil Buktikan Ada Sapi Makan Martabak, Pak Ribut Akhirnya Beri Uang Rp1 Juta: Maaf Ya
Muridnya berhasil buktikan ada sapi makan martabak, Pak Ribut akhirnya kasih uang tunai Rp1 juta.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Berdebat dengan siswanya soal sapi makan martabak, kisah guru SD di Lumajang, Jawa Timur, beredar viral di media sosial.
Momen ini berawal ketika guru bernama Pak Ribut mengunggah video di akun Instagram pada 11 November 2024 lalu.
Saat itu Pak Ribut sedang membicarakan makanan sapi bersama siswanya di kelas.
Baca juga: Penyebab Aya Sakit Meningitis hingga Koma 3 Bulan, Kini Teman dan Guru Bantu Pulihkan Ingatannya
Ia pun memberi pertanyaan kepada siswanya soal sapi.
"Sapi (yang menghasilkan) susu, biasanya makan apa?" tanya Pak Ribut kepada siswanya.
Kemudian para siswa di kelas pun terdengar menjawab pertanyaan dari sang guru satu persatu.
Ada yang menjawab rumput hingga buah-buahan seperti pepaya.
Tetapi ada satu siswa yang berdiri di samping Pak Ribut menjawab bahwa sapi makan martabak.
"Di tetanggaku Pak, martabak dicampur buah-buahan," jawab siswa bernama Desril tersebut.
Pak Ribut pun tidak percaya mendengar jawaban dari siswanya tersebut.
"Masak? Sebentar, emang sapi makan martabak?" kata Pak Ribut di hadapan para siswa.
Beberapa siswa terdengar ada yang menjawab tidak dan iya.
Pak Ribut pun merasa heran saat siswanya ngotot jika ada sapi makan martabak
Video tersebut kemudian viral dan menyorot perhatian para netizen.
Setelah video perdebatan sapi makan martabak bersama muridnya tersebut viral, Pak Ribut pun membuktikan ucapan siswanya.
Ia mendatangi kandang sapi milik tetangga siswa tersebut yang disebut-sebut memakan martabak.
Video kedatangannya pun diunggah pada Selasa (19/11/2024).
Ia mendatangi kandang sapi tetangga bersama siswanya yang belakangan diketahui bernama Desril.
Tidak datang dengan tangan hampa, Pak Ribut membawa satu kotak berisi martabak.
"Pak Ribut sekarang lagi ada di daerah rumahnya Desril," kata Pak Ribut.
Ia pun menyodorkan martabak tersebut kepada Desril.
"Kalau sapi terbukti makan martabak, nanti Pak Ribut kasih hadiah," ujarnya.
Baca juga: Lempar Bus Transjakarta, Pengendara Motor Kini Diminta Bayar Ganti Rugi Rp15 Juta, Kaca sampai Retak
Mereka pun mendatangi kediaman pemilik sapi yang bernama Pak Kamal.
Setelah sampai di kandang sapi, Pak Ribut pun langsung membuktikan ucapan murid tersebut.
Pak Kamal pun langsung memberikan martabak kepada dua sapi jantan jenis karapan tersebut.
Ternyata ucapan Desril terbukti.
Sapi tersebut benar-benar memakan martabak.
Pak Ribut pun langsung tersenyum, begitu pula Desril yang terlihat bahagia ucapannya terbukti benar.
Baca juga: Ditolak Isi Pertalite, Pengendara Motor Pelat Merah Pukul Petugas SPBU, Minta Kembalikan Rp15 Ribu
"Des, kamu pinter. Pak Ribut yang salah," ucap Pak Ribut.
Dia pun meminta maaf pada Desril karena sempat tidak percaya omongannya.
"Soalnya Pak Ribut tidak pernah tahu, mohon maaf ya," imbuh Pak Ribut.
Akhirnya, Pak Ribut pun menepati janjinya untuk memberikan hadiah uang tunai sebesar Rp1 juta kepada Desril.
Di sisi lain, kisah perjuangan keras para guru SD untuk mendidik muridnya di daerah pelosok Kabupaten Jombang begitu menginspirasi.
Para guru ini harus mengeluarkan tenaga ekstra hanya untuk sampai di sekolah tempatnya mengajar.
Jarak tempuh yang harus dilalui untuk sampai di lokasi pun memakan waktu sekitar satu jam lebih.
Hal ini adalah akibat dari kurang meratanya fasilitas umum di Kabupaten Jombang.
Seperti akses jalan menuju SDN Pojok Klitih II yang berada di Dusun Rapah Omboh, Desa Klitih, Kecamatan Plandaan, Jombang.
Akses jalan menuju SDN Pojok Klitih II ini cenderung ekstrem.
Kondisi jalan yang sama sekali belum merata menjadi kendala bagi masyarakat sekitar maupun para guru yang mengajar.
Padahal jalan ini menjadi akses utama warga sekitar untuk beraktivitas.
Kondisi jalan masih dipenuhi bebatuan kecil, besar bahkan pasir.
Untuk menuju lokasi SDN Pojok Klitih ini harus melewati jalan berliku, sepanjang jalan bagian kanan dan kiri hanya ada hutan.
Ditambah kondisi jalan yang masih bebatuan dan pasir membuat perjalanan menuju SDN tersebut cukup memakan waktu yang lama.
Salah satu guru sekaligus Kepala Sekolah (Kepsek) SDN Pojok Klitih II, Karmun (50) adalah sosok yang setiap harinya harus menempuh jalan berliku ini.
Ia memakan waktu berjam-jam untuk sampai ke sekolah tempatnya mengajar.
Karmun mengaku sudah terbiasa dengan hal itu, bahkan jika kondisi hujan sekalipun, ia tetap semangat untuk berangkat ke sekolah.

"Kondisi jalan di sini memang sudah sejak dulu seperti itu," ucapnya saat dikonfirmasi TribunJatim.com melalui sambungan seluler pada Senin (4/11/2024).
"Bahkan jarak tempuh dari rumah saya yang berada di Kecamatan Plandaan, ke sekolah kalau cuaca kemarau bisa cepat, sekitar satu jam," imbuh Karmun.
Jika musim kemarau, kondisi jalan cenderung kering dan lebih memudahnya untuk cepat ke sekolah.
Meskipun jalan tetap berbatu dan sama sekali tidak merata.
Namun kondisi berbeda drastis jika sudah masuk musim penghujan.
Karmun menjelaskan, jika masuk musim hujan, kondisi jalan menjadi basah dan berlumpur.
Hal itu bisa terjadi karena sebagian besar jalan di lokasi tersebut masih didominasi oleh pasir dan bebatuan.
Ia menuturkan, jika saat musim hujan, ditambah kondisi jalan yang berlumpur dan licin, membuat jarak tempuh ke sekolah menjadi lebih lama bahkan hampir dua jam lebih.
"Kalau hujan, jalan menjadi lebih ekstrem, karena jalannya jadi licin. Kalau pakai motor dengan ban biasa pasti akan jatuh terus."
"Karena itu mengantisipasinya dengan menggunakan ban motor drill," ujarnya.

Tidak hanya harus melewati jalan berliku dan penuh hambatan untuk sampai ke sekolah.
Di sekolah, Karmun dan beberapa guru hanya mengajar 16 peserta didik saja.
Jumlah ini sudah keseluruhan murid dari kelas 1 sampai kelas 6 SD.
"Keseluruhan jumlahnya ada 16 murid. Untuk kelas 1 ada muridnya, kelas 2 kosong, kelas 3 ada muridnya, kelas 4 ada, kelas 5 kosong, dan kelas 6 ada muridnya," katanya.
Ia mengaku, kendala dalam mencari siswa baru juga dipengaruhi faktor geografis lokasi setempat yang jauh dari kota.
Selain itu juga jumlah penduduk yang sedikit.
Hal itu juga selaras dengan kondisi kehidupan di masyarakat Dusun Rapah Omboh.
"Di daerah sini, dari keluarganya jika ada satu keluarga yang memang mau hamil lagi itu harus dipikir-pikir lagi."
"Karena memang, biasanya kalau sudah hamil umur delapan bulan itu harus turun gunung," ungkapnya.
"Kalau tidak, turun medannya terlalu sulit, karena medan di sini ekstrem. Kalau beberapa waktu lalu pas ada yang sakit di musim penghujan itu ditandu," tukasnya. (Anggit Puji Widodo)
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Adhi Jalan Kaki 210 Km ke Kantor Gubernur karena Tak Terima Kena PHK, Pertamina: Tak Terkait |
![]() |
---|
Sindiran Hakim MK soal Royalti Lagu, Sebut WR Supratman Orang Terkaya: Berapa Tahun Dinyanyikan |
![]() |
---|
Di Tengah Warga Protes Kenaikan PBB 250 Persen, Beredar Video Bupati Sudewo Asyik Sawer Biduan |
![]() |
---|
Menteri Era Gus Dur Sebut Jokowi Tak Pantas Sarjana: Dia Nggak Punya Ijazah |
![]() |
---|
Petani Minta Maaf karena Anaknya Palak Pengemudi Rp 70 Ribu, Bawa Ember Putih |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.