SIM Diusulkan DPR Berlaku Seumur Hidup Seperti KTP? Pakar Bongkar Risiko: Harus Diperhitungkan
Wacana Surat Izin Mengemudi atau SIM diusulkan oleh DPR untuk berlaku seumur hidup menjadi sorotan.
TRIBUNJATIM.COM - Wacana Surat Izin Mengemudi atau SIM diusulkan oleh DPR untuk berlaku seumur hidup menjadi sorotan.
Ini seperti diterapkan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP).
DPR usul dengan tujuan agar tidak membebani masyarakat.
Adapun usul ini datang dari Komisi III DPR RI.
Yang mana mengusulkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku seumur hidup.
Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai, realisasi atau target perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB tidak seberapa.
Baca juga: Warga Kaget Buat SIM Bayar Rp 415 Ribu, Tak Dapat Tes Lapangan Padahal Tanpa Calo: Sempat Mau Protes
Masyarakat yang melakukan perpanjangan justru kerap mengalami hambatan.
"Saya pernah usulkan agar perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB ini cukup sekali saja seumur hidup, seperti KTP, supaya tidak membebani masyarakat," tuturnya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (5/12/2024).
Sarifuddin pun menganggap perpanjangan dokumen berkendara tersebut "hanya untuk kepentingan vendor".
Ukuran surat-surat itu dinilai "tidak seberapa" padahal biayanya yang luar biasa dibebankan ke masyarakat.
Lalu, apa ada konsekuensi yang terjadi apabila Indonesia menerapkan SIM, STNK, dan TNKB seumur hidup?
Sementara itu, ahli transportasi Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menyebut penerapan SIM, STNK, dan TNKB seumur hidup dapat berpengaruh terhadap penerimaan negara.
Hal itu karena warga Indonesia yang memperpanjang SIM, STNK, dan TNKB harus membayar biaya sesuai ketentuan berlaku.
"Untuk seumur hidup, apakah risiko terkait penerimaan negara bukan pajak atau retribusinya negara siap kehilangan itu? Biaya perpanjangan harus diperhitungkan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/12/2024).
Menurut Yayat, pengendara harus membayar biaya perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB.
Biaya itu menjadi salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Hal ini berbeda dengan kartu identitas seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Sebab, KTP tidak melekat kepada kepemilikan barang. Ini berbeda dari SIM, STNK, dan TNKB yang menunjukkan kepemilikan terhadap kendaraan yang dipakai.
Yayat menuturkan, kendaraan bermotor dijalankan menggunakan fasilitas negara salah satunya berupa jalan raya.
Biaya perpanjangan surat-surat berkendara bisa dipakai untuk meningkatkan layanan transportasi publik, perbaikan kondisi jalan, dan mengembangkan layanan transportasi antarprovinsi.
"Biaya perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB itu pendapatan penerimaan negara terbesar," tegas Yayat.
Menurut Yayat, sistem administrasi surat-surat berkendara bisa diberlakukan sekali seumur hidup.
Namun, surat-surat itu tetap perlu diperpanjang berkala.
Baca juga: Keanggotaan BPJS Kesehatan akan Jadi Syarat SIM, Satpas Tulungagung Lakukan Sosialisasi
Dia menilai, biaya perpanjangan surat berkendara menjadi bukti sah kepemilikan kendaraan bermotor seseorang sekaligus pembayaran pajaknya.
Daripada mengubah aturan perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB, dia lebih menyarankan sistem pembayaran perpanjangan bisa lebih mudah dan efisien dengan tidak perlu ke Kantor Samsat.
"Perlu dipertimbangkan bagaimana sistem administrasinya tetap berjalan dan penerimaan negara tetap diuntungkan," imbuh Yayat.
Di sisi lain, Senior Instructor Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Mira K. Safri menyebut, surat berkendara yang berlaku seumur hidup bisa berpotensi membahayakan pengendara.
Hal itu karena kondisi seseorang yang tidak selalu sama dair tahun ke tahun.
"Sekarang dalam keadaan sehat badan, mata, dan kupingnya. Beberapa tahun kemudian, kondisi tubuh bisa berubah," ujar Mira saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
Menurutnya, surat-surat berkendara yang berlaku seumur hidup tidak menjamin kondisi tubuh seseorang dalam keadaan sehat dan mampu berkendara seumur hidupnya.
Mira menambahkan, DPR RI boleh saja mengusulkan SIM, STNK, dan TNKB berlaku seumur hidup dengan alasan mengurangi korupsi atau membebani masyarakat.
Baca juga: Ditilang Gegara Tak Bawa SIM & STNK, Pembeli Klepon Kaget Malah Dapat Motor Baru, Minta Maaf
Tetapi yang menurutnya perlu dilakukan secara berkala adalah uji kompetensi selama periode waktu tertentu.
Menurut Mira, setiap pengendara perlu menjalani uji kompetensi dan kesehatan berkala untuk dinyatakan layak mengendarai.
Uji tersebut biasanya dilakukan saat memperpanjang surat berkendara.
Orang yang sakit dan kondisinya tidak baik, lanjutnya, akan gagal uji kompetensi berkendara.
Karena itu, orang yang bersangkutan dilarang mengendarai dan surat berkendaranya tidak berlaku lagi.
Selain itu, Mira menyarankan, pemerintah pun perlu mempertimbangkan penerapan asuransi berkendara yang dibayar dalam periode tertentu sebagai perlindungan terhadap pengemudi.
"Saya kurang setuju SIM diberlakukan seumur hidup. Kalau biaya dan birokrasi dipermudah, saya rasa enggak sesulit itu," tegasnya.
Ketimbang memberlakukan surat berkendara seumur hidup, Mira lebih menyoroti tindakan masyarakat yang "menembak" sehingga bisa dapat SIM tertentu meski tidak mampu mengendarainya.
Mira juga menekankan, perlu ada pengetatan pemeriksaan terhadap kelayakan kendaraan sebelum dipakai di jalanan.
Sebab, banyak kecelakaan terjadi karena kendaraan yang tak layak jalan.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com
Kementerian Haji dan Umrah Resmi Dibentuk, Kemenag Ponorogo Tunggu Juknis dari Pusat |
![]() |
---|
Kasihan usai Dimintai Tolong Sambil Memelas, Pria ini Malah Jadi Korban Begal |
![]() |
---|
Kecelakaan Maut di Wates Kediri, Pengendara Motor Tewas usai Hantam Truk Muat Tebu Parkir |
![]() |
---|
Gaya Hidup Perkotaan Bikin Warga Jombang Banyak yang Menjadi Janda, Pengadilan Agama: Kompleks |
![]() |
---|
Inilah Daftar 5 Calon Dekan Fakultas Kedokteran Unair 2025–2030, Berikut Profil para Kandidat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.