UMKM
Kisah Kopi Demit di Kediri, Kedai Modern Pertama Tetap Bertahan dengan Cita Rasa Otentik
Di tengah menjamurnya kedai kopi modern di Pare, Kabupaten Kediri, ada satu nama yang terus bertahan sejak awal kehadirannya.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Isya Anshori
TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Di tengah menjamurnya kedai kopi modern di Pare, Kabupaten Kediri, ada satu nama yang terus bertahan sejak awal kehadirannya yaitu Kopi Demit.
Kedai kopi ini bukan sekadar tempat menikmati secangkir kopi, tetapi juga menjadi saksi perjalanan kopi modern pertama di Pare.
Didirikan pada tahun 2014 oleh Urip Widodo, atau yang akrab disapa Pak Wid, Kopi Demit bermula dari sebuah angkringan sederhana di depan Taman Ringin Budho Pare.
Pak Wid mengaku terinspirasi membuka kedai kopi setelah membaca blog tentang dunia kopi modern.
Baca juga: Bandara Dhoho Jadi Pilihan Efisien Warga Kediri dan Sekitarnya di Musim Libur Panjang Nataru
"Saat itu, saya mencoba menyajikan kopi dengan alat modern seperti alat tetes, yang masih sangat asing bagi masyarakat Pare. Banyak orang heran dan penasaran dengan konsep saya," kenang Pak Wid, Senin (30/12/2024).
Nama Demit sendiri dikenal karena kedai ini dinamai The Meet, merujuk pada makna pertemuan. Namun, lidah masyarakat dan pengunjung lebih akrab menyebutnya Demit, sehingga nama itu pun melekat hingga sekarang.
Pak Wid bercerita bahwa dirinya merupakan salah satu pelopor penyajian kopi modern di Pare.
Meski awalnya menjual kopi dengan harga hanya Rp 2.500, kini ia menawarkan berbagai varian kopi mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 16.000 per cangkir, tetap dengan cita rasa yang otentik.
"Dulu kopi seperti Vietnam drip ini saya jual hanya Rp 2500 saja," jelasnya.
Pandemi COVID-19 sempat menjadi tantangan besar bagi Kopi Demit. Angkringan yang hanya buka setiap malam harus berinovasi agar bisa terus buka selama masa PPKM. Pak Wid akhirnya bertransformasi dan merenovasi bangunan di belakang angkringannya yang ia sulap menjadi kedai modern.
Baca juga: Meski Hujan, Simpang Lima Gumul Kediri Ramai Pengunjung pada Libur Nataru
Kedai kopi miliknya akhirnya mengusung konsep cafe yang tetap mempertahankan sentuhan alat modern dalam penyajian kopi.
"Sekarang, kami juga menjual biji kopi siap olah, karena permintaan pasar semakin meningkat. Nama kedai kami juga diubah menjadi Dodolan Kopi untuk mempermudah perizinan," jelasnya.
Meski tampil lebih modern, esensi kedai ini tetap sama menghadirkan kopi berkualitas yang disajikan dengan hati.
Menu favorit pelanggannya tak lain adalah kopi Vietnam atau robusta dengan alat penyajian khas Vietnam. Selain itu, kopi arabika tetap menjadi pilihan sejak kedai ini pertama kali berdiri.
"Pelanggan dari dulu masih sama sukanya, kalau sebutannya di sini kopi Vietkong," imbuhnya.
Pak Wid mengakui bahwa kesulitan terbesar dalam menjalankan bisnis kopi adalah ketersediaan bahan baku.
"Saat ini, panen kopi dari petani terkendala, ditambah harga kopi di pasar dunia yang terus meningkat," ungkapnya.
Namun, ia tetap konsisten menyajikan kopi dari berbagai daerah terbaik di Indonesia, seperti Toraja, Lampung, Dampit, dan Aceh Gayo. Konsistensi inilah yang menurutnya menjadi kunci keberhasilan kedainya bertahan di tengah persaingan.
Sejak awal, Kopi Demit tidak hanya menjadi tempat menikmati kopi, tetapi juga menjadi pusat belajar bagi pecinta kopi.
"Banyak yang datang ke sini untuk belajar, bahkan ada yang dari Surabaya. Mereka belajar dan magang di sini. Sekarang sudah membuka usaha kopi sendiri di Surabaya," katanya.
Setiap hari, kedai ini melayani tak kurang dari 40-50 pelanggan setia. Mereka datang bukan hanya untuk menikmati kopi, tetapi juga untuk merasakan suasana yang hangat dan autentik di kedai ini.
Di tengah ratusan kedai kopi di Pare, Pak Wid percaya bahwa ketlatenan dan cita rasa otentik adalah alasan utama pelanggannya terus kembali.
Ia percaya Kopi Demit tetap menjadi ikon di Pare, membuktikan bahwa inovasi dan cinta terhadap kopi bisa bertahan melawan waktu.
Kedai ini tidak hanya menjadi saksi perkembangan kopi modern di Pare, tetapi juga sebuah warisan yang terus hidup dalam setiap cangkir kopi yang disajikan.
"Kopi bukan hanya soal rasa, tapi juga pengalaman dan konsistensi," tutupnya.
Keuletan Ichwan Pengrajin Burung Garuda di Jombang, Menjaga Identitas Bangsa Lewat Ukiran Kayu |
![]() |
---|
Jejak Tono Saputro Bangun UMKM Karangan Bunga di Jombang, Berdayakan Ibu RT hingga Tembus Papua |
![]() |
---|
Kisah Mantan TKI Jadi Pelaku UMKM Sukses di Madiun, Olah Umbi Talas Jadi Cemilan Ekspor |
![]() |
---|
Uniknya Onde-Onde Ubi Ungu, Camilan Lokal Naik Kelas Berkat Inovasi Ibu Rumah Tangga di Jombang |
![]() |
---|
Kreatif, Emak-emak di Kota Mojokerto Produksi Minuman Dawet Daun Kelor yang Bernilai Ekonomi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.