Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Curhat Pedagang Tak Terima Dituding Jual Elpiji 3 Kg Rp30 Ribu, Sebut Lebih Baik Tutup Pangkalan

Seorang pedagang dituding menjual elpiji 3 kg seharga Rp30 ribu. Iapun tak terima dengan tudingan tersebut.

KOMPAS.com
Seorang pedagang dituding menjual elpiji 3 kg seharga Rp30 ribu. Iapun tak terima dengan tudingan tersebut. 

TRIBUNJATIM.COMĀ - Seorang pedagang dituding menjual elpiji 3 kg seharga Rp30 ribu.

Iapun tak terima dengan tudingan tersebut.

Si pedagang juga menantang oknum yang menudingnya untuk membuktikannya.

Adapun sosok pedagang tersebut adalah Andi Mappiase.

Andi merupakan pemilik pangkalan tabung elpiji di Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), Sulawesi Barat (Sulbar).

Ia membantah dirinya menjual tabung dengan harga Rp30 ribu per tabung.

Baca juga: Sosok Polisi Bunuh Ibu Kandung Pakai Tabung Gas Elpiji, Kabur Naik Pikap, Kondisi Kejiwaan Terungkap

Bantahan tersebut disampaikan pasca beredarnya informasi terkait adanya pangkalan elpiji di Mamuju Tengah menjual tabung tiga kilogram subsidi seharga Rp30 ribu pertabung.

Kepada Tribun Sulbar, Andi Mappiasse, pemilik pangkalan mengatakan, dirinya tidak mungkin menjual tabung elpiji seharga Rp30 ribu.

"Informasi itu tidak benar, karena saya langsung melayani masyarakat, lebih baik saya tutup pangkalan saya apabila saya harus menjualnya dengan harga seperti itu," bantahnya saat ditemui di kediamannya, Desa Topoyo, Kecamatan Topoyo, Selasa (7/1/2025) sore.

Ia mengatakan, untuk membuktikan hal tersebut dirinya berani menantang orang untuk bertanya di tetangga serta pelanggannya.

"Bisa ditanya tetangga dan orang sekitar disini, saya tidak pernah menjualnya dengan harga Rp30 ribu," ia menambahkan.

Andi Mappiaase, pemilik pangkalan gas di Mamuju Tengah.
Andi Mappiaase, pemilik pangkalan gas di Mamuju Tengah. (Tribun Sulbar/Sandi Anugrah)

Dirinya merasa dituding tanpa adanya bukti oleh oknum warga.

"Berarti dia mau merusak saya itu, mau hancurkan saya, karena kalau mau tau sebenarnya tanya sama tetangga dan orang sekitar," katanya.

Sebelumnya diberitakan, warga mengeluhkan kelangkaan elpiji tiga kilogram subsidi sejak akhir 2024 hingga awal tahun 2025.

Selain langka, harganya juga melonjak naik.

Bahkan di beberapa kios dan pengecer menjual hingga Rp50 ribu.

Sementara, menurut keterangan salah satu warga, ada pangkalan yang menjualnya hingga Rp30 ribu pertabung.

Baca juga: Hanifah Santai Tenteng 10 Elpiji 3 Kg Sekali Antar ke Pelanggan, Dapat Untung Rp5 Ribu: Enteng

Sementara itu kisah lainnya, limbah eceng gondok di tangan para pemuda Desa Walahar, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, bisa disulap menjadi barang yang sangat bernilai dan bisa menghasilkan cuan.

Bahkan sejumlah pemuda tersebut berhasil mengubah tanaman eceng gondok menjadi biogas yang sangat berguna untuk sumber energi alternatif.

Ide ini muncul dari keresahan warga akibat masifnya pertumbuhan eceng gondok di danau dan sungai.

Ya, di tangan para pemuda kreatif, eceng gondok bisa menjadi barang-barang lain bernilai ekonomis seperti tas dan kursi.

Tak hanya menjadi kerajinan, eceng gondok ini juga bisa menjadi biogas.

Diketahui, eceng gondok merupakan tanaman air yang tumbuh secara masif di perairan, terutama di sungai dan danau.

Pertumbuhan eceng gondok yang meluas dapat menyebabkan penyumbatan dan penyempitan alur sungai dan danau.

Selain itu, masalah ekologis juga sangat terdampak.

Baca juga: Cerita Pasutri di Kudus Sulap Limbah Produksi Tahu Jadi Biogas, Ramah Lingkungan Tak seperti Elpiji

Seperti penurunan kualitas air, hilangnya habitat bagi spesies air, dan meningkatnya risiko banjir di daerah sekitarnya.

Nah, yang dilakukan seorang pemuda berusia 21 tahun bernama Dhani Ubed ini bisa menjadi teladan bagi teman-teman sebaya.

Pasalnya ia berhasil mengubah eceng gondok menjadi biogas melalui sejumlah proses.

Sebelumnya, Dhani Ubed telah membuat alat-alat penunjang untuk mengubah eceng gondok menjadi biogas.

Alat-alat tersebut meliputi alat pencacah, bak penampungan, serta sejumlah selang untuk menyalurkan biogas ke dapur-dapur.

Selain itu dibutuhkan juga bahan tambahan lain seperti kotoran hewan atau kohe.

Langkah pertama yaitu eceng gondok yang telah dibersihkan digiling hingga sangat halus.

Setiap harinya untuk mencapai kapasitas 1600 liter biogas, diperlukan cacahan eceng gondok sebanyak 50 kilogram.

Eceng gondok yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam bak penampung yang dinamakan fix dom bak kedap udara.

Kemudian campurkan kotoran hewan, khususnya kotoran sapi, sebagai sumber bakteri metanogen.

Penambahan kotoran hewan sapi ditambahkan setiap tiga bulan sekali, sebagi 25 hingga 50 kilogram.

Dari proses tersebut maka jadilah biogas.

"Setelah dicacah, digiling, itu masuk ke inlet, itu sudah ada yang namanya kotoran sapi."

"Kotoran sapi bertemu eceng gondok, nah di situ menghasilkan gas kan, seperti itu," jelas Dhani Ubed, melansir tayangan di kanal YouTube KOMPASTV, Selasa (17/9/2024).

Dari proses ini juga menghasilkan cairan limbah yang bisa digunakan sebagai pupuk.

"Tapi ada yang masuk menjadi gasnya, tetapi ada cairan juga yang sifatnya itu limbah, itu naik ke bak outlet."

"Dan bak outlet itu menampung sisa-sisa limbah dari gas tersebut, dan itu bisa kita gunakan sebagai pupuk, seperti itu," sambungnya.

Biogas ini kemudian disalurkan ke sejumlah dapur pedagang UMKM yang berada di sekitar danau.

Berkat adanya biogas ini, pedagang pun merasa terbantu karena bisa hemat pengeluaran untuk pembelian gas elpiji hingga 50 persen.

"Untuk UMKM terbantu dengan adanya biogas dari eceng gondok ini," ungkap seorang pedagang, Siti Solihat.

Selain diubah menjadi biogas, eceng gondok ini juga bisa diubah menjadi barang-barang bernilai ekonomis lainnya.

Seperti tas, pot bunga, serta barang-barang hiasan atau pajangan unik.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Sumber: Tribun sulbar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved