Berita Viral
Pakar Hukum Agraria Temukan Kegiatan Reklamasi Tanpa Izin di Tuban dan Sampang: Bangunan Tanpa HGB
Pakar Hukum Agraria dan Hukum Pertanahan Unair Surabaya menemukan kegiatan reklamasi tanpa izin di Tuban dan Sampang: Bangunan tanpa HGB.
Penulis: Bobby Constantine Koloway | Editor: Dwi Prastika
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Constantine
TRIBUNJATIM.COM, SURABYA - Dugaan penggunaan laut sebagai lahan bangunan diduga juga dilakukan di beberapa daerah di Jawa Timur.
Tanpa memiliki alas hak yang jelas, hal ini bisa berpotensi merusak alam hingga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.
Pakar Hukum Agraria dan Hukum Pertanahan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Oemar Moechthar, mengungkapkan, dugaan ini di antaranya ada di Kabupaten Tuban.
Namun bukan pada penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), penguasaan lahan ini dilakukan dengan pemasangan patok di atas perairan.
"Saya pernah melakukan penyuluhan di Tuban. Ternyata, di sini sudah ada patok-patok. Namun, belum sampai pada pengurusan KKPRL," kata Oemar ketika dikonfirmasi di Surabaya, Rabu (22/1/2025).
Menurutnya, pemilik patok sebenarnya telah berencana untuk mematok dan reklamasi tanah di sana, lalu mendaftarkan HGB.
Namun hal ini urung dilakukan, mengingat lahan tersebut belum menjadi bidang tanah.
"Mereka bingung juga," katanya.
Sebagaimana diketahui, untuk bisa mendaftar alas hak HGB, pemilik harus terlebih dahulu memastikan lahan tersebut berupa bidang tanah.
Dengan kata lain, pemiliknya harus menguruk lautan terlebih dahulu yang didasarkan pada izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan.
"Nah, apabila dia akan menguruk, maka yang bersangkutan ini wajib mengajukan izin reklamasi. Sehingga, begitu ada izin reklamasinya, baru diuruk, lalu ada bidang tanahnya dan bisa mengajukan izin permohonan hak ke kantor pertanahan," katanya.
Akibat dari adanya bangunan ini yang ada di atas laut, nelayan telah terdampak.
"Mereka harus memutar agak jauh sehingga dari sisi efisiensi dan ekonomi, nelayan ini cukup terdampak," katanya.
Baca juga: Ahli Pengelolaan Kawasan Pesisir Soroti Soal Pagar Laut Tangerang, Ungkap Dampak Buruk pada Laut
Hal serupa juga ditemukan di Sampang, Madura, tepatnya di kawasan Pantai Camplong, Kecamatan Camplong.
Diduga, banyak masyarakat yang menguruk lautan tanpa adanya izin reklamasi yang digunakan sebagai rumah tinggal di wilayah pesisir, tanpa alas hak yang jelas.
Lahan tersebut selanjutnya menjadi tempat pendirian bangunan tempat tinggal.
"Di Sampang, ada pantai kemudian di sampingnya lantas diuruk dan didirikan rumah," katanya.
"Berdasarkan penelitian kami, karena tidak memiliki izin reklamasi, maka alas haknya juga tidak akan keluar. Sampai sekarang pun mereka juga tidak memiliki sertifikat terhadap lahan yang ditempati tersebut," katanya.
Pihaknya berharap kepada pemerintah untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat.
Selain mematuhi aturan, juga memahami dampak jangka panjang terhadap bahaya reklamasi.
"Kenapa semua itu harus ada izinnya? Sebab memang ini menyangkut banyak hal, di samping terkait kepastian hukum juga terutama memberikan dampak terhadap ekonomi, maupun lingkungan. Sehingga, jangan sampai kebijakan atau produk hukum yang diterbitkan pemerintah justru menabrak prinsip hukum itu sendiri," katanya.
Sebelumnya, pihaknya juga menyoroti penerbitan Hak Guna Bangun (HGB) di kawasan laut yang tak jauh dari Surabaya.
Dikawatirkan melanggar sejumlah regulasi, kebijakan ini berpotensi berdampak pada aspek lingkungan dan ekonomi.
Mengutip data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur, lahan tersebut berada di Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo.
Mencapai 656,83 hektare, lahan tersebut terbagi menjadi tiga sertifikat (dua sertifikat atas nama PT Surya Inti Permata dan satu sertifikat atas nama PT Semeru Cemerlang).
Oemar Moechtar menilai, temuan ini merupakan rentetan dari berbagai peristiwa sebelumnya.
Selain temuan pagar laut di Kabupaten Tangerang Banten, juga terkait izin HGB kepada Suku Bajo di Sulawesi Tenggara yang tinggal di atas air atau di laut.
Kebijakan HGB kepada Suku Bajo selama 30 tahun dilakukan era Presiden Joko Widodo sejak 2022 silam.
"Sebenarnya, kebijakan pemerintah ini melenceng dari konsep pemberian Hak Guna Bangun," kata Moechtar di Surabaya, Selasa (21/1/2025).
Seharusnya, HGB diberikan kepada masyarakat pada lahan yang berada di atas tanah, bukan di atas permukaan air.
"Kalau di atas air, seharusnya bukan menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)," katanya.
Tak hanya itu, izin pemanfaatan lahan di atas permukaan laut hanya bisa dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kementerian ini yang bertanggung jawab dalam penerbitan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
"Kalau ada pemanfaatan ruang laut lebih dari 30 hari, ada izin pemanfaatan dari Kementerian Kelautan. Tapi, ini tidak berbentuk sertifikat Hak Guna Bangunan," katanya.
Pun apabila lahan tersebut merupakan lautan, pengembang seharusnya mengurus izin reklamasi terlebih dahulu. Baru setelah tanah ada, pengembang selanjutnya mengurus sertifikat HGB.
Selain itu, apabila sertifikat tersebut terbit saat lahan masih berupa daratan, maka pemerintah saat ini selaiknya segera melakukan mekanisme hapus tanah. Yakni, pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pemerintah.
Mengingat, tanah tersebut telah menjadi lautan.
"Kalau misalnya (tanah) tenggelam dari yang awalnya ada menjadi tidak ada, maka ini bisa menunjukkan tanah musnah. Karena tanahnya tidak ada, maka hak atas tanahnya harus segera dihapus. Ini harus mengikuti," katanya.
Oemar Moechthar
reklamasi
Hak Guna Bangunan (HGB)
Tuban
Sampang
Pantai Camplong
pagar laut
ViralLokal
TribunJatim.com
berita Jatim terkini
Tribun Jatim
Perintah Eri Cahyadi setelah Lampu Hias Kota Lama Surabaya Dicuri hingga Sisa Penyangga: Ayo Tangkap |
![]() |
---|
Wabup Garut Putri Karlina Debat dengan Warga, Saling Balas Tunjuk Bahas Bantuan Rp 2 Juta Per-KK |
![]() |
---|
Alasan Wanita ini Baru Laporkan Bripda LI, Sempat Jalani Hubungan Toxic Selama 8 Bulan |
![]() |
---|
Nasib Polisi yang Disiram Miras oleh Kapolsek Imbas Terlambat Apel, Atasan Dikenal Aktif di Lapangan |
![]() |
---|
Disodori 87 Nama Kreditur Palsu, Ketua LPD Bisa Tilap Dana Desa Rp 20 M, Beraksi Sejak Tahun 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.