Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Bos Bisnis Sampah Ilegal Untung Rp700 Ribu dari Tiap Truk Pengangkut, Warga Terganggu Ada Pembakaran

Kasus bisnis pengelolaan sampah ilegal terungkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemilik bisnis sampah ilegal itu YS (39)

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/DANI JULIUS
BISNIS SAMPAH ILEGAL - Penumpukan sampah di penampungan sampah ilegal di Padukuhan Sawahan, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bisnis sampah ilegal itu adalah milik YS (39), yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. 

DLH juga menutup lubang sampah YS tidak ditahan.

Pasalnya, warga dan YS sepakat untuk menangani sampah agar tidak terjadi pencemaran udara.

“Tapi proses hukum tetap berlanjut,” kata Yusuf.

Baca juga: Penyebab Dinas Lingkungan Hidup Jember Merumahkan Ratusan Pegawai Honorer, Dominasi Petugas Sampah 

Sebelumnya, YS mengungkapkan bahwa ia berniat membangun bisnis pengolahan sampah yang meliputi pemilahan untuk dijual kembali.

Ia mengaku terdesak keadaan setelah usaha penumpukan pasirnya mengalami kebangkrutan.

"Saya terpuruk," ungkap YS dalam kesempatan sebelumnya.

Polisi saat ini masih bekerja sama dengan DLH untuk penanganan lebih lanjut, sementara DLH menangani sampah dan pencemaran yang diakibatkan oleh tempat pembuangan yang dikelola YS.

Sementara itu, warga Desa Jedong, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, mengeluhkan bau sampah dari Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Supit Urang.

Saking tak tahannya dengan bau tak sedap, mereka menantang pejabat Pemkot Malang tinggal di Desa Jedong tiga hari.

Dampak bau tidak sedap tersebut, antara lain adalah serbuan serangga seperti lalat yang beterbangan mengganggu warga.

Sekumpulan lalat sering muncul dan mendekati makanan yang diolah oleh warga.

Warga RW 10 Dusun Jurangwugu, Joko mengatakan, pengalaman menginap diharapkan akan memberikan gambaran langsung dampak bau tidak sedap yang muncul.

"Monggo (silakan) menginap di Jedong. Tiga sampai empat hari," ucap Joko, Rabu (22/1/2025).

"Saya undang. Saya undang monggo supaya tahu. Di Jedong memang seperti itu," imbuhnya.

Joko mengatakan, warga telah mengadukan keluhan tersebut ke DPRD Kota Malang.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved