Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Modal Sapu & Ikrak, Nisdel Raup Rp500 Ribu Sehari Bersihkan Makam, Tak Masalah Tidur di Atas Kuburan

Tak hanya bekerja keras, Nisdel juga rela tidur di atas lahan kuburan demi menghemat biaya.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Tribunnews.com/Reynas Abdila
REZEKI PENGORET MAKAM - Nisdel (53), seorang ibu berprofesi sebagai pengoret TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2025). Dia mengharapkan pundi-pundi rezeki bermodal sapu, pengki, dan alat seadanya. 

TRIBUNJATIM.COM - Demi menghidupi enam anaknya yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, seorang ibu bertahan hidup menjadi seorang pengoret.

Ibu bernama Nisdel (53) tersebut telah menggeluti pekerjaannya di TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, sejak tahun 1990.

Kisah Nisdel ini pun menjadi perjuangan seorang ibu yang bertahan hidup di balik keheningan makam.

Baca juga: Yuni Bingung Terpisah di Rest Area, Kuota Internetnya Habis Tak Bisa Hubungi Suami: Lost Contact

Ia hampir setiap hari menyapu dan mengorek rumput liar hingga sampah di sekitar makam TPU Karet Bivak.

Bermodal sapu, ikrak, dan alat seadanya, ia berharap dapat mengumpulkan pundi-pundi rezeki.

"Saya asli orang Bogor, tapi suami saya orang sini, dan kami tinggal di Tanah Abang," kata Nisdel dengan nada lirih, saat ditemui Tribunnews.com pada Rabu (2/4/2025).

"Saya harus ke sini setiap dua minggu untuk mengumpulkan uang," terangnya.

"Kalau di Bogor, saya tidak bisa sewa rumah karena uangnya habis untuk makan dan sekolah anak-anak," tutur Nisdel.

Tak hanya bekerja keras, Nisdel juga rela tidur di atas lahan kuburan.

Hal ini dilakukannya demi menghemat biaya penginapan agar uang yang terkumpul bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga di Bogor sana.

Bagi Nisdel, pekerjaan ini sudah menjadi bagian dari hidupnya, meskipun sering kali ada cerita-cerita mistis yang mengiringi malam-malamnya.

"Sudah biasa. Ada cerita mistis, tapi tidak menghalangi. Di sini lebih menjanjikan daripada di tempat lain," ujarnya.

Nisdel mengatakan, jika sedang ramai, penghasilannya bisa mencapai lebih dari Rp500 ribu dalam sehari.

Namun saat sepi, ia hanya bisa membawa pulang sekitar Rp150 ribu.

Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dipadati peziarah yang datang pada H+2 Idul Fitri 1446 H. Data yang diperoleh Rabu (2/4/2025), jumlah peziarah mengalami tren penurunan dibandingkan hari-H Idul Fitri.
Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, dipadati peziarah yang datang pada H+2 Idul Fitri 1446 H. Data yang diperoleh Rabu (2/4/2025), jumlah peziarah mengalami tren penurunan dibandingkan hari-H Idul Fitri. (Tribunnews.com/Reynas Abdila)

Selama tiga pekan terakhir, Nisdel belum kembali ke Bogor, meskipun ia merencanakan untuk pulang pada akhir pekan ini setelah beberapa hari bekerja di Jakarta.

Bagi dia, setiap sen yang diperoleh di Jakarta sangat berarti untuk kelangsungan hidup anak-anaknya.

Sementara itu, TPU Karet Bivak, yang ramai dikunjungi peziarah pada H+2 Idul Fitri 1446 Hijriah, mengalami penurunan jumlah pengunjung dibandingkan dengan hari-H Idul Fitri. 

Menurut petugas administrasi TPU Karet Bivak, Yani, pengunjung pada Rabu tercatat hanya sekitar 600 orang.

Sementara, pada hari-H Idul Fitri atau Lebaran, jumlah pengunjung atau peziarah mencapai 7.000 orang.

"Ya, memang mobilitas peziarah paling banyak di hari-H Lebaran," ujarnya.

Meskipun demikian, Ziarah tahun ini lebih ramai dibandingkan beberapa tahun terakhir, berkat pembatasan yang sudah dicabut setelah pandemi Covid-19. 

TPU Karet Bivak sendiri dibantu oleh berbagai instansi, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, dan Polsek Tanah Abang, untuk mengatur masalah parkir dan kenyamanan peziarah.

Baca juga: Kena Getok Harga Bayar Parkir Rp30.000, Wisatawan Kaget Mobilnya Malah Digembosi, Satpol PP Diam

Kisah serupa juga diungkapkan seorang pria paruh baya terlihat duduk di samping makam di TPU Karet Pasar Baru Barat, Tanah Abang, Jakarta Pusat, atau TPU Karet Bivak.

Mengenakan celana pendek, baju kusam, serta topi bucket hitam, dia membawa sapu lidi dan gunting rumput.

Dialah Dadang (50), seorang tukang bersih makam yang telah mengabdikan diri selama lebih dari tiga dekade di TPU Karet Bivak.

"Ya, sekarang enggak begitu ramai lah (peziarah)," kata Dadang saat ditemui.

Dadang berasal dari Karawang, Jawa Barat.

Dalam seminggu, ia mengaku jarang pulang ke kampung halamannya karena pekerjaannya di TPU Karet Bivak.

"Paling kita, kalau ini kan dari sini dari kampung, misalnya di sini pulang Minggu, ya ntar hari Kamis, ke sini lagi," ujarnya.

Dulu selain membersihkan makam, Dadang juga merangkap sebagai tukang gali kubur.

Namun kini penggalian makam telah dikelola pemerintah daerah.

"Kalau kita khusus ngerawat, kita. Dulu emang kita sering gali. Cuma sekarang kan dikelolanya sama Pemda," ucapnya.

Dadang (50), seorang tukang bersih makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Pasar Baru Barat atau TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/2025). Ia berbagi cerita soal pekerjaannya.
Dadang (50), seorang tukang bersih makam di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Pasar Baru Barat atau TPU Karet Bivak, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/2025). Ia berbagi cerita soal pekerjaannya. (Tribunnews.com/Fersianus Waku)

Sehari-hari, Dadang tidur di sekitar area pemakaman.

Jarak yang cukup jauh antara Jakarta dan Karawang membuatnya jarang pulang.

Dia pun mengaku tidak memiliki mess sebagai tempat tinggal.

"Iya, (tiduran) samping kuburan kayak gini," ucapnya.

Meski tidur di dekat makam, Dadang mengaku tidak pernah mengalami gangguan.

Namun dia mengakui bahwa hujan kerap menjadi kendala bagi dirinya dan pekerja lain yang tinggal di sana.

"Ya, kalau kita hujan, ya, pada pindah ke kantor, samping kantor, lah, gitu. Berteduh dulu."

"Mana saja, yang penting kita nyelamatin diri, enggak kebasahan," ujar Dadang.

Baca juga: Dedi Mulyadi Sindir PTPN Sewakan Lahan ke Orang Berduit, Sebut Rezeki Eks Pemetik Teh Lebih Berkah

Dadang telah menjalani profesi ini sejak tahun 1991.

Kini dia telah berkeluarga dan memiliki anak, sehingga tanggung jawabnya semakin besar.

Dengan penghasilan yang tidak menentu, dia berusaha mencukupi kebutuhan keluarganya.

"Kadang-kadang cukup, kadang-kadang enggak. Ya, tergantung kita dapat penghasilan di sini, kan," ungkapnya.

Pendapatannya bergantung pada kebaikan hati keluarga pemilik makam.

Namun tidak semua orang mau memberikan uang secara sukarela.

"Biasanya, kan kita tergantung orangnya. Iya, kan? Ada yang pelit, ada yang baik."

"Pelit lah. Ada yang hitungan, ada yang enggak hitungan," beber Dadang.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved