Berita Viral
Kekecewaan Wagub Terdampak Efisiensi, Dana Perbaikan Jalan Dipotong dari Rp 30 M Jadi Rp 3,5 M
Kekecewaan terlihat dari raut wajah Wakil Gubernur Kalimantan Tengah karena terdampak efisiensi anggarannya dipotong sangat ekstrem.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah ternyata begitu terasa di Kalimantan Tengah.
Terutama di jalan lingkar selatan Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Anggaran yang digunakan untuk membangun perbaikan jalan dan infrastruktur di Kalteng akhirnya tak ada lagi.
Nominal anggaran senilai Rp 30 Miliar dipotong hingga Rp 3,5 Miliar akibat efisiensi.
Pembangunan infrastruktur di Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami kendala akibat efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah daerah.
Hal ini mengakibatkan pengalihan pos alokasi anggaran dari sektor infrastruktur ke bidang-bidang lain yang dianggap lebih prioritas.
Wakil Gubernur Kalteng, Edy Pratowo, mengakui dampak dari efisiensi anggaran tersebut.
"Tadi malam kami sudah merampungkan hasil Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran, selain adanya SE Mendagri dan Menkeu, jadi kami sesuaikan (alokasi anggarannya)," ungkap Edy kepada wartawan setelah rapat koordinasi di Kantor Bapperida Kalteng, Palangka Raya, pada Senin (14/5/2025), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com, Senin.
Edy menjelaskan bahwa penyesuaian alokasi anggaran meliputi penundaan kegiatan-kegiatan yang tidak prioritas hingga beberapa bulan ke depan, sambil menunggu perkembangan sektor pendapatan dan anggaran lainnya yang mungkin dapat disediakan kembali.
Baca juga: Pesan Gubernur Khofifah pada 10 Ribu ASN di Hari Pertama Kerja, Efisiensi Tak Turunkan Kinerja
"Penyesuaian ini kami berlakukan kepada semua OPD, nanti OPD yang menginventarisasi, dan SE-nya akan dibuat oleh Pak Gubernur tentang efisiensi anggaran kegiatan yang masih bisa ditunda sementara," tambahnya.
Salah satu proyek infrastruktur yang terkena dampak dari efisiensi anggaran adalah pembangunan jalan lingkar selatan Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kalteng, Shalahuddin, menyatakan bahwa Gubernur Kalteng masih mempertimbangkan prioritas dalam pembangunan jalan tersebut.
"Ada rencana akan diselesaikan jalan itu, tapi masih dipertimbangkan dengan kebutuhan yang lain dulu," jelas Shalahuddin kepada Kompas.com.

Sebelum kebijakan efisiensi anggaran diberlakukan, proyek jalan lingkar selatan Kota Sampit dialokasikan anggaran sebesar Rp 30 miliar.
Namun, setelah efisiensi anggaran diterapkan, alokasinya dipangkas menjadi hanya Rp 3,5 miliar.
"Tapi masih dipertimbangkan, ada kemungkinan juga diselesaikan, tapi masih dipertimbangkan dengan kebutuhan yang lain. Tapi kalau memang diselesaikan, akan diselesaikan nanti," tambahnya.
Shalahuddin menekankan bahwa efisiensi anggaran tidak hanya berdampak pada proyek jalan lingkar selatan Sampit, tetapi juga pada program pembangunan infrastruktur lainnya.
"Semua terdampak, alokasi di kita (Dinas PUPR) itu kan (dipangkas) dari Rp 2,1 triliun menjadi Rp 1,1 triliun, (terpotong) lebih dari 50 persen (anggaran) kami," pungkasnya.
Baca juga: Siapkan Rp 16 M, Pemkot Batu Pastikan Besaran THR ASN Tak Terdampak Efisiensi Anggaran
Sementara itu, DPR RI diam-diam menggelar rapat di hotel mewah Hotel Fairmont di kawasan Senayan, Jakarta.
Rapat tersebut guna membahas revisi Undang-Undang TNI.
Namun rapat tersebut menjadi sorotan, selain karena dilakukan secara diam-diam, juga kepekaan soal efisiensi anggaran.
Sebab, rapat itu dilakukan di tengah efisiensi anggaran dan juga tuntutan soal transparansi.
Baca juga: Momen Aktivis Gedor Pintu Ruang Rapat DPR di Hotel Mewah, Tolak RUU TNI, Sempat Didorong Penjaga
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyoroti dasar hukum pelaksanaan rapat DPR adalah Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Fahmi mengatakan dalam peraturan itu disebutkan bahwa rapat DPR umumnya dilaksanakan di dalam gedung DPR, tetapi bisa dilakukan di luar gedung atas persetujuan Pimpinan.
Artinya, secara prosedural, rapat di hotel bukanlah sesuatu yang melanggar aturan.
Terkait sifat keterbukaan rapat, menurutnya pasal dalam Tata Tertib DPR juga menyebutkan bahwa rapat DPR bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup.
Ia memandang keputusan untuk menjadikannya tertutup bisa diambil oleh rapat itu sendiri, baik atas usulan ketua rapat, anggota, fraksi, maupun pemerintah.
"Meskipun secara prosedur dibenarkan, pemilihan tempat di hotel berbintang lima seperti Fairmont memang berpotensi menimbulkan masalah dari sisi etika politik dan kepekaan terhadap kondisi," kata Fahmi saat dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (16/3/2025).
"Jika alasannya adalah kenyamanan dan efektivitas rapat marathon, ada alternatif lain seperti Wisma DPR atau fasilitas milik negara yang bisa digunakan tanpa menimbulkan kesan pemborosan," lanjut dia.
Isu lainnya, kata Fahmi, adalah transparansi dan persepsi publik.
Ketika pembahasan revisi UU TNI sudah mendapatkan sorotan, menurut dia, keputusan untuk menggelar rapat secara tertutup di hotel mewah memang potensial memperkuat prasangka.
Keputusan itu, lanjut Fahmi, memicu spekulasi dan kontroversi yang bisa mengalihkan perhatian dari substansi revisi itu sendiri.
"Jadi, meskipun secara prosedur sah, keputusan ini tetap menunjukkan kurangnya kepekaan DPR dalam membaca situasi publik, terutama di tengah isu efisiensi anggaran dan tuntutan transparansi dalam revisi UU strategis seperti UU TNI," kata Fahmi.
Selain itu, menurut dia, pembahasan RUU di DPR yang berlangsung maraton sebenarnya bukan hal yang luar biasa.
Dalam tata tertib, kata dia, DPR memang memiliki tenggat waktu ketat untuk menyelesaikan legislasi, terutama jika RUU tersebut masuk dalam daftar prioritas.
Namun, dalam kasus revisi UU TNI, munculnya kesan bahwa prosesnya berjalan terburu-buru.
Sebenarnya, lanjut dia, hal itu bukan hanya karena durasi pembahasannya, melainkan karena kurangnya akses informasi dan partisipasi publik.
Ia mencatat Menteri Pertahanan mewakili pemerintah sudah pernah menyampaikan poin-poin dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, untuk menjadi dasar pembahasan dalam revisi ini.
Namun, kata dia, karena DIM tersebut adalah surat yang secara resmi dikirimkan pemerintah ke DPR, kewenangan publikasi dan pembahasannya lebih lanjut berada di tangan DPR.
Sejumlah anggota DPR, kata dia, juga telah memaparkan beberapa hal krusial yang dibahas.
Akan tetapi, menurut dia, itu ternyata belum cukup untuk menghilangkan kesan bahwa ada bagian dari pembahasan yang dianggap kurang terbuka bagi publik.
Revisi tersebut menurutnya mencakup pasal-pasal yang oleh sebagian masyarakat dipersepsikan berpotensi mengubah peran dan struktur TNI dalam pemerintahan.
Padahal, kata Fahmi, jika dilihat dari substansinya, revisi ini cenderung sebagai bentuk akomodasi dan adaptasi terhadap kebutuhan yang terkait dinamika pemerintahan dan optimalisasi sumber daya.
Justru, lanjut dia, karena pentingnya perubahan ini, DPR perlu memastikan bahwa proses pembahasannya berlangsung secara lebih terbuka dan partisipatif agar dapat memperkuat legitimasi aturan yang dihasilkan.
"Nah, pembahasan yang dilakukan—terutama dengan rapat di hotel mewah— akhirnya mengalihkan perhatian publik dari substansi revisi bergeser ke isu efisiensi anggaran dan transparansi," ungkap dia.
"Padahal, jika prosesnya lebih terbuka, publik bisa lebih memahami dan menilai secara objektif perubahan yang sedang dibahas, tanpa terdistorsi oleh kecurigaan dan prasangka," sambungnya.
Menurutnya DPR sebenarnya memiliki kesempatan untuk membangun kepercayaan publik terhadap revisi UU TNI.
Mengingat substansi revisi ini mengandung perbaikan, lanjut dia, maka seharusnya tidak perlu membatasi partisipasi publik dalam pembahasannya.
"Ini bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar mendapat dukungan dan pemahaman yang luas dari masyarakat," kata Fahmi.
"Dengan begitu, revisi ini tidak hanya memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi juga diterima dan dipahami dengan baik oleh berbagai pihak yang akan terdampak oleh implementasinya," pungkasnya.
Kata DPR Soal Rapat di Hotel Mewah
Diberitakan sebelumnya Ketua Panja RUU TNI sekaligus Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto memandang kritik terkait rapat yang digelar di hotel mewahtersebut adalah pendapat publik.
Dia juga membandingkan rapat lainnya para legislator Senayan yang dilaksanakan di hotel mewah.
"Kalau dari dulu coba cek UU Kejaksaan di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercon (Hotel Intercontinental), kok nggak kamu kritik?" kata Utut saat ditemui di Hotel Fairmont pada Sabtu (15/3/2025).
Saat ditanya soal efisiensi, Utut tak menjawab secara tegas.
Dia hanya mengatakan bahwa rapat panja ini juga sebagai rapat konsinyering. "Kamu tahu arti konsinyering? Konsinyering itu dikelompokan gitu ya," kata Utut.
Rapat Revisi UU TNI Digeruduk Masyarakat Sipil
Telah diberitakan juga sebelumnya, rapat Panja membahas RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta selama dua hari rampung pada Sabtu (15/3/2025) tengah malam.
Rapat tertutup antara Komisi I DPR dan pemerintah itu juga sempat diwarnai interupsi masyarakat sipil yang menggeruduk lokasi rapat.
Mereka yang terdiri dari tiga orang membentangkan spanduk penolakan RUU TNI.
Mereka langsung membuka pintu ruang rapat, meneriakkan seruan lantang soal penolakan RUU TNI.
Rapat sempat terhenti sejenak.
Pihak pengamanan pun bergerak cepat dan memaksa mereka keluar.
Bahkan, ada sedikit insiden fisik antara pihak pengamanan dan masyarakat sipil tersebut.
Pantauan di lokasi, rapat RUU TNI selesai pada pukul 22.30 WIB.
Namun, baik dari pimpinan Komisi I DPR dan pihak pemerintah, tak ada yang memberikan keterangan saat rapat tersebut rampung.
Sejumlah pejabat yang meninggalkan lokasi tanpa memberikan keterangan antara lain Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto hingga Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI lainnya, Dave Laksono dan Ahmad Heryawan, tampak tidak terlihat keluar ruangan rapat saat para peserta rapat membubarkan diri.
Utut yang keluar melalui pintu depan, ditanya awak media soal kesimpulan rapat panja.
Namun, Utut enggan bicara soal kesimpulan rapat Panja RUU TNI tersebut.
Utut terus ditanya soal hasil rapat Panja selama dua hari tersebut.
Namun, Politisi PDIP tersebut terus berjalan dan tidak menggubris pertanyaan wartawan soal kesimpulan rapat.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Kalimantan Tengah
Gubernur Kalimantan Tengah
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah
efisiensi anggaran
pembangunan infrastruktur
perbaikan jalan
TribunJatim.com
berita viral
Sosok Pasha Ungu Minta Tak Ada Lagi Ojol Dilindas Rantis Brimob: Sengaja atau Tidak, Tanggung Jawab |
![]() |
---|
Mardi Dagang Siomay Sambil Was-was di Lokasi Demo Bisa Dapat Rp 500.000, Apes Kalau Rusuh: Saya Lari |
![]() |
---|
Sosok Jerome Polin Ajak Tolak Tawaran Jadi Buzzer Rp150 Juta, Singgung Uang Rakyat dan Gaji Guru |
![]() |
---|
Warga Arak Sepasang Kekasih Jalan 2 Km, Pergoki Wanita Bawa Anaknya di Rumah Pria Lajang Usia 39 |
![]() |
---|
Muncul Slogan ACAB dan Kode 1312 di Media Sosial Pasca Demo 28 Agustus, Apa Maknanya? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.