Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Rupiah Terus Merosot, Pakar Ekonomi Beber Faktor Global dan Domestik hingga Peran Masyarakat

Selain berdampak pada biaya impor, penurunan nilai tukar rupiah juga mencerminkan kondisi ekonomi domestik dan pengaruhi tingkat kepercayaan investor.

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
UANG (Arsip) - Pelemahan rupiah yang terus terjadi menjadi sorotan penting dalam perekonomian Indonesia. Selain berdampak pada biaya impor, penurunan nilai tukar rupiah juga mencerminkan kondisi ekonomi domestik dan mempengaruhi tingkat kepercayaan investor, Selasa (22/4/2025). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Fikri Firmansyah

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Pelemahan rupiah yang terus terjadi menjadi sorotan penting dalam perekonomian Indonesia. 

Selain berdampak pada biaya impor, penurunan nilai tukar rupiah juga mencerminkan kondisi ekonomi domestik dan mempengaruhi tingkat kepercayaan investor.

Pakar Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Dr Imron Mawardi menjelaskan, faktor penyebab pelemahan rupiah dapat dilihat dari dua sisi, yakni faktor global dan domestik.

"Memang, faktor global yang cukup panas, seperti kebijakan tarif Trump, menyebabkan ketidakpastian di pasar global. Kebijakan tersebut mempengaruhi ekonomi dunia dan pasar keuangan yang berimbas pada penurunan nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah," jelasnya, Selasa (22/4/2025).

Faktor Internal

Selain faktor eksternal, faktor internal juga berkontribusi.

Ketidakstabilan politik dan ekonomi domestik, seperti penurunan harga komoditas dan kebijakan yang tidak konsisten, membuat investor merasa ragu dan menarik investasinya. 

Hal itu memicu tekanan pada nilai tukar rupiah.

Dampak dari pelemahan rupiah ini cukup signifikan, terutama bagi pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor.

Baca juga: Harga Kedelai Impor Naik, Perajin Tempe di Kota Malang Kurangi Ukuran Produk

Kondisi itu menyebabkan harga barang dan produksi dalam negeri meningkat, yang pada gilirannya memicu inflasi.

"Ketika rupiah melemah, biaya impor menjadi lebih mahal, terutama untuk bahan baku industri. Ini akan berdampak pada harga produksi, yang kemudian menyebabkan inflasi cost-push, yaitu inflasi yang dipicu oleh peningkatan biaya produksi,” ungkap Prof Imron.

Optimisme Indonesia

Meskipun begitu, ia optimistis Indonesia masih memiliki potensi besar untuk menarik investasi, meskipun ada tantangan dari negara lain seperti Vietnam.

Indonesia memiliki pasar yang besar dan daya tarik yang kuat.

Namun, untuk tetap kompetitif, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif, dengan memberikan insentif bagi investor asing dan menciptakan kebijakan yang lebih stabil.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya peran pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam menjaga stabilitas rupiah.

"Pemerintah harus mendorong ekspor dan menarik investasi asing dengan cara yang lebih terstruktur. Sementara BI perlu melakukan intervensi untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah di jangka pendek," tuturnya.

Peran Masyarakat

Sementara itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas rupiah.

"Masyarakat dapat membantu dengan tidak panik dan tidak membeli dolar secara berlebihan. Selain itu, mengutamakan produk dalam negeri juga dapat mengurangi ketergantungan pada barang impor dan mendukung perekonomian Indonesia," ujar Prof Imron.

Dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini, menjaga stabilitas ekonomi membutuhkan kerja sama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.

Peningkatan ekspor, stabilitas kebijakan ekonomi, serta peran aktif masyarakat dalam mendukung produk lokal menjadi kunci untuk mengatasi pelemahan rupiah yang terus berlanjut.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved