Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Perda Perlindungan Perempuan dan Anak Sudah Sah, WCC Jombang: Belum Jawab Kebutuhan

Meskipun sudah disahkan, Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dinilai masih terlalu normatif

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/ANGGIT PUJIE WIDODO
PERDA PERLINDUNGAN PEREMPUAN - Direktur Women Crisis Center (WCC) Ana Abdillah saat dikonfirmasi saat agenda catatan akhir tahun di gedung PKK Pemkab Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Rabu (26/2/2025). Nilai Perda belum menyentuh kebutuhan riil di lapangan dan terlalu normatif. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Meskipun sudah disahkan, Perda Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan dinilai masih terlalu normatif dan tidak menjawab kebutuhan.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Women Crisis Center (WCC) Jombang, Ana Abdillah. Telah disahkannya Perda ini dinilai penting sebagai upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) merespon tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Meskipun telah di ketok palu dan sah menjadi Perda, pihaknya menilai Perda ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan riil di lapangan dan beberapa pasal di dalam Perda masih sangat normatif.

"Beberapa pasal masih normatif dan belum berdasar pada kendala korban dan pendamping korban sesuai konteks di daerah," ucapnya saat dikonfirmasi pada Selasa (23/4/2025).

Baca juga: Tinggalkan Panti Jompo Sejak Pagi, Nenek di Jombang ini Ditemukan di Saluran Air, Terluka

Perda tersebut juga dinilai belum menegaskan mekanisme perlindungan komprehensif. Terutama aspek pendanaan, pelayanan terpadu sampai perlindungan bagi para saksi maupun korban.

Hal itu membuat Perda ini seolah belum menjadi pelindung yang utuh bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Terlebih, WCC Jombang mencatat, tren kekerasan seksual di Jombang selama tiga tahun terkahir, 17 persen pelakunya adalah ayah kandung atau ayah tiri korban.

Hal tersebut membuktikan jika kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja tak terkecuali di lingkungan keluarga dan rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman.

"Kekerasan bisa terjadi di banyak lingkungan tidak terkecuali dalam lingkup rumah tangga dan tempat yang semestinya aman," katanya.

Karena itu, ia menyayangkan Perda yang sudah sah belum memuat secara detail kewajiban pemerintah daerah dalam membangun jejaring lintas sektor yang melibatkan lembaga kesehatan, aparat hukum, organisasi masyarakat sampai penyedia layanan perlindungan berbasis komunitas.

"Itu juga termasuk belum mengatur soal partisipasi aktif masyarakat, juga satuan pendidikan sampai perguruan tinggi. Seperti Pasal 28, itu masih sebatas penguatan antar-UPTD saja. Itu belum menyentuh pengaturan khusus terkait berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak," ungkapnya.

Baca juga: Akademisi Undar Kritisi Rencana Warsubi Bangun PTN di Jombang: Seharusnya Pemda Fokus Kolaborasi

Ia juga menyoroti terkait belum adanya ketentuan perihal siapa saja yang bisa menjadi pendamping korban. Dan lemahnya pengaturan terkait penyediaan rumah aman atau shelter dengan standar perlindungan layak bagi korban.

"Semoga Perda ini tidak hanya menjadi formalitas saja. Namun benar-benar berpihak kepada para korban dan mampu menjawab persoalan-persoalan di bawah," pungkasnya.

Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Jombang bisa dibilang cenderung tinggi. Melansir data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Jombang, sejak bulan Januari sampai November 2024, tercacat ada 222 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan pada tahun 2023 yang hanya tercacat sebanyak 133 kasus.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved